Senin, 12 Mei 2014

JURNAL: KOMPOSISI SPESIES, POLA SEBARAN DAN KERAPATAN TEGAKAN VEGETASI PADANG LAMUN (SEAGRASS BEDS.) DI PESISIR PANTAI KABUPATEN PANGKEP

KOMPOSISI SPESIES, POLA SEBARAN DAN KERAPATAN TEGAKAN VEGETASI PADANG LAMUN (SEAGRASS BEDS.) DI PESISIR PANTAI KABUPATEN PANGKEP

SPECIES COMPOSITION, DISTRIBUTION OF PATTERN AND STRIGHTENED CLOSENESS VEGETATION FIELD PONDERS (SEAGRASS BEDS.) COAST BEACH AT PANGKEP OF REGENCY

Patang
Staf Pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies, pola sebaran dan kerapatan tegakan vegetasi padang lamun (Seagrass Beds.) di pesisir pantai Kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2009 di sekitar Pesisir Pantai Kabupaten Pangkep.

Penentuan lokasi Penelitian berdasarkan perbedaan kerasteristik lingkungan pada masing-masing lokasi penelitian. Sebelum dilakukan pengambilan data lamun, maka terlebih dahulu dilakukan transek. Lamun sampling dengan menggunakan frame kawat berukuran 1 m x 1 m.

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman (E’), yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Nilai keseragaman jenis ini berkisar  antara 0 sampai 1. Dominasi jenis dihitung dengan menggunakan rumus menurut Krebs (1989 dalam Jaelani, 2006). Kesamaan jenis antara dua habitat dihitung dengan menggunakan rumus Jaccard Coefficient of community (Browel et al. 1990 dalam Jaelani, 2006). Analisis data penelitian menggunakan analysis of variance (Anova) dan bila Fhit lebih besar dari Ftabel, maka dilanjutkan dengan Uji LSD (Bengen, 2000 dalam Jaelani 2006).

Hasil penelitian menunjukkan Hasil perhitungan indeks keanekaragaman lamun (H’) tertinggi diperoleh di lokasi A sebesar 0,9859, menyusul lokasi B sebesar 0,9527, lokasi C sebesar 0,7831 dan lokasi D sebesar 0,7402. Selanjutnya, hasil perhitungan indeks keseragaman (E’) diperoleh nilai tertinggi pada lokasi A sebesar 0,9467, menyusul lokasi B sebesar 0,8312, lokasi D sebesar 0,8196 dan lokasi C sebesar 0,7831. Hasil perhitungan diperoleh indeks dominansi (C’) tertinggi di lokasi B sebesar 0,9433, menyusul lokasi A sebesar 0,9235, lokasi C sebesar 0,9164 dan lokasi D sebesar 0,8821. Komunitas lamun pada  masing-masing lokasi penelitian terdiri dari tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi.. Tiga spesies lamun yang ditemukan  adalah Enhalus acoroides, C. serrulata dan T. hemprichii. Dari ketiga spesies tersebut, spesies yang paling dominan adalah Enhalus acoroides, menyusul C. serrulata dan T. hemprichii. Persentase penutupan masing-masing spesies lamun tidak bervariasi pada setiap lokasi penelitian, dimana semua lokasi penelitian didominasi oleh lamun jenis Enhalus acoroides. Penutupan Enhalus acoroides rata-rata sebesar 29,4%, diikuti C. serrulata sebesar 11,8% dan T. hemprichi sebesar 7,35%. Hasil Correspondence Analysis tiga tipe lamun menyebar pada 10 titik observasi dan menunjukkan sebaran lamun menyebar pada kedua sumbu (dimensi 1 dan 2).

Kata Kunci: lamun, komposisi, sebaran dan kerapatan

ABSTRACT

This research aims to detect species composition, distribution pattern and strightened closeness vegetation field ponders (Seagrass Beds.) at regency coast beach Pangkep. This research is carried out in April until August 2009 around regency coast beach Pangkep.

The reserach location determination based on difference cerasteristic environment in each research location. Before done data taking ponders, so beforehand done transect. ponder sampling by using frame wire measures 1 m x 1 m.

The research result shows variety index calculation result ponders (H) highest got at location A as big as 0,9859, follow location B as big as 0,9527, locations C as big as 0,7831 and location D as big as 0,7402. Furthermore, uniformity index calculation result (E) is got highest value in location A as big as 0,9467, follow location B as big as 0,8312, locations D as big as 0,8196 and location C as big as 0,7831. Calculation result is got index dominant (C) highest at location B as big as 0,9433, follow location A as big as 0,9235, locations C as big as 0,9164 and location d as big as 0,8821. Communities ponders in each research location consists of three species ponder with densities varies. Three species ponder that found Enhalus acoroides, C. serrulata and T. hemprichii. From third species, species dominantest Enhalus acoroides, follow C. serrulata and T. hemprichii. Closing percentage each species ponders doesn't vary in every research location, where all research locations dominated by ponder kind Enhalus acoroides. closing Enhalus acoroides average as big as 29,4%, followed C. serrulata as big as 11,8% and T. hemprichi as big as 7,35%. Result correspondence analysis three types ponders to scattered in 10 observations points and show distribution ponder to scattered in second axis (dimension 1 and 2).

Key word: Ponder, composition, distribution and closeness

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. dengan demikian, wilayah pesisir yang terdapat di perairan Indonesia juga sangat luas. Selain hutan mangrove dan terumbu karang, di wilayah pesisir Indonesia terdapat juga ekosistem padang lamun (Supriharyono, 2000).

Padang lamun adalah kumpulan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal (Nybakken, 1988). Padang lamun mempunyai daun-daun yang panjang dan tipis mirip pita dan mempunyai saluran air serta bentuk pertumbuhannya monopodial dari rhizome. Anggapan pada mulanyabahwa padang lamun merupakan kelompok tumbuh-tumbuhan yang homogen, namun sebenarnya mempunyai keanekaragaman spesies (Purwanto dan Putra, 1994). Selanjutnya, Kiswara (1983, dalam Jaelani 2006) menambahkan bahwa beberapa spesies penyusun padang lamun memiliki bentuk daun yang berbeda-beda yaitu ada yang berbentuk panjang dan sempit, panjang berbentuk pita, bulat dengan ujung yang runcing, panjang dan kaku, berbentuk elips, bulat telur dan rapuh tanpa saluran udara.

Di Indonesia, penelitian mengenai komunitas ikan di padang lamun dipelopori oleh Hutomo dan Martosewojo (1977). Kemudian intensitas kajian ilmiah tentang ekosistem lamun berkembang terus dari tahun ke tahun, terutama di perairan Kepulauan Seribu dan Teluk Banten (Jaelani, 2006).

Di Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan dengan semakin majunya perkembangan pembangunan, tidak menutup kemungkinan terjadinya kegiatan di wilayah pesisir yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap biota pesisir, termasuk padang lamun. Secara faktual, pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat Pangkep cukup signifikan dengan adanya berbagai industri besar, seperti PT. Semen Tonasa serta dapat mengakselerasi pertumbuhan penduduk yang demikian pesat. Lebih lanjut, limbah industri dan limbah domestik dapat memberikan dampak negatif terhadap ekosistem-ekosistem yang terdapat di sekitar pesisir pantai Pangkep, dan satu diantaranya adalah padang lamun.

Pengelolaan wilayah pesisir menjadi sangat penting demi terpeliharanya ekosistem pesisir. Berbagai jenis ikan dan biota lain banyak hidup di sekitar padang lamun. Oleh sebab itu, pemeliharaan ekosistem padang lamun menjadi sangat penting untuk dilakukan demi terpeliharanya berbagai jenis ikan maupun jenis biota lainnya.

Menurut Alamsyah (1999), pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based-pollution) maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies, pola sebaran dan kerapatan tegakan vegetasi padang lamun (Seagrass Beds.) di pesisir pantai Kabupaten Pangkep.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah explanatory research yang merancang penelitian untuk mendapat informasi mengenai komposisi spesies, pola sebaran dan kerapatan vegetasi lamun dan spesies ikan di Pesisir Pantai Kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2009 di sekitar Pesisir Pantai Kabupaten Pangkep.

Penentuan lokasi Penelitian berdasarkan perbedaan kerasteristik lingkungan pada masing-masing lokasi penelitian. Pada lokasi A terletak di sekitar Pelabuhan Biringkassi (Pelabuhan PT. Semen Tonasa) yaitu pada titik kordinat 4o 51’ Lintang Selatan (LS) dan 119o30’ Bujur Timur (BT). Lokasi B berada di sekitar Pulau Salemo (lokasi ini agak jauh dari pantai) pada kordinat 4o 42’ Lintang selatan (LS) dan 119o 29’ Bujur Timur (BT). Lokasi C berada di sekitar Pelabuhan Labakkan pada kordinat 4o 43’ Lintang selatan (LS) dan 119o 31’ Bujur Timur (BT).  Lokasi D terletak pada titik kordinat 4o 38’ Lintang selatan (LS) dan 119o 33’ Bujur Timur (BT), dan lokasi ini terletak dekat dengan pantai dan pada bagian atasnya terdapat aktivitas pertambakan dan hutan mangrove.

Sebelum dilakukan pengambilan data lamun, maka terlebih dahulu dilakukan transek. Tiga garis transek yang berjarak 200 m antar garis transek mengarah dari bagian dangkal ke arah tubir karang yang lebih dalam. Setiap garis transek ditentukan titik pengambilan data lamun dengan jarak 20 m. Lamun sampling dengan menggunakan frame kawat berukuran 1 m x 1 m. Lamun yang berada  di dalam frame di panen dan dipisahkan berdasarkan masing-masing jenis, kemudian dihitung jumlahnya. Jumlah tegakan dihitung berdasarkan luas frame, sedangkan luas persentase penutupan lamun dihitung berdasarkan luas 50 x 50 m2 frame yang disekat 10 x 10 cm2 (English et al., 1994 dalam Jaelani, 2006).

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman (E’), yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah individu anatara spesies  (semakin merata penyebarannya), maka semakin besar derajat keseimbangan. Hal ini pun akan meningkatkan indeks keanekaragaman karena indeks Shannon-Wiener mengandung baik jumlah spesies maupun keseragaman jumlah individu antara spesies (Krebs, 1989 dalam Jaelani, 2006).

Nilai keseragaman jenis ini berkisar  antara 0 sampai 1. semakin kecil nilai tersebut (mendekati nol), maka semakin kecil keseragaman yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis tidak sama dan kecenderungan populasi tersebut didominasi oleh satu jenis tertentu. Sebaliknya, jika nilai keseragaman tinggi (mendekati 1), maka dapat dikatakan bahwa populasi menyebar merata dan tidak ada jenis tertentu yang dominan.

Dominasi jenis dihitung dengan menggunakan rumus menurut Krebs (1989 dalam Jaelani, 2006). Kesamaan jenis antara dua habitat dihitung dengan menggunakan rumus Jaccard Coefficient of community (Browel et al. 1990 dalam Jaelani, 2006). Sebaran komunitas lamun pada masing-masing stasiun penelitian dan keterkaitannya dengan kerasteristik parameter fisika-kimia substrat dan parameter fisika-kimia perairan dianalisis dengan menggunakan Corespondance Analysis (Legendre dan Legenre, 1998 dalam Jaelani 2006).

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah tegakan sepesies lamun dan jumlah spesies selama penelitian (spasio-temporal) menggunakan analysis of variance (anova) dan bila Fhit lebih besar dari Ftabel, maka dilanjutkan dengan Uji LSD (Bengen, 2000 dalam Jaelani 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komoditas Padang Lamun

Jumlah Spesies dan kepadatan Vegetasi Lamun

Di perairan pesisir pantai Kabupaten Pangkep terdapat beberapa pulau-pulau dan karang yang dapat menjadi peredam arus dan ombak. Kondisi tersebut menyebabkan perairan pantai Kabupaten Pangkep relative tenang dan memungkinkan ditumbuhi beberapa jenis lamun.

Komunitas lamun pada  masing-masing lokasi penelitian terdiri dari tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi.. Tiga spesies lamun yang ditemukan  adalah Enhalus acoroides, C. serrulata dan T. hemprichii.

Lokasi A terletak di sekitar Pelabuhan Biringkassi mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar berpasir dan berlumpur. Di sepanjang rataan terumbu ditumbuhi lamun. Jumlah tegakan lamun yang ada di sekitar pelabuhan menunjukan sudah agak jauh dari pelabuhan yaitu sekitar 500 m. Meskipun jumlah tegakan lamun relatif jarang, namun terlihat speisies Enhalus acoroides mendominasi pada setiap titik transek. Kepadatan tegakan Enhalus acoroides terendah 9 rumpun/m2  dan tertinggi 23 rumpun/m2 dengan rata-rata 16,8 rumpun/m2 dan C. serrulata berkisar antara 3-9 rumpun/m2  dengan kepadatan rata-rata 5,8 rumpun/m2 serta T. hemprichii dengan kisaran 3-7 rumpun/m2 dengan rata-rata 4,2 rumpun/m2.

Lokasi B terletak di sekitar Pelabuhan Labakkang mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar lumpur dan agak berpasir. Jarak antara pelabuhan dan padang lamun masih relatif berdekatan. Padang lamun di lokasi ini juga didominasi oleh spesies Enhalus acoroides dengan kepadata rata-rata 19,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 12-27 rumpun/m2 , diikuti C. serrulata dengan jumlah tegakan 4-12 rumpun/m2  dengan rata-rata 7,6 rumpun/m2 serta T. Emprichii dengan jumlah tegakan 3-7 rumpun/m2 dan rata-rata 4,8 rumpun/m2.

Lokasi C terletak di sekitar hutan mangrove di Kecamatan Ma’rang dengan kondisi perairan pantai bersubstrat dasar lumpur agak berpasir. Pada lokasi ini juga dekat dengan salah satu muara sungai kecil sehingga di lokasi ini mudah terkontaminasi dengan air tawar yang pada akhirnya mempengaruhi fluktuasi salinitas. Dasar perairan berlumpur dengan dominasi vegetasi lamun Enhalus acoroides rata-rata sebesar 19,4 rumpun/m2  dengan jumlah tegakan berkisar 13-28 rumpun/m2, diikuti C. serrulata rata-rata sebesar 7,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 5-11 rumpun/m2 serta T. emprichii rata-rata sebesar 6,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 3-11 rumpun/m2.

Lokasi D terletak di sekitar Pulau Salemo mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar berpasir agak berlumpur. Pertumbuhan lamun pada lokasi tersebut terlihat lebih padat dibandingkan dengan lokasi lainnya. Vegetasi lamun di lokasi ini di dominasi oleh Enhalus acoroides rata-rata sebesar 32,4 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 29-41 rumpun/m2 diikuti C. serrulata rata-rata sebesar 26,2 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 20-32 rumpun/m2 serta T. emprichii  rata-rata sebesar 13,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 12-25 rumpun/m2.

Distribusi masing-masing spesies lamun di lokasi penelitian memperlihatkan Enhalus acoroides mempunyai sebaran yang luas di perairan pesisir pantai Kabupaten Pangkep. Hal ini terlihat dengan jelas bahwa Enhalus acoroides secara konsisten ditemukan pada titik-titik transek di empat lokasi penelitian dengan jumlah tegakan yang terbesar.

Menurut Arifin (2001) pada lingkungan yang tidak terganggu, aliran nutrien terlarut dari mangrove telah meningkatkan produktivitas primer pada lamun. Dalam keadaan ini aliran dari darat ke laut menjadi faktor yang kritis. Seringkali terlihat terumbu karang menjadi rusak karena kerusakan sistem-sistem lain dan sebaliknya.

Jumlah Spesies dan Kepadatan Vegetasi

Di perairan pesisir Kabupaten Pangkep terdapat beberapa pulau kecil dimana pulau-pulau tersebut masih ditumbuhi terumbu karang yang dapat menjadi salah satu peredam ombak. Kondisi tersebut menyebabkan perairan pesisir pantai Kabupaten Pangkep relatif tenang dan memungkinkan ditumbuhi beberapa jenis lamun. Namun demikian, dengan semakin meningkatnya aktivitas di pesisir pantai, maka lambat laun komunitas padang lamun menjadi terdesak dan cenderung mengalami kerusakan.

Komunitas lamun pada lokasi penelitian terdiri atas tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi. Ketiga spesies lamun tersebut adalah Enhalus acoroides, C. serrulata, dan T. hemprichi.

Tabel 1. Jenis dan jumlah padang lamun selama penelitian
Lokasi A E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
20 6 4
19 9 3
23 3 7
9 7 3
13 4 5
Rata-Rata 16,8 5,8 4,4
Lokasi B E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
22 8 3
23 12 5
27 9 6
12 4 7
14 5 3
Rata-Rata 19,6 7,6 4,8
Lokasi C E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
22 9 4
19 6 3
28 11 6
13 7 9
15 5 11
Rata-Rata 19,4 7,6 6,6
Lokasi D E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
34 28 7
29 20 17
33 21 7
25 32 25
41 30 12
Rata-Rata 32,4 26,2 13,6

Pada Tabel 1 menunjukan bahwa semua lokasi terdapat ketiga spesies lamun yang ditemukan. Lokasi A terletak dengan Pelabuhan Biringkassi Kecamatan Bungoro yang merupakan pelabuhan pengangkutan semen PT. Semen Tonasa mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar lempung berdebu dan sedikit berlumpur. Di sepanjang rataan terumbu karang ditumbuhi beberapa jenis lamun, tetapi sekitar pelabuhan sampai pada jarak ± 150 m sudah tidak ditemukan lagi tumbuhan lamun. Spesies lamun yang mendominasi lokasi A adalah Enhalus acoroides pada setiap titik transek. Kepadatan tegakan Enhalus acoroides terendah 9 rumpun m-2 dan dan tertinggi 23 rumpun m2 dengan rata-rata 16,8 rumpun m-2. C. serrulata berkisar antara 3 – 9 rumpun m-2 dengan kepadatan rata-rata 5,8 rumpun m-2, serta T. hemprichi dengan kepadatan rata-rata 4,4 rumpun m-2 dengan kisaran 3 – 7 rumpun m-2 (Gambar 1).

Gambar 1. Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi A

Lokasi B terletak di sekitar Pelabuhan Labakkang yang agak dekat dengan pemukiman penduduk memiliki substrat dasar berdebu dan sedikit agak liat. Di lokasi ini tumbuhan lamun masih tumbuh di sekitar pelabuhan dengan jarak sekitar 50 m, meskipun lamun yang ada juga sudah mulai berkurang dan mengalami desakan akibat aktivitas pembangunan Tempat Pendaratan Ikan di sekitar pelabuhan tersebut serta semakin banyaknya perahu-perahu nelayan yang digunakan sebagai alat angkut dari satu pulau ke pulau lainnya. Padang lamun di lokasi ini juga didominasi Enhalus acoroides dengan kepadatan rata-rata 19,6 rumpun m-2 dengan kisaran 12 – 27 rumpun m-2 diikuti C. serrulata dengan kisaran 4 – 12 rumpun m-2 dengan rata-rata 7,6 rumpun m-2, serta T. hemprichi dengan rata-rata 4,8 rumpun m-2 dengan kisaran 3 – 7 rumpun m-2 (Gambar 2).

Gambar 2.  Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi B

Lokasi C yang terletak di sekitar hutan mangrove atau di depan hutan mangrove dan terdapat disekitarnya sungai kecil sehingga lokasi ini cukup terpengaruh oleh sumber air tawar yang dapat berpengaruh terhadap fluktuasi salinitas dan lokasi pertambakan milik masyarakat. Substrat dasar perairan lempung berdebu dan sedikit liat karena dekat dengan hutan mangrove. Jenis lamun yang mendominasi lokasi ini adalah enhalus acoroides dengan kisaran 13 – 28 rumpun m-2 dengan rata-rata 19,4 rumpun m-2, serta T. hemprichi dengan kisaran 3 – 11 rumpun m-2 dengan rata-rata 6,6 rumpun m-2.

Gambar 3. Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi C

Lokasi D yang terletak di sekitar Pulau Salemo dan agak jauh dari pesisir pantai memiliki substrat dasar lempung liat berpasir. Jenis lamun yang mendominasi lokasi ini juga Enhalus acoroides dengan kisaran 25 – 41 rumpun m-2 dan rata-rata 32 rumpun m-2, diikuti jenis C. serrulata dengan kisaran 20 – 32 rumpun m-2 dan rata-rata 26,2 rumpun m-2, dan T. hemprichi dengan kisaran 7 – 25 rumpunm-2 dan rata-rata 13,6 rumpun m-2 (Gambar 4).

Distribusi masing-masing spesies lamun di lokasi penelitian memperlihatkan Enhalus acoroides mempunyai sebaran yang luas di perairan pantai Kabupaten Pangkep, diikuti oleh jenis C. serrulata dan T. hemprichi.

Penutupan Vegetasi lamun

Gambar 4.  Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi D

Persentase penutupan masing-masing spesies lamun tidak bervariasi pada setiap lokasi penelitian, dimana semua lokasi penelitian didominasi oleh lamun jenis Enhalus acoroides. Penutupan Enhalus acoroides rata-rata sebesar 29,4%, diikuti C. serrulata sebesar 11,8% dan T. hemprichi sebesar 7,35%.

Tingginya nilai penutupan Enhalus acoroides di semua lokasi penelitian berkaitan dengan daya adaptasi yang baik terhadap perubahan kekeruhan yang tinggi. Hutomo (1985, dalam Jaelani, 2006) menyatakan semakin tinggi penutupan spesies lamun pada suatu kawasan, maka spesies lamun tersebut cocok dengan habitatnya.

Gambar 5. Penutupan beberapa spesies lamun di lokasi penelitian

Sebaran Spesies Lamun

Hasil Correspondence Analysis tiga tipe lamun yang menyebar pada 10 titik observasi menunjukkan sebaran lamun menyebar pada kedua sumbu (dimensi 1 dan 2). Pada sumbu 1 positif menunjukkan adanya asosiasi yang lebih kuat antara C. serrulata  dan T. Emprichi, pada sumbu negati menunjukkan adanya asosiasi yang erat antara spesies Enhalus acoroides dan C. serrulata. Pada sumbu 2 positif menunjukkan adanya asosiasi yang erat antara spesies Enhalus acoroides dan T. Emprichi, sedngkan pada sumbu2 negatif juga  menunjukkan adanya asosiasi yang lebih kuat antara spesies Enhalus acoroides dan T. Emprichi.

KESIMPULAN

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman lamun (H’) tertinggi diperoleh di lokasi A sebesar 0,9859, menyusul lokasi B sebesar 0,9527, lokasi C sebesar 0,7831 dan lokasi D sebesar 0,7402. Selanjutnya, hasil perhitungan indeks keseragaman (E’) diperoleh nilai tertinggi pada lokasi A sebesar 0,9467, menyusul lokasi B sebesar 0,8312, lokasi D sebesar 0,8196 dan lokasi C sebesar 0,7831. Hasil perhitungan diperoleh indeks dominansi (C’) tertinggi di lokasi B sebesar 0,9433, menyusul lokasi A sebesar 0,9235, lokasi C sebesar 0,9164 dan lokasi D sebesar 0,8821.

Komunitas lamun pada  masing-masing lokasi penelitian terdiri dari tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi.. Tiga spesies lamun yang ditemukan  adalah Enhalus acoroides, C. serrulata dan T. hemprichii. Dari ketiga spesies tersebut, spesies yang paling dominan adalah Enhalus acoroides, menyusul C. serrulata dan T. hemprichii. Persentase penutupan masing-masing spesies lamun tidak bervariasi pada setiap lokasi penelitian, dimana semua lokasi penelitian didominasi oleh lamun jenis Enhalus acoroides. Penutupan Enhalus acoroides rata-rata sebesar 29,4%, diikuti C. serrulata sebesar 11,8% dan T. hemprichi sebesar 7,35%. Hasil Correspondence Analysis tiga tipe lamun menyebar pada 10 titik observasi dan menunjukkan sebaran lamun menyebar pada kedua sumbu (dimensi 1 dan 2).

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R. B. 1999. Kebijaksanaan, Stretgi, dan Program Pengendalian Pencemaran Dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut. Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut. Jurusan Teknologi Lingkungan, ITB. Bandung

Hutomo, M and Martosewojo. 1977. The Fishes of Seagrass Community on the West Side of Burung Island and Their Variation in Abudance. Mar. Res. Indonesia 17: 147-172

Jaelani. 2006. Telaah Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun (Seagrass Beds) di Perairan Pantai Kota Bontan Kalimantan Timur. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta

Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang.  Djambatan. Jakarta
Download Jurnal 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar