Sabtu, 10 Mei 2014

JURNAL: ANALISIS STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE (KASUS DI DESA TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI)

ANALISIS STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE (KASUS DI DESA TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI)

MANGROVE FOREST MANAGEMENT STRATEGY ANALYSIS CASES IN THE VILLAGE DISTRICT TONGKE-TONGKE OF SINJAI REGENCY

Patang
Staf Pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

ABSTRAK

Hutan mangrove harus selalu dijaga kelestariannya agar fungsi ekologinya tetap lestari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi hutan mangrove serta strategi pengelolaan hutan mangrove yang terbaik untuk dilaksanakan di Kabupaten Sinjai. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif analisis melalui pendekatan studi kasus.

Penelitian ini dilaksanakan di desa Desa Tongke-tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan April sampai Juli 2010. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan dan sekunder dan dianalisis dengan pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).

Hasil penelitian menunjukkan stretegi dalam pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Sinjai yaitu masyarakat  melakukan penanaman berdasarkan potensi yang ada, membentuk kawasan hutan lindung mangrove yang tidak dapat diganggu, lebih meningkatkan peran oraganisasi masyarakat, lebih memberdayakan masyarakat, sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya penebangan mangrove, perlu sentuhan teknologi dalam pengembangan mangrove, masyarakat dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan tentang mangrove peningkatan peran pemerintah, penyuluhan tentang lingkugan dan ekosistem mangrove, memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pemanfaatan mangrove, peningkatan pendidikan/pelatihan kepada masyarakat, serta melakukan musyawarah  antara   masyarakat      dan pemerintah tentang pemanfaatan dan pengelolaan  mangove, sosialisasi penerapan peraturan pemerintah tentang lingkungan, melibatkan masyarakat dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan mangrove, pemerintah dan masyarakat bersama-sama mendukung pengelolaan mangrove, peningkatan penanaman mangrove di sekitar pesisir pantai serta . Pada prinsipnya posisi model pengelolaan hutan mangrove yang di Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai masuk dalam kategori pertumbuhan dan stability strategy yaitu suatu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Kata kunci : strategi, pengelolaan dan mangrove

ABSTRACT

Mangrove forests should always be preserved in order to remain sustainable ecological functions. This study aims to analyze the potential of mangrove forest and mangrove forest management strategies are best implemented in Sinjai Regency. The design study is a survey research is descriptive analysis through a case study approach.

The research was conducted in the village of Tongke Tongke of Sinjai Regency. Research carried out for 3 (three) months, April to July 2010. The data collected consists of secondary and primary data and analyzed with the approach and SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).

The results showed strategy in the management of mangrove forests in the of Sinjai Regency the community to plant based on the existing potential, forming a protected mangrove forest which can not be bothered, further enhancing the role of community organization, empower, socialization to the public about the dangers of mangrove harvesting, need to touch technology in the development of mangrove, the community is involved in any decision-making on mangrove increase the role of government, and of environmental education on mangrove ecosystems, provide insight to the community on mangrove utilization, increase education/training to the community, and to conduct meetings between citizens and government about the use and management mangove, socialization of the application of government regulations on the environment, involve the community in the preparation of the planning and implementation of mangrove management, government and community together to support the management of mangroves, increased planting around the coast as well. In principle, the position of the mangrove forest management in the Eastern District of Sinjai, Sinjai Regency in the category of growth and stability strategy is a strategy that is applied without changing the direction of a predetermined strategy.

Keywords: Strategy, management and mangrove

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia (Onrizal, 2010).  Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai (Tarigan, 2008). Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting ditinjau dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove) yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Hogarth, 1999). Hutan mangrove mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Waas dan Nababan, 2010).

Sebagai suatu ekosistem dan sumberdaya alam, pemanfaatan mangrove diarahkan untuk kesejahteraan ummat manusia dan untuk mewujudkan pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan. maka ekosistem mangrove perlu dikelola dan dijaga keberadaannya. Kerangka pengelolaan hutan mangrove terdapat dua konsep utama. Pertama, perlindungan hutan mangrove yaitu suatu upaya perlindungan terhadap hutan mangrove menjadi kawasan hutan mangrove konservasi. Kedua, rehabilitasi hutan mangrove yaitu kegiatan penghijauan yang dilakukan terhadap lahan-lahan yang dulu merupakan salah satu upaya rehabilitasi yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estetika, tetapi yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove yang telah ditebang dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain.

Walters et al., (2008) menyatakan bahwa hutan mangrove di sepanjang pesisir pantai dan sungai secara umum menyediakan habitat bagi berbagai jenis ikan.  Hutan mangrove sebagai salah satu lahan basah di daerah tropis dengan akses yang mudah serta kegunaan komponen biodiversitas dan lahan yang tinggi telah menjadikan sumberdaya tersebut sebagai sumberdaya tropis yang terancam kelestariannya (Valiela et al. 2001) dan menjadi salah satu pusat dari isu lingkungan global. Konversi hutan mangrove terus meningkat untuk dijadikan lahan pertanian atau tambak ikan/udang, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas ekosistem tersebut (Dave, 2006).

Salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang masih memiliki hutan mangrove yang cukup luas adalah Kabupaten Sinjai. Pengelolaan hutan mangrove di daerah ini telah dilakukan oleh masyarakat secara swadaya, mengingat beberapa waktu yang lalu ketika mereka melaut ke berbagai daerah, maka pada saat kembali mereka membawa bibit mangrove untuk selanjutnya ditanam di sekitar pantai karena mereka meyakini bahwa tanaman mangrove memiliki banyak fungsi, diantaranya dapat menahan angin kencang, ombak yang besar dan sebagainya. Selanjutnya, wilayah di Kabupaten Sinjai yang masih memiliki hutan mangrove yang cukup luas adalah Desa Tongke-tongke dan Kelurahan Samataring. Pada tahun 1995 Desa Tongke-tongke dan Lingkungan Pangasa Kelurahan Samataring Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai telah melakukan penanaman kembali terhadap hutan mangrove yang telah mengalami degradasi akibat penebangan secara sembarangan.

Hutan mangrove yang telah ditanam oleh masyarakat tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan, dan setelah 18 tahun kemudian, tanaman mangrove tersebut sudah dapat dimanfaatkan, dan setelah tanaman tersebut ingin dimanfaatkan oleh masyarakat, timbul Peraturan Pemerintah Kabupaten Sinjai tentang pelarangan penebangan hutan mangrove. Luas hutan di Kelurahan Tongke-tonngke merupakan hutan terluas yang ada di Kabupaten Sinjai, ternasuk hutan mangrove-nya.

Meningkatnya  kecenderungan pengrusakan ekosistem hutan mangrove seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat lokal seperti, penebangan pohon mangrove yang dijadikan kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga dan bara arang untuk diperdagangkan, tanpa memperhatikan daya dukung dan daya pulihnya, serta meningkatnya aktivitas pencari kepiting (pasodok) yang mencari kepiting ke wilayah ekosistem mangrove juga memicu peningkatan kerusakan hutan mangrove.

Upaya pelestarian kembali hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan beberapa waktu lalu, telah menjadi perhatian oleh masyarakat Desa Tongke-tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai dengan melakukan penanaman kembali terhadap hutan mangrove yang rusak melalui swadaya masyarakat.

Masalah berikutnya adalah penebangan secara liar baik digunakan sebagai kayu bakar, atau dijadikan arang untuk dijual, perluasan areal tambak secara tidak terkendali, sehingga apabila hal ini tidak segera dihentikan, maka suatu saat kita tidak melihat lagi hutan mangrove di Kabupaten Sinjai dan hal ini merupakan bencana besar.

TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi hutan mangrove serta strategi pengelolaan hutan mangrove yang terbaik untuk dilaksanakan di Kabupaten Sinjai.

METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif analisis yang dilanjutkan dengan analisis kuantitatif yang berusaha mengungkap hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Format penelitian yang digunakan adalah pendekatan studi kasus.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Desa Tongke-tongke Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan April sampai Juli 2010, yang terdiri atas 1 bulan persiapan, dan 2 (dua) bulan penelitian inti termasuk pengolahan data, analisis data sampai penyusunan laporan akhir.

Teknik Pengumpulan Data

Sebelum dilakukan pengumpulan data, maka akan dilakukan terlebih dahulu pengamatan lapangan yang meliputi keseluruhan kawasan hutan dengan tujuan untuk melihat secara umum keadaan fitososiologi dan komposisi tegakan hutan serta keadaan pasang surut daerah setempat dan sebagainya. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui observasi langsung di lapangan, serta wawancara dengan menggunakan daftar kuesioner secara terstruktur. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas terkait dengan penelitian ini.

Analisis data

Untuk mergetahui bagaimana upaya dan strategi dalarn pengelolaan hutan mangrove, di Kabupaten Sinjai akan dianalisis dengan pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Metode ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal secara sistematis yang hasilnya akan digunakan dalam perencanaan pengelolaan untuk merumuskan strategi pengelolaan mangrove. Model-model analisis yang dipakai dalam mengolah data-data yang telah terkumpul adalah matrik IFAS dan matrik EFAS, sedangkan untuk menganalisis hasil pengolahan data tersebut digunakan model matrik IE dan matrik TOWS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Strategi Pegelolaan Mangrove di Kabupaten Sinjai

Dalam membahas mengenai strategi-strategi dalam pengelolaan mangrove di Kabupaten Sinjai, maka terlebih dahulu dikemukakan faktor-faktor internal dan eksternal yang diperoleh dari hasil analisis yang selanjutnya ditransfer ke dalam matrik TOWS untuk membuat berbagai alternatif strategi (SO, ST, WO, WT), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Matrik TOWS
I F A S









E F A S
Strengs (S):
  1. Masyarakat melakukan penanaman mangrove
  2. Penanaman melalui swadaya masyarakat
  3. Peran pemerintah dalam pengelolaan mangrove
  4. Terdapat organisasi kemasyarakatan yang mengelola mangrove
  5. Dapat memperbaiki perekonomian daerah
Weaknesses (W):
  1. Masyarakat melakukan penebangan mangrove
  2. Mangrove digunakan untuk kayu bakar
  3. Belum tersentuh teknologi
  4. Bantuan yang diberikan masyarakat dalam pengelolaan mangrove
  5. Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan peraturan pemerintah
Oportunities (O):
  1. Potensi pengembangan mangrove besar
  2. Adanya larangan penebangan hutan mangrove
  3. Penanaman mangrove tidak melanggar kebiasaan dan adat istiadat
  4. Memperbaiki ekonomi masyarakat
  5. Peran lembaga masyarakat
Stretegi SO:
  1. Masyarakat melakukan penanaman berdasarkan potensi yang ada
  2. Perlunya membentuk kawasan hutan lindung mangrove yang tidak dapat diganggu
  3. Lebih meningkatkan peran oraganisasi masyarakat
  4. Lebih memberdayakan masyarakat
Stretegi WO:
  1. Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya penebangan mangrove
  2. Perlu sentuhan teknologi dalam pengembangan mangrove
  3. Masyarakat dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan tentang mangrove
  4. Peningkatan peran pemerintah
Threats (T):
  1. Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan masih kurang
  2. Masyarakat melakukan penanaman hanya untuk membangun tambak
  3. Adanya ketidakpatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tentang pelarangan penebangan hutan mangrove
  4. Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah
  5. Munculnya komplik pemanfaatan hutan mangrove
Strategi ST:
  1. Penyuluhan tentang lingkugan dan ekosistem mangrove
  2. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pemanfaatan mangrove
  3. Peningkatan pendidikan/pelatihan kepada masyarakat
  4. Melakukan musyawarah antara masyarakat dan pemerintah tentang pemanfaatan dan pengelolaan mangove
Strategi WT:
  1. Sosialisasi penerapan peraturan pemerintah tentang lingkungan
  2. Melibatkan masyarakat dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan mangrove
  3. Pemerintah dan masyarakat bersama-sama mendukung pengelolaan mangrove
  4. Peningkatan penanaman mangrove di sekitar pesisir pantai

1. Strategi SO (Stength-Oportunity)

Kabupaten Sinjai memiliki potensi pengembangan mangrove yang sangat besar. Desa Tongke-tongke merupakan salah satu desa yang memiliki potensi mangrove yang cukup besar yaitu sekitar 152,5 ha. Apabila hutan mangrove tersebut dikelola dengan baik, maka akan memberikan manfaat yang sangat besar baik terhadap lingkungan sekitar (sebagai tempat hidup beberapa jenis biota flora dan fauna) maupun dapat melindungi masyarakat dari abrasi pantai. Hasil penelitian Onrizal et al., (2009) yang melakukan penelitian di Pantai Timur Sumatera Utara menyebutkan bahwa kerusakan hutan mangrove dapat berdampak pada penurunan volume dan keragaman jenis ikan yang ditangkap (65,7% jenis ikan menjadi langka/sulit didapat, dan 27,5% jenis ikan menjadi hilang/tidak pernah lagi tertangkap) serta penurunan pendapatan nelayan sebesar 40,5%.

Salah satu cara untuk mengurangi penebangan hutan mangrove adalah membentuk suatu kawasan yang dinamakan kawasan hutan lindung yaitu suatu kawasan dimana hutan mangrove dilindungi dan tidak dapat ditebang karena dengan penebangan yang tida terkendali dapat menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove. Menurut Onrizal dan kusmana, 2008), menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove telah mengakibatkan dampak yang sangat mengkawatirkan, seperti abrasi yang meningkat, penurunan tangkapan perikanan pantai, intrusi air laut yang semakin jauh ke arah darat, malaria dan lainnya (Onrizal & Kusmana 2008).

Penanaman mangrove di Kabupaten Sinjai telah dibangun berdasarkan swadaya masyarakat, namun saat ini yang menjadi kendala adalah pemeliharaan hutan mangrove yang telah dibangun tersebut sehingga dapat menjadi ekosistem yang mampu bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.

2. Strategi ST (Strength-Threat)

Penyuluhan merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyampaikan sesuatu hal yang baru, baik mengenai pengelolaan mangrove, lingkungan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan kepada masyarakat. Namun demikian, yang sering menjadi kendala adalah kurangnya informasi hasil-hasil riset yang diterima penyuluh untuk disampaikan kepada masyarakat atau pengalaman lapangan yang dapat menunjang keberhasilan penyuluhan.

Pemanfaatan mangrove harus dilakukan secara dinamis dan berkesinambungan dengan mempertimbangkan dimensi ekologis, sosial ekonomi, sosial budaya, sosial politik, peraturan dan kelembagaan. Ada beberapa kemungkinan pemanfaatan hutan mangrove di Kabupaten Sinjai, diantaranya sebagai obyek wisata (ekotorisme), sylvofishery, sumber benih berbagai komoditas, hutan pendidikan, pemanfaatan kayu terbatas serta berbagai pemanfaatan lainnya. Menurut Onrizal (2010), perubahan luas hutan mangrove primer menjadi hutan mangrove sekunder terutama disebabkan oleh aktivitas. penebangan, baik untuk industri kayu arang maupun kayu bakar dan perancah. Perubahan dari hutan mangrove primer dan sekunder menjadi areal non hutan mangrove diakibatkan oleh konversi, terutama pembukaan areal untuk pertambakan dan pertanian (Onrizal, 2010).

Dalam pengelolaan dan pengembangan hutan mangrove juga diperlukan musyawarah antara pihak pemerintah dan masyarakat tentang model pengelolaan hutan mangrove yang dapat dikembangkan.

3. Strategi WO (Weakness-Oportunity)

Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya yang dapat ditimbulkan akibat penebangan hutan mangrove perlu senantiasa dilakukan. Adanya kerusakan terhadap hutan mangrove di Kabupaten sinjai dapat terjadi sebagai akibat keinginan memiliki luas lahan yang lebih besar, kurangnya pengetahuan tentang kegunaan ekosistem mangrove, keinginan memiliki areal tambak yang lebih luas, tekanan ekonomi masyarakat, pemanfaatan kayu mangrove untuk kayu bakar secara tidak terkendali, perburuan fauna yang memiliki peluang pasar tertentu, hambatan dalam pengamanan dan penegakan hukum.

Dalam pengelolaan dan pengembangan hutan mangrove diperlukan teknologi tepat guna, misalnya bagaimana mendapatkan mutu bibit mangrove yang berkualitas, metode pemeliharaan melalui kajian/penelitian dari para peneliti serta hal-hal lain yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi.

Keterlibatan masyarakat dalam setiap kegiatan pengelolaan hutan mangrove di kabupaten Sinjai utlak diperlukan, mengingat hampir seluruh kawasan hutan mangrove yang ada di kabupaten Sinjai merupakan hasil swadaya masyarakat, sehingga dengan melibatkan masyarakat, maka mereka merasa ikut dilibatkan dan bertanggung jawab terhadap pelestarian dan pengelolaan hutan mangrove di kabupaten Sinjai.

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di atas dirasakan masih perlu dilanjutkan dan ditingkatkan lagi supaya apa yang telah dicapai saat ini dapat berlanjut dan berkesinambungan.

4. Strategi WT (Weakness-Threat)

Pada saat ini Pemerintah kabupaten Sinjai telah berupaya mensosialisasi peraturan pemerintah tentang pengelolaan lingkungan dan pelarangan penebangan hutan mangrove sedang digiatkan. Namun demikian, dalam pelaksanaan ini tentu tidaklah mudah karena akan bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat yang juga ingin memanfaatkan hutan mangrove yang telah mereka tanam. Sosialisasi yang telah dilakukan antara lain melalui penyuluhan maupun pertemuan dengan masyarakat yang bermukim di sekitar hutan mangrove.

Salah satu penyebab munculnya komplik antara masyarakat yang telah menanam mangrove dengan pihak pemerintah beberapa waktu yang lalu karena masyarakat kurang dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan tentang pengelolaan hutan mangrove.

Langkah yang paling tepat dalam pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Sinjai adalah jika pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama dalam mengelola dan mengembangkan hutan mangrove.

Dengan semakin menurunnya mutu dan jumlah tanaman mangrove di sekitar pesisir pantai, maka perlu dilakukan penanaman mangrove secara berkelanjutan yang dilakukan oleh masyarakat yang bekerjasama dengan pihak pemerintah. Dengan demikian ekosistem mangrove akan tetap terjaga. Selain itu, pihak pemerintah dan masyarakat juga perlu secara bersama-sama dalam memelihara dan melestarikan hutan mangrove.

Tabel 2. Matrik IFAS

Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Komentar

Kekuatan:
1. Masyarakat melakukan penanaman mangrove melalui swadaya masyarakat 0,11 4 0,44 Masyarakat melakukan penanaman
2. Peran Dinas Kehutanan dalam pengelolaan mangrove 0,11 4 0,44 Penanaman melalui swadaya masyarakat
3. Peran organisasi kemasyarakatan dalam pengelolaan mangrove 0,09 3 0,27 Peran pemerintah belum optimal
4. Pengaruh keberadaan mangrove terhadap perekonomian 0,10 4 0,40 Pengelolaan dilakukan secara terorganisir melalui kelompok
5. Kegiatan penelitian mangrove semakin berkembang 0,09 3 0,27 Belum tampak secara nyata meiningkatkan PAD

Kelemahan:
1. Masyarakat melakukan penebangan mangrove untuk dijadikan tambak 0,11 1 0,11 Dengan semakin intensifnya penjagaan Dinas Kehuatan, kegiatan penebangan mangrove untuk dijadikan tambak menjadi berkurang, bahkan sudah tidak kelihatan lagi
2. Mangrove digunakan untuk kayu bakar 0,09 2 0,18 Penggunaan mangrove sebagai kayu bakar semakin terkendali
3. Belum tersentuh teknologi 0,10 2 0,20 Perlu teknologi tepat guna
4. Bantuan yang diberikan masyarakat dalam pengelolaan mangrove 0,11 3 0,33 Bantuan umumnya berupa tenaga
5. Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan peraturan pemerintah 0,09 2 0,18 Perlu melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan kebijakan dan keputusan

Jumlah 1,00 2,82


Tabel 3. Matrik EFAS

Faktor-faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Komentar

Peluang:
1. Potensi pengembangan mangrove besar 0,11 4 0,44 Pengembangan secara berkelanjutan
2. Adanya larangan penebangan hutan mangrove 0,09 4 0,36 Sosialisasi dan penyuluhan
3. Penanaman mangrove tidak melanggar kebiasaan dan adat istiadat 0,10 3 0,30 Dapat dijalankan menurut norma-norma dalam amsyarakat
4. Memperbaiki ekonomi masyarakat 0,09 3 0,27 Pengelolaan diikuti kegiatan ke arah usaha
5. Peran lembaga masyarakat 0,11 4 0,44 Lebih mengoptimalkan peran organisasi

Ancaman:
1. Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan masih kurang 0,11 2 0,22 Pelatihan, penyuluhan secara berkala
2. Masyarakat melakukan penanaman hanya untuk membangun tambak 0,11 1 0,11 Menumbuhkan kesadaran dan peran serta masyarakat
3. Adanya ketidakpatuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tentang pelarangan penebangan hutan mangrove 0,10 1 0,10 Melibatkan masyarakat pada setiap kegiatan pengelolaan mangrove
4. Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah 0,09 2 0,18 Pemberantasan buta aksara
5. Munculnya komplik pemanfaatan hutan mangrove 0,09 1 0,09 Melibatkan semua pihak dalam pengambilan kebijakan dan keputusan

Jumlah 1,00 2,51


Analisis berdasarkan Matrik Internal Eksternal (IE)

Nilai yang diperoleh dari hasil analisis terhadap faktor strategi internal dan faktor eksternal dalam pengelolaan hutan mangrove di kabupaten Sinjai, akan dianalisis menggunakan matrik internal eksternal (IE) sebagai berikut:
Gambar 1. Matriks Internal Eksternal

Berdasarkan Gambar 1 menunjukan bahwa pada prinsipnya posisi model pengelolaan hutan mangrove yang di Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai masuk dalam kategori pertumbuhan dan stability strategy yaitu suatu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.

KESIMPULAN

Stretegi pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Sinjai yaitu masyarakat  melakukan penanaman berdasarkan potensi yang ada, membentuk kawasan hutan lindung mangrove yang tidak dapat diganggu, lebih meningkatkan peran oraganisasi masyarakat dan lebih memberdayakan masyarakat, sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya penebangan mangrove, perlu sentuhan teknologi dalam pengembangan mangrove, masyarakat dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan tentang mangrove serta peningkatan peran pemerintah, penyuluhan tentang lingkugan dan ekosistem mangrove, memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pemanfaatan mangrove, peningkatan pendidikan/pelatihan kepada masyarakat, serta melakukan musyawarah antara masyarakat dan pemerintah tentang pemanfaatan dan pengelolaan  mangove, sosialisasi penerapan peraturan pemerintah tentang lingkungan, melibatkan masyarakat dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan mangrove, pemerintah dan masyarakat bersama-sama mendukung pengelolaan mangrove, peningkatan penanaman mangrove di sekitar pesisir pantai.

Pada prinsipnya posisi model pengelolaan hutan mangrove yang di Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai masuk dalam kategori pertumbuhan dan stability strategy yaitu suatu strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dave, R. 2006. Mangrove ecosystem of south, west Madagascar: an ecological, human impact, and  subsistence value assessment. Tropical Resources Bulletin 25: 7-13

Harold, J. D. Waasp, H. J. D.,  dan Nababan, B. 2010. Pemetaan dan Analisis Index Vegetasi Mangrove di Pulau Saparua, Maluku Tengah. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, hal. 50-58, Juni 2010.

Hogarth, 1999. Hogarth, P.J. 1999. The Biology of Mangroves. Oxford University Press, Oxford.

Onrizal, 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977-2006. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 163-172 (2010)

Onrizal, A. Purwoko, dan  M. Mansor. 2009. Impact of mangrove forests degradation on fisherman income and fish catch diversity in eastern coastal of North Sumatra, Indonesia. International Conference on Natural and Environmental Sciences 2009 (ICONES’09) at the Hermes Palace Hotel Banda Aceh on May 6-8, 2009.

Tarigan, M. S. 2008. Sebaran dan Luas Hutan Mangrove di Wilayah Pesisir Teluk Pising Utara Pulau Kabaena Provinsi Sulawesi Tenggara. Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta 14430, Indonesia. Makara, Sains, Vol. 12, NO. 2, November 2008: 108-112.

Valiela, I., J. L. Bowen, dan  J. K. York. 2001. Mangrove Forest: One of the  World’s Threatened Major Tropical Environments. Bioscience 51(10): 807-815.

Walters, BB., P. Ronnback, JM. Kovacs, B. Crona, S.A. Hussain, R. Badola, J.H. Primavera, E. Barbier, dan F. Dahdouh-Guebas. 2008. Ethnobiology, Socio-Economic and Management of Mangrove Forests: a review. Aquatic Botany 89: 220-236.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar