Minggu, 11 Mei 2014

JURNAL: ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (PENAEUS MONODON FABRICUS) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

ANALISIS UJI TANTANG BENUR WINDU (PENAEUS MONODON FABRICUS) YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN PROBIOTIK DAN ANTIBIOTIK DENGAN DOSIS BERBEDA

ANALYSIS CHALLENGE TEST FRY PRAWNS (PENAEUS MONODON FABRICUS) TREATMENT HAS BEEN PROBIOTICS AND ANTIBIOTICS WITH DIFFERENT DOSAGE

Patang
Staf Pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

ABSTRAK

Penelitian uji tantang benur windu (Penaeus monodon Fabricius) yang sebelumnya telah mendapatkan perlakuan pemberian probiotik Bacillus dengan dosis 0,75 mg/l, 1,0 mg/l dan 1,25 mg/l, bakteri Vibrio harveyi resisten rifamvicin 6 mg/l, serta antibiotik Oxytetracyclin, dan Erytromicin masing-masing sebesar 1 mg/l dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui ketahanan tubuh larva udang terhadap sintasan larva udang windu (Penaeus monodon Fabricius).

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pada saat uji tantang larva udang dengan bakteri Vibrio harveyi pada tingkat kepadatan 105, maka perlakuan kontrol memiliki tingkat kematian tertinggi, utamanya pada awal-awal pemberian bakteri Vibrio harveyi. Sedangkan perlakuan terbaik adalah C1 (probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline 1 ppm) dimana pada awal perlakukan tidak banyak mengalami kematian larva, dan kematian larva tersebesar pada jam 84 setelah perlakuan.

Kata kunci: benur windu, probiotik, antibiotik

ABSTRACT

The research challenge test of prawns (Penaeus monodon Fabricius), which previously had been getting treatment at a dose of Bacillus probiotic administration of 0.75 mg/l, 1.0 mg/l and 1.25 mg/l, resistant bacteria Vibrio harveyi rifamvicin 6 mg/l, and antibiotics Oxytetracyclin, and Erytromicin each of 1 mg / l carried out in order to determine the body's resistance against the larvae of shrimp larvae survival rate of prawns.

Research results show that At the time of larval prawns challenge test with the bacterium Vibrio harveyi in the density of 105, the control treatment had the highest mortality rate, especially in the early provision of the bacteria Vibrio harveyi. While the best treatment is early treatment of C1 which does not undergo much larval mortality, larval mortality and the largest at 84 after treatment, but the highest survival rate obtained in the treatment of A21-A23 by 25%, following treatment of C11-C13 (21.67%), treatment of B11-B13 (13.33%), C21-C23 treatment (11.67%), D1-D3 treatment (8.33) and A11-A13 treatment (0.67%).

Key words: prawns, probiotic, and antibiotic

PENDAHULUAN

Budidaya udang windu mulai berkembang sebagai suatu usaha industri sejak tahun 1980-an, namun pemanfaatannya masih sering mengalami berbagai kendala terutama yang disebabkan oleh serangan organisme patogen sehingga mengakibatkan menurunnya produksi, baik pada usaha pembenihan maupun pada usaha pembesaran di tambak (Atmomarsono, 2000).

Kegagalan budidaya udang windu maupun di unit pembenihan umumnya disebabkan oleh penyakit. Penyakit udang dapat disebabkan oleh infektor, lingkungan, nutrisi, faktor kepadatan dan kesalahan pengelolaan baik pada tingkat pembenihan maupun budidaya. Mekanisme berkembangnya  penyakit pada umumnya tergantung pada lingkungan dan sistem pertahanan tubuh organisme. Lingkungan yang buruk memberi kesempatan kepada infektor yang bersifat patogen berkembang. Peningkatan kepadatan bakteri pada media pemeliharaan berpotensi meningkatkan infeksi bakteri patogen pada udang. Bakteri jenis Vibrio harveyi bersifat patogen pada udang (Effendy, 2004 dalam Galugu, 2008).

Beragam spesies bakteri menjadi penyebab penyakit pada udang dan menyerang berbagai stadia udang terutama stadia mysis dan post larva. Bakteri utama penyebab penyakit pada udang seperti Vibrio, Aeromonas, Pseudomonas dan alcaligenes (Irianto, 2003). Menurut Rantetondok (2002), sistem kekebalan udang hanya bisa ditingkatkan melalui peningkatan respon non spesifik. Salah satu jenis penyakit yang merupakan masalah serius dalam budidaya udang windu di tambak dan panti pembenih adalah vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio spp. Diantara kasus-kasus vibriosis yang ada, penyakit yang disebabkan  oleh bakteri Vibrio harveyi merupakan salah satu penyakit yang cukup serius. Bakteri ini menyerang baik larva udang dip anti-panti pembenihan maupun udang di tambak pembesaran (Atmomarsono, et al., 1993).

Larva yang terserang penyakit Vibrio harveyi memperlihatkan tanda-tanda antara lain, kalau malam kelihatan menyala, kondisi tubuh larva lemah, berenang lambat, nafsu makan menurun, badan bercak-bercak merah, bentuknya tidak normal dan terjadi perubahan warna tubuh (Rukyani, 1989).

Sebagai alternatif dalam pencegahan vibriosis pada udang adalah pemanfaatan bakteri probiotik yang aman dan ramah lingkungan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu lingkungan tambak secara alami melalui kerja bakteri pengurai. Beberapa kelompok/jenis bakteri probiotik yang telah diproduksi secara komersil dan diaplikasikan di lapangan antara lain Bacillus, Lactobacillus dan Fotosintetik bakteria (Poernomo, 2004). Dalam penelitian ini telah diuji ketahanan tubuh larva udang dalam menghadapi vibrio harveyi, setelah diberi perlakuan probiotik dan antibiotik dengan jenis dan dosis berbeda.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan tubuh larva udang yang telah diberi perlakuan probiotik dan antibiotik dengan jenis dan dosis berbeda terhadap sintasan larva udang windu (Penaeus monodon Fabricius).

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental  (experimental research) yang akan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengkaji dosis penggunaan probiotik Bacillus dan penggunaan berbagai antibiotik yang berbeda terhadap peningkatan sintasan post larva udang windu (Penaeus monodon Fabricius).

Hewan uji  yang digunakan terdiri atas post larva udang windu (PL-12), yang sebelumnya telah dipelihara selama 9 hari  dengan perlakuan probiotik Bacillus dengan dosis 0,75 mg/l, 1,0 mg/l dan 1,25 mg/l (Galugu, 2008), bakteri Vibrio harveyi resisten rifamvicin 6 mg/l, serta antibiotik Oxytetracyclin, dan Erytromicin masing-masing sebesar 1 mg/l. Letak satuan percobaan setelah dilakukan pengacakan seperti terlihat pada Gambar 1.

B11 C13 A11 A23 D3 C23 D2 D1 C12 B22
B12 A13 C22 A12 B22 A22 B21 C11 A21 C21
B13
Gambar 1. Dena Penempatan Satuan Percobaan

Keterangan:
A1: Perlakuan probiotik 0,75 ppm dan oxytetracycline 1 ppm  
A2: Perlakuan probiotik 0,75 ppm dan erytromicin 1 ppm
B1: Perlakuan probiotik 1,00 ppm dan oxytetracycline 1 ppm
B2: Perlakuan probiotik 1,00 ppm dan erytromicin 1 ppm
C1: Perlakuan probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline 1 ppm
C2: Perlakuan probiotik 1,25 ppm dan erytromicin 1 ppm
D: Kontrol (tanpa perlakuan)

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Mini Politeknik Pertanian Negeri Pangkep pada bulan Juli  2011.

Prosedur Penelitian

Uji tantang dilakukan dengan menggunakan wadah stoples volume 2 liter dan diisi dengan media air steril baru. PL udang windu dari setiap satuan percobaan setelah pemeliharaan selama 9 hari dengan perlakuan probiotik dan antibiotik, dipindahkan dan dimasukkan ke dalam masing-masing stoples dengan kepadatan 10 ekor/l atau sebanyak 20 ekor/stoples. Selanjutnya, setiap unit percobaan diinfeksi dengan Vibrio harveyi 105 cfu/ml. Uji tantang dilakukan selama 96 jam dengan pemberian pakan dan aerasi. Selama uji tantang, sisa pakan dan kotoran  disipon setiap hari dari wadah pemeliharaan  untuk menghindari kematian benur karena penurunan kualitas air. Pengamatan dimulai jam 6 pasca infeksi dan menghitung jumlah benur yang hidup. Pengamatan selanjutnya dilakukan setiap 6 jam. Penghitungan sintasan pada akhir uji tantang dilakukan setelah pengamatan selama 96 jam (Galugu, 2008). Sintasan udang dihitung pada akhir penelitian menurut Effendie (1979).

Pakan yang sehat diberikan pada stadia pasca larva udang windu yaitu komersial dengan dosis 1 ppm. Frekuensi pemberian pakan 5 kali per hari yaitu pukul 07.00; 11.00; 15.00;18.00; dan 22.00 (Nurdjana et al., 1989 dalam Bakhtiar, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Tantang Perlakuan A11-A13

Hasil analisis uji tantang terhadap perlakuan  A11-A13 (probiotik 0,75 ppm dan oxytetracycline 1 ppm) menunjukkan bahwa perlakuan A13 memiliki tingkat mortalitas tertinggi, menyusul perlakuan A12 dan A11. Hasil uji tantang menunjukkan bahwa pada perlakuan A23 sudah mengalami kematian massal mulai pada jam ke-36-42 setelah dilakukan uji tantang terhadap Vibrio harveyi (Gambar 2). Pada perlakuan ini sintasan larva windu yang diperoleh hanya sebesar 0,67 %.

Gambar 2. Hasil Uji Tantang untuk Percobaan A11-A13

Uji Tantang Perlakuan A21-A23

Hasil analisis uji tantang terhadap perlakuan  A21-A23 (probiotik 0,75 ppm dan erytromicin 1 ppm) menunjukkan bahwa perlakuan A23 memiliki tingkat mortalitas tertinggi, menyusul perlakuan A22 dan A21. Hasil uji tantang menunjukkan bahwa pada perlakuan A23 sudah mengalami kematian massal mulai pada jam ke-36-42 setelah dilakukan uji tantang terhadap Vibrio harveyi (Gambar 3). Pada perlakuan ini sintasan larva windu yang diperoleh hanya sebesar 25 %.

Gambar 3. Hasil Uji Tantang untuk Percobaan A21-A23

Uji Tantang Perlakuan B11-B13


Hasil analisis uji tantang terhadap perlakuan  B11-B13 (probiotik dan oxytetracycline 1 ppm). Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa uji tantang larva udang windu yang paling banyak mengalami kematian terbesar pada perlakuan B13, menyusul B12 dan B11. Pada perlakuan B13 justru sudah mengalami kematian yang besar mulai awal dilaksanakannya uji tantang yaitu sekitar jam ke-6 setelah diberi perlakuan. Pada perlakuan ini sintasan larva windu yang diperoleh hanya sebesar 13,33 %.

Gambar 4. Hasil Uji Tantang untuk Percobaan B11-B13

Uji Tantang Perlakuan B21-B23

Hasil analisis uji tantang terhadap perlakuan  B21-23 (probiotik dan erytromicin 1 ppm). Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa uji tantang larva udang windu yang paling banyak mengalami kematian terbesar pada perlakuan B23, menyusul B22 dan B21. Pada perlakuan B23 justru sudah mengalami kematian terbesar mulai 48 jam dilaksanakannya uji tantang yaitu sekitar jam ke-7 setelah diberi perlakuan. Pada perlakuan ini sintasan larva windu yang diperoleh hanya sebesar 5 %.

Gambar 5. Hasil Uji Tantang untuk Percobaan B21-B23

Uji Tantang Perlakuan C11-C13

Hasil analisis uji tantang terhadap perlakuan  B21- (probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline 1 ppm). Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa uji tantang larva udang windu yang paling banyak mengalami kematian terbesar pada perlakuan C13, menyusul C12 dan C11. Pada perlakuan C13 larva mulai mengalami kematian besar pada 84 jam dilaksanakannya uji tantang yaitu sekitar jam ke-13 setelah diberi perlakuan. Pada perlakuan ini sintasan larva windu yang diperoleh hanya sebesar 21,67 %.

Gambar 6. Hasil Uji Tantang untuk Percobaan C11-C13

Uji Tantang Perlakuan C21-C23

Hasil analisis uji tantang terhadap perlakuan  C21-C23 (probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline 1 ppm). Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa uji tantang larva udang windu yang paling banyak mengalami kematian terbesar pada perlakuan C23, menyusul C22 dan C21. Pada perlakuan C23 larva mulai mengalami kematian besar pada 36 jam dilaksanakannya uji tantang yaitu sekitar jam ke-5 setelah diberi perlakuan. probiotik 1,25 ppm dan oxytetracycline 1 ppm. Pada perlakuan ini sintasan larva windu yang diperoleh hanya sebesar 11,67 %.

Gambar 7. Hasil Uji Tantang untuk Percobaan C21-C23

Uji Tantang Perlakuan D1-D3 (Kontrol)

Hasil analisis uji tantang terhadap perlakuan  D1-D3 (kontrol). Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa uji tantang larva udang windu yang paling banyak mengalami kematian terbesar pada perlakuan C23, menyusul C22 dan C21. Pada perlakuan C23 larva mulai mengalami kematian besar pada 36 jam dilaksanakannya uji tantang yaitu sekitar jam ke-5 dan pada jam ke 84 semua larva telah mati. Pada perlakuan ini sintasan larva windu yang diperoleh hanya sebesar 8,33 %.

Gambar 8. Hasil Uji Tantang untuk Percobaan D1-D3

Uji Tantang Rata-rata Semua Perlakuan (A1-D)

Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa tingkat kematian larva udang terbesar pada perlakuan D (control), utamanya pada awal-awal pemeliharaan. Menyusul perlakuan A2 dan terakhir pada perlakuan B2.

Gambar 9. Hasil Uji Tantang Rata-rata untuk Percobaan A1-D

KESIMPULAN

Pada saat uji tantang larva udang dengan bakteri Vibrio harveyi pada tingkat kepadatan 105, maka perlakuan kontrol memiliki tingkat kematian tertinggi, utamanya pada awal-awal pemberian bakteri Vibrio harveyi. Sedangkan perlakuan terbaik adalah C1 dimana pada awal perlakukan tidak banyak mengalami kematian larva, dan kematian larva tersebesar pada jam 84 setelah perlakuan, tetapi Sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan A21-A23 sebesar 25%, menyusul perlakuan C11-C13 (21,67%), perlakuan B11-B13 (13,33%), perlakuan C21-C23 (11,67%), perlakuan D1-D3 (8,33) dan perlakuan A11-A13  (0,67%).


DAFTAR PUSTAKA

Atmomarsono, M., M. I. Madeali., A. Tompo., dan Muliani. 1993. bakteri Penyebab Penyakit pada Udang Windu di Perairan Tambak Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros.

-----. 2000. Teknologi Budidaya Udang Berkelanjutan. Balai Penelitian Perikanan Pantai Maros. Makalah pada Konferensi Nasional II Pengelollaan Sumberdaya Pesisir dan lautan Indonesia, Makassar 15-17 Mei 2000.

Bakhtiar. 2004. Efektifitas Penggunaan Antibiotik Untuk Mengontrol Penyakit Bakteri Vibrio harveyi pada Pasca Larva Udang Windu Penaeus monodon Fabricius. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Effendie, M.I. 1979. Metode Penelitian Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Galugu, M. 2008. Pengaruh Probiotik Bacillus Plus-1 Pada Dosis Berbeda Terhadap Kualitas Air, Bakteri Vibrio harveyi, Sintasan dan total Haemocyte Post larva Udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Tesis tidak diterbitkan. Makassar ; Program Pascasarjana UNHAS.

Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada university Press. Yogyakarta

Poernomo, A. 2004. Teknologi probiotik Untuk Mengatasi Permasalah tambak Udang dan lingkungan Budidaya. Paper Presented in the national Symposium on development an Scientific and Technology Innovation in Aquaculture, Semarang, January 27-29 2004.

Rantetondok, A. 2002. Pengaruh Imunostimulan β-Glukan dan Lipoposakarida Terhadap Respon Imun dan Sintasan Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius). Disertasi tidak diterbitkan. Program pascasarjana Universitas hasanuddin. Makassar.

Rukyani, A. 1989. Penyakit Udang. Disampaikan pada Kursus kilat Peningkatan Produktivitas dan efesiensi Budidaya Udang Intensif. Puslitbang Perikanan. Jakarta 18-19 januari 1989.
Download Jurnal 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar