ANALISIS PENERAPAN VARIABEL SEGMENTASI DALAM USAHA PEMBANTUTAN TOKOLAN UDANG WINDU (PENAEUS MONODON FABRICUS) DI KABUPATEN MAROS
ANALYSIS APPLICATION IN BUSINESS SEGMENTATION VARIABLES STUNTING PRAWNS (PENAEUS MONODON FABRICUS) IN MAROS REGENCY
Patang
Dosen Politeknik pertanian Negeri Pangkep
Dosen Politeknik pertanian Negeri Pangkep
ABSTRAK
Penelitian mengenai aspek segmentasi pengusaha pembantutan udang windu di Kabupaten Maros yang meliputi kondisi geografi dan demografi dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010 dengan tujuan untuk mengetahui penerapan variabel segmentasi (geografi, demografi, psikografi dan tingkah laku) terhadap pengusaha pembantutan di Kabupaten Maros.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi geografi, dan luas areal tambak di Kabupaten Maros terus mengalami peningkatan, sama dengan berbagai daerah lain di Sulawesi Selatan, baik perluasan tambak dengan penebangan hutan bakau yang diubah fungsinya menjadi lahan tambak, maupun perubahan status tanah dari lahan pertanian menjadi lahan tambak. Selanjutnya, kondisi demografi, menunjukkan tingkat pendidikan pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros tingkat pendidikan responden pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros masih tergolong rendah, jumlah anggota rumah tangga umumnya antara 3-4 (55,56%), sedangkan pengalaman berusaha pengusaha pembantutan tokolan udang windu cukup tinggi dimana sebagian besar memiliki pengalaman berusaha antara 5-9 (66,67%).
ABSTRACT
Research on aspects of business segmentation stunting prawns in Maros Regency which covers geography and demographics conducted from April to August 2010 with the aim to determine the application of segmentation variables (geographic, demographic, psychographic and behavioral) to employers pembantutan in Maros Regency.
The results showed that the geographical conditions, and embankment area in Maros Regency continued to increase, together with various other areas in South Sulawesi, both the expansion of the pond with mangrove deforestation converted into fishponds and their functions, as well as changes in land status from agricultural land into land ponds. Furthermore, demographic, education level of entrepreneurs stunting prawns in Maros Regency education level of respondents stunting prawns entrepreneurs in Maros Regency is still low, the number of household members is generally between 3-4 (55.56%), whereas the experience of trying stunting prawns businessmen is quite high with most having between 5-9 business experience (66.67%).
PENDAHULUAN
Budidaya udang windu mulai berkembang sebagai suatu usaha industri sejak tahun 1980-an, namun pemanfaatannya masih sering mengalami berbagai kendala terutama yang disebabkan oleh serangan organisme patogen sehingga mengakibatkan menurunnya produksi, baik pada usaha pembenihan maupun pada usaha pembesaran di tambak (Atmomarsono, 2000).
Produksi udang Indonesia hingga tahun 1990 baru mencapai rata-rata sebesar 360 kg/ha/tahun, sementara tahun 2004 produksi udang Sulawesi Selatan telah mencapai 628,45 kg/ha/tahun (Dinas Perikanan Sulawesi Selatan, 2004).
Salah satu penyebab kegagalan budidaya udang intensif adalah penurunan mutu lingkungan habitat udang yang diakibatkan oleh penumpukan bahan an organik yang tejadi selama proses budidaya yang disebabkan oleh penggunaan input yang tidak tepat baik mutu maupun jumlahnya, seperti pemberian pakan dan obat-obatan dalam jumlah besar dan tidak terkontrol (Monoarfa, 2000). Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan habitat udang intensif yang disebakan oleh akumulasi bahan organik. Namun usaha ini belum banyak membantu dalam perbaikan mutu tanah dasar tambak udang intensif.
Kabupaten Maros yang merupakan salah satu kabupaten sentra produksi udang memiliki potensi tambak seluas 9.153,08 ha dengan potensi produksi (bandeng dan udang) sebesar 15.539,46 ton. Khusus udang memiliki potensi sebesar 3.669,81 ton (23,62%). Potensi tambak Kabupaten Maros terdiri atas lima kecamatan, yaitu Kecamatan Bontoa sebesar 8.323,2 ton, Kecamatan maros baru sebesar 3.108,62 ton, Kecamatan Marusu sebesar 2.524,68 ton,Kecamatan lau sebesar 1.496,51 ton dan Kecamatan turikale sebesar 86,45 ton. Sedangkan khusus potensi udang sebesar 3.669,81 ton terdiri atas Kecamattan Bontoa sebesar 1.958,4 ton, Kecamatan maros Baru sebesar 731,44 ton, Kecamatan Marusu sebesar 594,04 ton, Kecamatan Lau sebesar 352,12 ton, Kecamatan Turikale sebesar 20,31 ton dan Kecamatan Mandai sebesar 13,5 ton (Patang, 2007).
Usaha pembantutan telah lama digalakkan oleh pengusaha pembantutan, termasuk di Kabupaten Maros. Namun demikian dalam memasarkan produknya berupa benur hasil pembantutan masih menghasdapi berbagai macam kendala, terutama kurangnya pembeli benur tersebut akibat kegagalan dalam budidaya udang di tambak. Dengan demikian, usaha pembantutan tokolan udang windu tidak dapat dilepaskan dengan usaha tambak udang yang dilakukan oleh petani tambak.
Dengan adanya pembantutan benur windu, maka dari segi ekonomi dapat memberikan nilai ekonomi yang tinggi karena pertumbuhan udang akan lebih cepat sehingga terjadi efesiensi penggunaan pakan oleh udang, biaya tenaga kerja dapat ditekan, dan dari segi teknis dengan adanya pembantutan, maka amoniak serta gas beracun lainnya dapat ditekan, serta akan melahirkan udang dengan vitalitas tinggi yang sudah barang tentu akan berpengaruh pada sintasan udang windu. Dengan pertumbuhan dan sintasan yang cukup tinggi akan berdampak pada peningkatan produksi dan produktivitas, yang secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan pendapatan petani tambak.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan variabel segmentasi (geografi, demografi, psikografi dan tingkah laku) terhadap pengusaha pembantutan di Kabupaten Maros.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan Kabupaten Maros. Alasan mendasar yang dijadikan pertimbangan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah kabupaten ini banyak terdapat pengusaha dan telah dikembangkan pembantutan tokolan udang windu, juga diharapkan akan mengangkat permasalahan yang sangat relevan dengan obyek penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010.
Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan menggambarkan sifat, keadaan, gejala atas suatu obyek yang diteliti. Secara kongkrit dalam mengumpulkan data dalam penelitian dilakukan melalui observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti, wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengadakan wawancara lansung dengan pengusaha pembantutan tokolan udang windu, serta para konsumen yang dalam hal ini petani tambak, serta dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan mempelajari laporan dan dokumentasi para pengusaha pembantutan tokolan udang windu serta petani tambak.
Dalam mengumpulkan data terhadap obyek penelitian yaitu pengusaha pembantutan tokolan udang dan petani tambak dilakukan secara purpossive sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling menurut Nomogram Harry King dalam Sugiyono (2004) yang mengambil sampel dengan tingkat kesalahan sebesar 5% atau tingkat kepercayaan sampel mewakili populasi 95% yaitu jumlah sampel dikalikan 58% dari populasi Pengambilan sampel terhadap petani tambak dilakukan terhadap petani tambak yang mengelola tambaknya dengan sistem tradisional.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari lapangan dengan cara observasi pada lokasi petani tambak, baik terhadap pengusaha pembantutan tokolan udang windu. Sedangkan data sekunder yang digunakan pada penelitian ini sumber pada laporan penelitian maupun laporan dari instansi tertentu yang relevan dengan penelitian ini. Setelah data dikumpulkan dan diolah, proses selanjutnya adalah melakukan analisis data dengan menggunakan metode analisis deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Geografi
Luas areal tambak yang dikelola untuk budidaya udang di Kabupaten Maros sebesar 9.225,79 ha yang terdiri atas Kecamatan Bontoa sebesar 4.898 ha, Kecamatan Maros Baru sebesar 1.868, 60 ha, Kecamatan Marusu sebesar 1.485,11 ha, Kecamatan Lau sebesar 880,30 ha, Kecamatan Turikale sebesar 50,78 ha, dan Kecamatan Mandai sebesar 45 ha. Luas areal tambak di Kabupaten Maros terus mengalami peningkatan, sama dengan berbagai daerah lain di Sulawesi Selatan, baik perluasan tambak dengan penebangan hutan bakau yang diubah fungsinya menjadi lahan tambak, maupun perubahan status tanah dari lahan pertanian menjadi lahan tambak.
Kondisi geografi yang sedemikian inilah yang menyebabkan semakin tumbuh dan berkembangnya usaha pembantutan tokolan udang windu di kabupaten Maros, karena hasil pembantutan tokolan udang windu yang diproduksi selain dapat digunakan untuk petani tambak di sekitar usaha pembantutan, juga dapat digunakan oleh petani tambak yang berasal dari daerah lain.
Demografi Pendidikan
Salah salah satu tolok ukur dari kualitas sumberdaya manusia adalah tingkat pendidikan yang ditamatkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan diharapkan akan membawa kearah peningkatan taraf hidup masyarakat. Keberhasilan yang dicapai dalam bidang pendidikan merupakan salah satu indikator keberhasilan dalam pembangunan suatu daerah. Peningkatan sumberdaya manusia melalui pendidikan diharapkan akan mendorong produktivitas kerja dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Oleh sebab itu, aspek pendidikan merupakan salah satu aspek dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk melaksanakan pembangunan yang mendapat prioritas penting di Sulawesi Selatan.
Sementara itu, tingkat pendidikan pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros menunjukkan terdapat sekitar 33,33% yang telah menamatkan pendidikan SMP, sedangkan sisanya 66,67% tamat sekolah dasar (SD), dan tidak terdapat responden yang menamatkan pendidikan SMA maupun sarjana. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan responden pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros masih tergolong rendah. Rendahnya pendidikan responden tersebut dapat berimplikasi kepada metode dan teknik pengembangan usaha yang kurang berkembang. Sedangkan tingkat pendidikan petani tambak Sulawesi Selatan didominasi oleh petani tambak yang tamat SD sebesar 54,74%, menyusul tamat SMP sebesar 35,04%, tamat SMA sebesar 5,84%, tidak tamat SD (tidak pernah sekolah atau sekolah tetapi tidak tamat) sebesar 2,92%, dan sarjana hanya sebesar 1,46%. Masih rendahnya tingkat pendidikan petani tambak Sulawesi Selatan juga merupakan salah satu penyebab masih sulitnya bagi mereka untuk menerima dan melaksanakan inovasi atau teknologi baru pertambakan (Patang, 2007).
Demikian pula tingkat pendidikan yang ditamatkan petani tambak di Kabupaten Maros menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ditamatkan petani tambak di Kabupaten Maros umumnya adalah tamat SD sebesar 50%, menyusul tamat SMP sebesar 42,31%, dan tamat SMA sebesar 7,69%. Sementara itu, tidak terdapat petani tambak yang tidak tamat SD maupun sarjana. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan pengusaha pembantutan maupun petani tambak di Kabupaten Maros tergolong masih rendah karena masih didominasi oleh tamat SD, sehingga dengan pendidikan yang masih rendah tersebut akan mempengaruhi pola pikir petani tambak dalam mengembangkan budidaya tambak. Sementara diketahui bahwa sumberdaya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan, karena melalui pendidikan dapat ditingkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Disamping itu, pendidikan memegang peran dalam perkembangan dan kemajuan bangsa, ekonomi dan sosial.
Jumlah Anggota Rumah Tangga
Jumlah anggota rumah tangga masih merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam rumah tangga masyarakat, baik sebagai petani tambak maupun lainnya, karena sebagian besar masyarakat dalam mengelola usahanya masih menggunakan anggota rumah tangga sendiri sebagai tenaga kerja. Jumlah anggota keluarga yang besar dapat menjadi sumber tenaga kerja yang murah karena umumnya sumber tenaga kerja dalam usaha tambak udang berasal dari anggota keluarga sendiri. Namun yang menjadi kendala pada jumlah anggota keluarga yang besar adalah besarnya jumlah tanggungan keluarga sehingga kadang mengalami kesulitan dalam memperbaiki kualitas hidup keluarga.
Jumlah rumah tangga penduduk biasanya memegang peranan penting dalam suatu keluarga. Jumlah anggota rumah tangga dapat memberikan manfaat apabila dapat bekerja sebagai tenaga kerja keluarga, akan tetapi dapat menimbulkan masalah apabila anggota keluarga yang bersangkutan hanya menjadi beban keluarga. Jumlah rumah tangga sangat berpengaruh terhadap tingkat produksi dan pendapatan petani tambak karena umumnya tenaga kerja yang digunakan umumnya berasal dari anggota keluarga sendiri. Jumlah anggota rumah tangga memegang peranan penting dalam pengembangan usaha, termasuk pada budidaya udang, karena umumnya sumber tenaga kerja utama adalah anggota keluarga, sehingga apabila anggota keluarga dijadikan sebagai tenaga kerja, maka akan memberikan keuntungan bagi kegiatan usaha dimana tingkat pembayaran upah terkadang kurang diperhatikan, meskipun sebenarnya harus diberi upah berdasarkan proporsional.
Jumlah anggota rumah tangga pengusaha pembantutan di Kabupaten Maros menunjukkan terdapat 22,22% yang memiliki jumlah anggota rumah tangga antara 0-2 dan ≥ 5, serta 55,56% yang memiliki anggota rumah tangga antara 3-4 orang. Jumlah anggota rumah tangga ini umumnya juga dijadikan sebagai tenaga kerja dalam usaha pembantutan tokolan udang di Kabupaten Maros.
Pengalaman Berusaha
Pengalaman berusaha memegang peranan yang cukup besar dalam pengembangan usaha. Semakin tinggi pengalaman berusaha seseorang, maka kemungkinan semakin banyak tantangan dan hambatan yang telah dilalui, dan dalam menjalankan suatu usaha akan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan sehingga dengan pengalaman berusaha yang memadai, maka dapat diselesaikan permasalahan tersebut secara bijaksana.
Pengalaman berusaha pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros menunjukkan angka yang cukup tinggi dimana sebagian besar memiliki pengalaman berusaha antara 5-9 tahun sebesar 66,675, sisanya lebih dari 10 tahun sebesar 22,22% dan 11,11% yang memiliki pengalaman berusaha antara 1-4 tahun.
Angka ini menunjukkan bahwa pengalaman berusaha sebagai pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros cukup tinggi, namun cara dan teknik pengelolaan usahanya masih bersifat tradisional dan turun temurun serta merupakan usaha keluarga yang dijalankan menurut pengalaman yang terdahulu. Sedangkan menurut Utojo, dkk., (1989) kendala dalam pengembangan budidaya udang di Indonesia diantaranya desain, pengelolaan dan teknik operasional sehingga masih sering mengalami kegagalan. Oleh sebab itu, dalam usaha peningkatan produksi udang windu, diharapkan setiap petani tambak memperbaiki kesuburan tambak melalui pemupukan dan pengelolaan air yang lebih intensif untuk memperoleh daya dukung yang lebih besar. Di samping itu, pemberantasan hama lebih diintensifkan dan diadakan perbaikan konstruksi tambak serta saluran air sehingga akan diperoleh kualitas air tambak yang dapat dikendalikan dan cocok untuk kehidupan udang windu yang dipelihara (Alifuddin, 2001).
Psikografi dan Tingkah Laku
Kegiatan berusaha pembantutan tokolan udang windu didukung oleh minat petani tambak di sekitarnya maupun dari daerah lain yang selalu memanfaatkan benur windu hasil pembantutan untuk dibudidayakan di tambak. Hal ini didukung oleh penelitian Patang (2007) yang menyatakan bahwa sebagian besar petani tambak di Sulawesi Selatan, termasuk Kabupaten Maros cenderung memanfaatkan benur hasil pembantutan atau melakukan pembantutan sendiri dalam melakukan kegiatan usaha budidaya tambak udang karena mereka meyakini bahwa dengan pembantutan tokolan udang windu dapat mengurangi resiko kegagalan dalam berusaha tambak. Selanjutnya dikemukakan bahwa dengan berbagai permasalahan yang dihadapi petani tambak, seperti tingginya tingkat kematian pada awal penebaran sehingga sulit untuk memprediksi jumlah udang yang hidup pada awal penebaran. Di samping itu, dengan menerapkan pembantutan memerlukan banyak tenaga apabila dilakukan sendiri, atau harganya relatif mahal apabila dibeli dari pengusaha pendederan.
Penerapan model pembantutan tokolan udang dalam budidaya udang yang dilakukan petani tambak di Kabupaten Maros menunjukkan terdapat 46,16% sedangkan sisanya menggunakan berbagai model penebaran. Perilaku dari konsumen tokolan udang windu tersebut menyebabkan usaha pembantutan tokolan udang windu semakin banyak dan sering dilakukan oleh banyak petani, namun berbagai kendala yang sering menyebabkan usaha ini menjadi kurang berkembang, diantaranya kurang lancarnya pembayaran bagi pembeli/konsumen petani tambak. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan penerapan model pembantutan dalam usaha budidaya di tambak jika dibandingkan dengan hasil penelitian Patang (2007) menyatakan bahwa penerapan model pembantutan tokolan udang dalam budidaya udang yang dilakukan petani tambak di Kabupaten Maros menunjukkan terdapat 30,77% petani tambak yang menerapkan model pembantutan, 15,39 % petani tambak menerapkan model aklimatisasi, dan sisanya sebanyak 53,86 % petani tambak menerapkan model penebaran langsung.
KESIMPULAN
- Berdasarkan kondisi geografi, luas areal tambak di Kabupaten Maros terus mengalami peningkatan, sama dengan berbagai daerah lain di Sulawesi Selatan, baik perluasan tambak dengan penebangan hutan bakau yang diubah fungsinya menjadi lahan tambak, maupun perubahan status tanah dari lahan pertanian menjadi lahan tambak.
- Berdasarkan kondisi demografi, maka tingkat pendidikan pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros tingkat pendidikan responden pengusaha pembantutan tokolan udang windu di Kabupaten Maros masih tergolong rendah, jumlah anggota rumah tangga umumnya antara 3-4 (55,56%), sedangkan pengalaman berusaha pengusaha pembantutan tokolan udang windu cukup tinggi dimana sebagian besar memiliki pengalaman berusaha antara 5-9 (66,675).
- Penerapan model pembantutan tokolan udang dalam budidaya udang yang dilakukan petani tambak di Kabupaten Maros menunjukkan terdapat 46,16% sedangkan sisanya menggunakan berbagai model penebaran dan aklimatisasi.
DAFTAR PSUTAKA
Alifuddin, M. 2001. Pengembangan BudidayaTambak Udang Windu Berkelanjutan Dalam Perspektif Perundangan. Makalah Falsafah Sains. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor
Atmomarsono, M. 2000. Teknologi Budidaya Udang Berkelanjutan. Balai Penelitian Perikanan Pantai maros. Makalah pada Konferensi Nasional II Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia, Makassar 15-17 Mei 2000.
Dinas Perikanan Sulawesi Selatan. 2004. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Bone. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. 105 hal.
Monorfa, W. 2000. Kerasterisasi dan Pengelolaan Residu Organik pada Tanah dasar Tambak Udang Intensif. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Patang. 2007. Analisis Ekonomi Pembantutan Tokolan Udang Windu Dalam Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Petani Tambak di Sulawesi Selatan. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
Utojo., F. Cholik., A. Mansur., dan A.G. Mangawe 1989. Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan, Daya Kelulusan Hidup dan Produksi Udang Windu (Penaeus monodon fabricius) Dalam Keramba Jaring Apung di Muara Sungai Binasangkara. Jurnal Penelitian Bdidaya Pantai, maros 5 (1) : 95-101
Atmomarsono, M. 2000. Teknologi Budidaya Udang Berkelanjutan. Balai Penelitian Perikanan Pantai maros. Makalah pada Konferensi Nasional II Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia, Makassar 15-17 Mei 2000.
Dinas Perikanan Sulawesi Selatan. 2004. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Bone. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. 105 hal.
Monorfa, W. 2000. Kerasterisasi dan Pengelolaan Residu Organik pada Tanah dasar Tambak Udang Intensif. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Patang. 2007. Analisis Ekonomi Pembantutan Tokolan Udang Windu Dalam Meningkatkan Produksi dan Pendapatan Petani Tambak di Sulawesi Selatan. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
Utojo., F. Cholik., A. Mansur., dan A.G. Mangawe 1989. Pengaruh Padat Penebaran terhadap Pertumbuhan, Daya Kelulusan Hidup dan Produksi Udang Windu (Penaeus monodon fabricius) Dalam Keramba Jaring Apung di Muara Sungai Binasangkara. Jurnal Penelitian Bdidaya Pantai, maros 5 (1) : 95-101
Tidak ada komentar:
Posting Komentar