Senin, 12 Mei 2014

JURNAL: STRATEGI PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT (KAPPAPHYCUS ALVAREZII) DI KECAMATAN MANDALLE KABUPATEN PANGKEP

STRATEGI PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT (KAPPAPHYCUS ALVAREZII) DI KECAMATAN MANDALLE KABUPATEN PANGKEP

THE SEAWEED DEVELOPMENT STRATEGY (KAPPAPHYCUS ALVAREZII) IN THE DISTRICT MANDALLE OF PANGKEP REGENCY

Patang
Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian Fakultas Teknik, UNM

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengembangan budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Setember 2013 di Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep. Metode pengumpulan data terdiri atas observasi, dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan strategi Strength-Opportunity (SO) yang digunakan adalah memanfaatkan seluruh potensi laut yang dimiliki menjadi usaha budidaya rumput laut, pengolahan, menerapkan metode yang sesuai, mencari peluang pasar yang lebih besar serta memanfaatkan sumber tenaga kerja keluarga secara optimal. Strategi Strength-Treath (ST)  yang digunakan  adalah meningkatkan produksi dengan melakukan budidaya rumput laut tepat waktu dan metode untuk menghindari penyakit ais-ais serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budidaya rumput laut di tingkat petani. Strategi Weakness-Opportunity (WO)  yang digunakan dengan meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian dan pemerintah untuk mendapatkan bibit tahan penyakit, berbagai sumber permodalan meningkatkan kinerja kelompok. Sedangkan strategi Weakness-Treath (WT)  yang digunakan adalah memanfaatkan dukungan pemerintah serta memperbanyak mengikuti penyuluhan dan/atau pelatihan budidaya rumput laut

Kata Kunci: Strategi, pengembangan, rumput laut

ABTRACT

This study aims to determine the development strategy of cultivating seaweed Kappaphycus alvarezii in Pangkep. This study was conducted in July to Setember 2013 in the District of Mandalle of Pangkep Regency. Data collection method consists of observation, and interviews. The Analysis of data used the SWOT analysis.

The results showed that SO strategy used is to utilize the full potential of becoming possessed marine seaweed cultivation, processing, applying appropriate methods, seeking greater market opportunities and utilize resources optimally family labor. ST strategy used is to increase production by seaweed cultivation on time and method to avoid disease ais-ais and increase the knowledge and skills of seaweed farming at the farm level.

WO strategies are used to enhance the cooperation with research institutes and governments to obtain disease-resistant seeds, various sources of capital improves the performance of groups of WT strategy used is to utilize and increase government support following the extension and / or training seaweed farming.

Keywords: strategy, development, seaweed

PENDAHULUAN

Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan sebagai bahan makanan, minuman dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti agar-agar, alginat dan karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam industri (Istini, 1998). Selanjutnya (Suwandi, 1992) menyatakan sebagian besar rumput laut di Indonesia diekspor dalam bentuk kering.

Budidaya rumput laut khususnya jenis Kappaphycus alvarezii telah dikelola dan dikembangkan oleh petani rumput laut di Sulawesi Selatan, termasuk Kabupaten Pangkep, tetapi pengembangannya mulai pesat sekitar 10 tahun yang lalu. Pada mulanya, para petani rumput laut melakukan budidaya secara perorangan, namun dengan melihat keberhasilan petani yang satu kemudian diikuti oleh petani yang lain, demikian seterusnya sampai usaha budidaya rumput laut ini semakin banyak diusahakan oleh petani rumput laut atau nelayan yang bermukim di sekitar pesisir pantai sampai ke pulau-pulau. Namun demikian, tidak sedikit petani yang gagal atau tidak mampu bertahan dengan berbagai masalah yang timbul seperti rendahnya produksi serta penyakit ais-ais (Patang dkk, 2009).

Para petani rumput laut memiliki keterbatasan seperti pengetahuan tentang budidaya rumput laut. Mereka lebih banyak hanya mengandalkan pengalaman yang dilakukan seorang petani rumput laut, kemudian diikuti oleh petani rumput laut lainnya. Demikian pula dengan persoalan manajemen yang juga tergolong masih kurang.

Sampai saat ini eksistensi mitra (petani rumput laut) dengan masyarakat sekitar cukup besar, diantaranya adalah dapat membuka lapangan kerja baru, dimana para nelayan di daerah ini sebelum adanya budidaya rumput laut, mereka hanya menggantungkan hidupnya atau hanya bermata pencaharian sebagai nelayan penangkap ikan dengan berbagai alat tangkap, tetapi dengan adanya usaha rumput laut yang berkembang di daerah ini, para nelayan telah berkembang usahanya menjadi usaha menangkap ikan dan juga berusaha budidaya rumput laut.

Dengan demikian, dengan adaya pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Pangkep ini diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat khususnya para nelayan dan keluarga nelayan serta masyarakat lainnya.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini berujuan untuk mengetahui strategi pengembangan budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Pangkep.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Setember 2013 bertempat di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep. Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder, dengan metode yang digunakan berupa metode pengamatan langsung (observasi) di lapangan, metode wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya serta penelitian pustaka.

Untuk menjawab permasalahan yang menyangkut strategi pengembangan rumput laut di Kabupaten Pangkep dianalisis dengan analisis SWOT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam menjelaskan strategi yang dapat digunakan dalam pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Pangkep dianalisis dengan analisis SWOT  yaitu suatu metode yang bertujuan untuk memperhitungkan faktor–faktor non ekonomis yang merupakan salah satu faktor penentu pengembangan budidaya rumput laut khususnya jenis Kappahycus alvarezii Kabupaten Pangkep. Analisis SWOT ini dilakukan dengan mengidentifikasi 4 faktor, yaitu peluang (Opportunity), ancaman (Threats), kekuatan (Straingth), dan kelemahan (Weakness). Dua yang pertama merupakan faktor eksternal, sedangkan dua faktor terakhir merupakan faktor internal. Hasil identifikasi kemudian dianalisis dengan cara mencari relasi yang titik temu keempat faktor tersebut dalam sebuah matriks SWOT seprti pada Tabel 1.

Tabel 1. Matriks Analisis SWOT Pengembangan Budidaya Rumput Laut Jenis Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Pangkep
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Peluang (O):
  1. Potensi laut untuk budidaya rumput laut di Kabupaten Pangkep sangat luas
  2. Dukungan dari pemerintah kabupaten dan provinsi
  3. Hasil produksi rumput laut dapat dirubah menjadi berbagai bentuk olahan
  4. Permintaan pasar rumput laut semakin meningkat
  5. Kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Ancaman (T):
  1. Adanya penyakit rumput laut ais-ais
  2. Kekurangan bibit saat dibutuhkan
  3. Produksi rumput laut dari daerah lain
Kekuatan (S):
  1. Motivasi untuk menjadikan usaha budidaya rumput laut sebagai mata pencaharian utama
  2. Lokasi budidaya jauh dari industri dan sumber pencemaran lainnya
  3. Dalam mengembangkan rumput laut Kappaphycus alvarezii dapat dilakukan dengan berbagai metode budidaya
  4. Pemasaran produk mudah
  5. Sumber tenaga kerja mudah dan murah
  6. Pengalaman berusaha petani rumput laut
Strategi SO:
  1. Memanfaatkan seluruh potensi laut yang dimiliki menjadi usaha yang mampu menghasilkan seperti budiaya rumput laut
  2. Melakukan pengolahan rumput laut dalam berbagai bentuk olahan yang mampu menghasilkan
  3. Menerapkan metode budidaya rumput laut yang tepat
  4. Mencari peluang pasar yang lebih besar
  5. Memanfaatkan sumber tenaga kerja keluarga secara optimal
  6. Optimalisasi usaha budidaya rumput laut sebagai sumber PAD
Strategi ST:
  1. Melakukan budidaya rumput laut tepat waktu dan metode untuk menghindari penyakit ais-ais
  2. Meningkatkan produksi dan kualitas produk rumput laut yang dihasilkan
  3. Menjadikan rumput laut menjadi salah satu ikon Kabupaten Pangkep
  4. Memanfaatkan sumber tenga kerja dari dalam kabupaten secara optimal
  5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budidaya rumput laut di tingkat petani
Kelemahan (W):
  1. Pengetahuan dan keterampilan tentang budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii petani rumput laut terbatas pada kebiasaan yang sudah ada
  2. Keterbatasan bibit rumput laut yang seragam dengan kualitas tinggi
  3. Permodalan
  4. Tingkat pendidikan petani rumput laut
  5. Kelompok yang terbentuk kurang bekerja secara maksimal
Strategi WO:
  1. Memanfaatkan potensi laut untuk budidaya secara optimal
  2. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian dan pemerintah untuk mendapatkan bibit tahan penyakit
  3. Meningkatkan kerjsama dengan berbagai sumber permodalan
  4. Meningkatkan kinerja kelompok yang telah terbentuk
Strategi WT:
  1. Peningkatan dukungan Pemerintah
  2. Memperbanyak mengikuti penyuluhan dan/atau pelatihan budiaya rumput laut
  3. Menambah kerjsama dengan semua pihak dalam menciptakan peluang pasar dan sumber permodalan
  4. Memperbanyak diskusi kelompok tentang pemecahan masalah dalam budidaya rumput laut.

Strategi SO:

1. Memanfaatkan seluruh potensi laut yang dimiliki menjadi usaha yang mampu menghasilkan melalui budiaya rumput laut

Kabupaten Pangkep memiliki luas laut sebesar 17.100 km2, dan jika potensi ini dimanfaatkan secara optimal untuk budidaya rumput laut, maka akan memberikan pendapatan yang tidak kecil bagi petani rumput laut. Potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Pangkep mencapai 7.174 ton. Dari 7.174 ton potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Pangkep, maka Kecamatan Mandalle memiliki peran yang strategis dalam pengembangan budidaya rumput laut tersebut.

Wilayah Kecamatan Mandalle merupakan salah satu wilayah yang banyak diusahakan budidaya rumput laut oleh masyarakatnya. Dalam pengembangan budidaya rumput laut ini terdapat beberapa faktor pembatas diantaranya keterlindungan perairan dan kondisi lingkungan. Menurut Mansyur (2008) keterlindungan perairan merupakan faktor pembatas utama untuk menentukan lokasi yang sesuai untuk budidaya rumput laut. Disamping itu, kondisi lingkungan perairan juga merupakan faktor pembatas untuk menentukan kesesuaian lahan rumput laut, dimana perairan dangkal dapat memberikan kerasteristik tersendiri terhadap arus dan gelombang.

2. Melakukan pengolahan rumput laut dalam berbagai bentuk olahan yang mampu menghasilkan

Sampai saat ini pengolahan rumput laut sudah dilakukan oleh petani rumput laut khususnya ibu-ibu dengan membuat berbagai hasil olahan rumput laut seperti lalapan rumput laut, manisan rumput laut, dodol rumput laut dan berbagai olahan lainnya. Namun pengolahan rumput laut yang dilakukan ini masih bersifat sederhana untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan belum dikelola dalam skala usaha agribisnis. Padahal jika usaha ini dikembangkan dapat memberikan pendapatan bagi petani rumput laut itu sendiri.

3. Menerapkan metode budidaya rumput laut yang tepat

Budidaya rumput laut merupakan salah satu usaha bidang perikanan yang mudah dilakukan dengan biaya dan modal yang tidak terlalu tinggi. Hasil wawancara dengan responden petani rumput laut menunjukkan bahwa 66,67% petani rumput laut menyatakan bahwa budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii mudah dilakukan dan hanya 33,33% yang menyatakan bahwa budidaya rumput laut jens ini membutuhkan keahlian tertentu.

Sampai saat ini metode budidaya rumput laut yang dilakukan oleh petani rumput laut di Kecamatan Mandalle adalah metode long line, meskipun sudah pernah dicoba dengan menggunakan sistem rakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patang dkk, 2009 yang melakukan penelitian penerapan berbagai metode budidaya rumput laut di Kecamatan Mandalle menunjukkan adanya perpedaan hasil panen/produk pada berbagai metode budidaya, dimana pada budidaya rumput laut yang dipelihara selama 40 hari memberikan hasil 279,75 kg dengan berat awal 55 kg, sedangkan dengan metode rakit dengan berat awal 35 kg hanya menghasilkan 124 kg.

Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian Hidayati (2009) bahwa sistem budidaya rumput laut di Kabupaten Takalar umumnya adalah sistem long line. Pada sistem ini pemeliharaan rumput laut dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Panen biasanya dilakukan pada saat rumput laut berumur 30 hari setelah tanam dengan cara melepas ikatan rumput laut di sepanjang bentangan, kemudian langsung dijemur diatas para-para bambu atau waring. Seluruh kegiatan penjemuran dilakukan oleh anggota keluarga sendiri.

4. Mencari peluang pasar yang lebih besar

Petani rumput laut di Kecamatan Mandalle menjual hasil panennya dalam bentuk basah maupun kering. Penjualan rumput laut secara basah dilakukan jika petani rumput laut yang lain ingin menjadikannya sebagai sumber bibit rumput laut pada usaha budidaya rumput lautnya dan/atau petani sangat memerlukan dana untuk kebutuhan hidupnya, sehingga pengeringan tidak dilakukan karena proses pengeringan memerlukan waktu yang relatif lama (2-3 hari), dan mereka sudah membutuhkan dana untuk kebutuhan hidup tersebut.

Hasil wawancara dengan responden petani rumput laut di Kecamatan Mandalle menunjukkan bahwa harga rumput laut di daerah ini adalah berfruktuasi. Namun demikian dalam hal pemasaran, petani rumput laut tidak mengalami kesulitan karena banyaknya pembeli rumput laut yang ada di daerah ini, baik yang berasal dari Kabupaten Pangkep maupun pembeli dari daerah lain. Hasil wawancara dengan responden petani rumput laut menunjukkan bahwa 73,33% petani rumput laut menjual hasil rumput lautnya ke pedagang pengumpul dan hanya 26,67% yang menjual rumput lautnya ke padagang perantara.

Dalam menjaga kestabilan harga rumput laut, dalam berbagai kegiatan seperti kegiatan penyuluhan yang sering diselenggarakan oleh Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, maka pada kegiatan tersebut dihadirkan pihak pembeli rumput laut agar terjadi kesepakatan dan kesepahaman yang saling menguntungkan antara petani rumput laut dan para pembeli rumput laut. Dalam menjamin kestabilan harga, maka perlu dilakukan yaitu memperkokoh kekuatan kelompok yang telah dibentuk, kelompok dapat menampung sementara digudang yang dikelola secara bersama, ketua dan anggota kelompok lainnya terus menerus memantau harga dan kestabilan harga, jangan melakukan budidaya dibawa umur yang dianjurkan, misalnya menimal 40 hari sehingga diperoleh hasil yang maksimal.

Melakukan kegiatan panen, pasca panen, dan pengeringan sesuai standar yang dianjurkan.

5. Memanfaatkan sumber tenaga kerja secara optimal

Sumber tenaga kerja yang digunakan petani rumput laut di Kecamatan Mandalle umumnya adalah dari keluarga sendiri, selebihnya dari luar keluarga. Tenaga kerja dari luar digunakan pada saat pengikatan bibit rumput laut, sedangkan pada saat budidaya umumnya dilakukan oleh tenaga kerja dari dalam keluarga petani. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2009) yang melakukan penelitian di Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar yang menyatakan bahwa semua pekerjaan dalam budidaya rumput laut dilakukan oleh tenaga kerja dari dalam keluarga petani dengan sistem kerja yaitu menanam bibit rumput laut sesuai dengan kemampuan anggota keluarga setiap hari, sehingga pada saat panen tidak dilakukan panen secara keseluruhan tetapi berdasarkan hari tanam rumput laut. Begitu pula dengan pekerjaan lainnya dikerjakan sepenuhnya oleh anggota keluarga.

6. Optimalisasi usaha budidaya rumput laut sebagai sumber PAD

Rumput laut dalam bentuk basah yang dihasilkan petani rumput laut di Kecamatan Mandalle dijual ke sesama petani rumput laut, sedangkan rumput laut dalam bentuk kering dijual ke padagang perantara yang ada di Kabupaten Mandalle. Selanjutnya, pedagang perantara menjual rumput lautnya ke eksportir yang ada di Kota Makassar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2009) menunjukkan bahwa pemasaran rumput laut di Kecamatan Mangarabombang terdiri atas 4 pola dan setiap rantai pemasaran rumput laut cukup bervariasi tergantung pada pola kerjasama atau ikatan yang terbentuk antara petani rumput laut dengan pihak pedagang pengumpul. Perbedaan jalur pemasaran rumput laut bermuara pada konsumen yang sama yaitu eksportir yang berada di Kota Makassar. Lebih lanjut dikatakan bahwa perbedaan pola jalur pemasaran berpengaruh pada tingkat harga, pangsa keuntungan dan biaya serta margin pemasaran yang dilakukan oleh setiap pelaku pemasaran rumput laut.

Strategi ST:

1. Melakukan budidaya rumput laut tepat waktu dan metode untuk menghindari penyakit ais-ais

Dalam menghindari penyakit ais-ais terhadap budidaya rumput laut, maka petani di Kecamatan Mandalle melakukan langkah-langkah yaitu melakukan penanaman secara serentak serta menghindari bulan/musim dimana kondisi perairan sangat tenang, pergerakan air rendah, ombak kecil karena pada kondisi ini biasanya penyakit aais-ais banyak menyerang. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa dampak yang ditimbulkan penyakit ais-ais adalah menyebakan pertumbuhan rumput laut menajdi lambat (73,33%) bahkan menyebabkan kematian rumput laut, dan 26,67 menyatakan penyebab utama kegagalan budidaya rumpuat laut adalah adanya serangan penyakit ais-ais.

Di samping itu, metode budidaya yang tepat diterapkan dalam menghadapi penyakit ais-ais adalah metode long line, sedangkan metode rakit pergerakan air menjadi lambat sehingga suplai oksigen menjadi berkurang.

2. Meningkatkan produksi dan kualitas produk rumput laut yang dihasilkan

Dalam meningkatkan produksi rumput laut di daerah ini, petani melakukan penanaman rumput laut tepat waktu, penggunaan bibit yang unggul, metode budidaya yang tepat, dan melakukan panen dan pasca panen secara tepat pula. Selain itu, dalam mengembangkan budidaya rumput laut perlu dilakukan strategi pengembangan budidaya rumput laut antara lain melalui pengelolaan lingkungan perairan berbasis ekologi,  penerapan aspek  teknologi  dalam budidaya rumput laut dengan tepat dan perlu dilakukan penataan kawasan budidaya berdasarkan daya dukung lingkungan.

3. Menjadikan rumput laut menjadi salah satu ikon Kabupaten Pangkep

Kabupaten/kota yang paling banyak menghasilkan rumput laut di Sulawesi Selatan adalah Kota Madya Palopo, Pangkep, Wajo, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone dan Barru. Kabupaten Pangkep, selain terkenal dengan hasil produksi bandengnya, diharapkan juga dapat mengembangkan budidaya rumput laut bahkan menjadikan rumput laut sebagai salah satu ikon Kabupaten Pangkep. Hal ini memungkinkan karena Kabupaten Pangkep memiliki panjang pantai yang cukup panjang yang membujur sepanjang jalan disebelah Selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Maros sampai di ujung Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Barru merupakan laut dan pesisir. Disamping itu, Kabupaten Pangkep memiliki 115 pulau sehingga sangat memungkinkan pengembangan rumput laut, khususnya jenis Kappaphycus alvarezii.

4. Memanfaatkan sumber tenga kerja dari dalam kabupaten secara optimal

Salah satu faktor pembatas dalam pengembangan budidaya rumput laut adalah sumberdara manusia atau tenaga kerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa rata-rata petani rumput laut di Kecamatan Mandalle memiliki jumlah keluarga yang cukup besar yaitu rata-rata sebesar 4,73 orang/kepala rumah tangga nelayan dengan pengalaman berusaha antara 3-20 tahun dan rata-rata 9,13 tahun. Hal ini menunjukkan juga bahwa prospek pengembangan budidaya rumput laut di daerah ini sangat besar. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar demikian, maka sangat memungkinkan dan memudahkan untuk mendapat sumber tenaga kerja yang banyak dan murah.

5. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budidaya rumput laut di tingkat petani

Dalam pengembangan budidaya rumput laut di Kecamatan Mandalle, selain tenaga kerja yang mudah diperleh dan pengalaman kerja di bidang rumput laut yang besar juga terdapat faktor pembatas yang lain yaitu tingkat pendidikan yang masih rendah. Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa rata-rata petani rumput laut di Kecamatan Mandalle memiliki tingkat pendidikan tertinggi yaitu SMA (6,66%), serta masing-masing 46,67% berpendidikan tamat SD dan SMP, sementara tidak ada yang sarjana. Untuk mengantisipasi hal ini, maka pihak Politeknik Pertanian Negeri Pangkep setiap tahun melakukan penyuluhan terhadap petani rumput laut yang terkait dengan metode budidaya, aspek permodalan, aspek kelembagaan dan aspek pembinaan.

Strategi WO:

1. Memanfaatkan potensi laut untuk budidaya secara optimal

Peluang pengembangan usaha rumput laut Eucheuma sp. sangat menjanjikan seiring dengan meningkatnya permintaan pasar sehingga peluang ini dimanfaatkan oleh masyarakat dengan melakukan usaha budidaya. Tujuan utama dalam suatu usaha yaitu memperoleh keuntungan. Semakin banyak keuntungan yang diperoleh, maka usaha akan semakin berkembang. Petani atau pengusaha dapat mengetahui seberapa besar keuntungan yang akan atau telah diperoleh dengan membuat suatu analisis usaha. Hasil analisis nantinya dapat digunakan untuk menilai kelayakan usaha yang dijalankan (Khordi, 2011).

Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii  adalah kesesuaian lahan. Hasil wawancara dengan responden petani rumput laut di Kecamatan Mandalle menunjukkan 100% petani rumput laut menyatakan bahwa jenis rumput laut Eucheuma cottoni cocok untuk dibudidayakan di Kecamatan Mandalle. Menurut Mansyur (2008), keberhasilan suatu usaha budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh kesesuaian lahan/perairan yang digunakan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa terdapat lima faktor pembatas utama yang dominan dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut yaitu keterlindungan perairan, kedalaman perairan, kecepatan arus, tinggi gelombang dan kecepatan arus. Selanjutnya Mansyur (2008) menyatakan faktor pembatas moderat dan sekunder lainnya berdasarkan nilai faktor pembobotnya dapat dibedakan atas nitrat, fosfat, jenis subtrat dasar perairan, kekeruhan, oksigen terlarut (DO), suhu, salinitas dan derajat keasaman.

2. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian dan pemerintah untuk mendapatkan bibit tahan penyakit

Sampai saat ini selain pemerintah Kabupaten Pangkep, petani rumput laut juga banyak mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, terutama dalam hal tehnis budidaya rumput laut. Beberapa tahun yang lalu petani rumput laut di daerah ini telah mendapatkan bantuan bibit rumput laut dari pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Namun demkian, kendala utama yang sering dialami oleh petani rumput laut di daerah ini adalah ketersediaan bibit pada saat dibutuhkan. Oleh sebab itu, beberapa waktu yang lalu pemerintah Provinsi Sulawesi selatan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan pernah mencanankan untuk menjadikan Kabupaten Pangkep sebagai sumber bibit.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden petani rumput laut menunjukkan bahwa 60% sumber bibit rumput laut yang dibudidayakan petani rumput laut di Kecamatan Mandalle berasal dari dalam kabupaten seperti berasal dari petani rumput laut lainn, sumber bibit dari luar diantaranya berasal dari Kabupaten Takalar, Palopo dan berbagai kabupaten lainnya. Alasan utama petani rumput laut memilih salah satu sumber bibit tersebut karena sumber bibit tersebut diyakini memiliki kelebihan diantaranya lebih tahan terhadap penyakit serta mudah untuk memperoleh bibit rumput laut tersebut.

3. Meningkatkan kerjasama dengan berbagai sumber permodalan

Sampai saat ini sumber permodalan utama bagi petani rumput laut di Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep adalah bersumber dari modal sendiri karena jika memperoleh sumber lain selain lembaga permodalan seperti pedagang pengumpul, maka dikwatirkan mendapat berbagai kendala terutama terkait dengan pemasaran. Seperti yang ditemukan oleh Hidayati (2009) yang melakukan penelitian di Kecamatan Mangarabombang menunjukkan  bahwa para petani rumput laut yang memperoleh modal dari pedagang pengumpul harus menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul yang memberinya modal dan tidak boleh dijual ke pedagang pengumpul lainnya karena telah terikat pada satu orang pedagang pengumpul. Hal ini biasanya dilakukan petani rumput laut karena desakan kebutuhan uang sehingga mereka dua penjualan hasil panennya ke pedagang pengumpul sesuai persentase pinjaman terbesar.

Namun demikian, hasil penelitian Hidayati (2009) juga menunjukkan bahwa kerjasama yang terjalin antara pedagang pengumpul dan petani rumput laut disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan. Kerjasama yang dilakukan menunjukkan adanya prinsip-prinsip saling ketergantungan, namun fakta menunjukkan bahwa kerjasama yang terbentuk tidak dibarengi dengan ikatan formal yang kuat.

4. Meningkatkan kinerja kelompok yang telah terbentuk

Sampai saat ini sudah terdapat beberapa kelompok petani rumput laut yang terbentuk di Kecamatan Mandalle, namun kinerja kelompok tersebud masih perlu ditingkatkan produktivitasnya terutama dalam mendiskusikan cara budidaya, pemasaran serta hal-hal lain yang terkait dengan usaha budidaya rumput laut di kelompoknya.

Strategi WT:

1. Dukungan Pemerintah

Pemerintah Kabupaten Pangkep sangat mendukung usaha budidaya rumput laut yang dilakukan petani rumput laut di Kecamatan Mandalle, hal ini dibuktikan dengan adanya bantuan berupa bibit serta bantuan tehnis lainnya yang diberikan pemerintah kabupaten kepada petani rumput laut. Dengan adanya usaha budidaya rumput laut di daerah ini dapat meningkatkan dan menggairahkan perekonomian masyarakat dan hal ini juga sesuai dengan program pembangunan perikanan Kabupaten Pangkep.

Hasil wawancara dengan rsponden petani rumput lau di Kecamatan Mandalle menunjukkan 53,33% petani rumput laut menyatakan dalam pengembangan budidaya rumput laut mendapat dukungan pemerintah, dan 46,67% menyatakan tidak mendapat dukungan. Dengan demikian masih perlu peningkatan dukungan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat petani rumput laut dalam mengembangkan usahanya.

Jenis bantuan dan/atau dukungan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten terhadap usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Mandalle menunjukkan 53,33% petani rumput laut mendapatkan dukungan daam bentuk perizinan, 33,33% dalam bentuk motivasi dan 13,34% dalam bentuk lainnya.

2. Memperbanyak mengikuti penyuluhan dan/atau pelatihan budiaya rumput laut

Hampir setiap tahun petani rumput laut mendapatkan penyuluhan tentang budidaya rumput laut dari Jurusan Budidaya Perikanan dan Agribisnis Perikanan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, sehingga setiap metode budidaya dan informasi baru termasuk informasi harga rumput laut cepat diketahui oleh petani rumput laut. Meskipun saat ini pihak Politeknik Pertanian Negeri Pangkep terus menerus aktif dalam memberikan penyuluhan kepada petani rumput laut di Kecamatan Mandalle, namun kegiatan ini masih perlu dan terus dikembangkan, terutama dalam mengatasi berbagai permasalahn petani rumput laut. Hasil wawancara dengan responden petani rumput laut di Kecamatan mandalle menunjukkan bahwa hambatan utama yang dialami oleh petani rumput laut adalah penyakit rumput laut (ais-ais) sebesar 100%. Hambatan lainnya, misalnya pemasaran meskipun juga terkadang terkendala dalam hal kestabilan harga tetapi bagi petani rumput laut di daerah ini, hal ini masih dapat diatasi tetapi penyakit rumput laut utamanya penyakit ais-ais dapat mematikan seluruh tanaman rumput laut yang dibudidayakan petani.

Selain masalah penyakit, permasalah lain yang sering diterima oleh petani rumput laut di Kecamatan Mandalle adalah lambatnya pertumbuhan rumput laut, terutama pada bulan-bulan tetentu seperti juli sampai agustus setiap tahun, sehingga pada saat demikian yang dilakukan oleh petani rumput laut adalah dengan  berupaya untuk mempertahankan saja usaha budidaya rumput lautnya.

3. Menambah kerjasama dengan semua pihak dalam menciptakan peluang pasar dan sumber permodalan

Sumber permodalan utama bagi petani rumput laut di Kecamatan Mandalle adalah modal sendiri ditambah dengan modal dari lembaga keuangan. Petani rumput laut umumnya menggunakan modal sendiri karena mereka mengalami kesulitan untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari bank, kalaupun ada jumlah kredit yang ditawarkan lembaga perbankan sangat sedikit yang tidak cukup untuk digunakan secara maksimal oleh petani rumput laut. Jika ingin budidaya rumput laut dapat berkembang dengan baik, maka petani rumput laut harus didekatkan dengan sumber permodalan lain seperti bank dan lembaga pembiayaan lain. Namun demikian, biasanya yang menjadi kendala utama masyarakat adalah lemahnya posisi tawar yang dimiliki.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2009) yang menunjukan bahwa sumber permodalan petani rumput laut Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar adalah dengan meminjam modal dan kebutuhan hidup sehari-hari dari para pedagang pengumpul dan sepakat untuk dipotong nilai pembayaran rumput lautnya oleh pedagang pengumpul bersangkutan. Setidaknya kondisi tersebut merupakan perangkap pedagang pengumpul untuk mengikat para petani rumput laut untuk kepastian dalam memperoleh hasil panen rumput laut. Selanjutnya dikatakan bahwa, pembelian rumput laut didominasi oleh pedagang pengumpul 1.

4. Memperbanyak diskusi kelompok tentang pemecahan masalah dalam budidaya rumput laut

Petani rumput laut yang ada di Kecamatan Mandalle umumnya sudah membentuk kelompok dan hanya sedikit yang berusaha budidaya rumput laut tanpa kelompok. Umumnya petani rumput laut tersebut melakukan diskusi dengan sesama petani rumput laut secara informal pada waktu senggang, pada saat melakukan pengikatan rumput laut dan saat pengeringan rumput laut. Para petani rumput laut mendiskusikan pengalaman masing-masing tentang metode yang digunakan agar budidaya rumput laut yang dilakukan berhasil mencapai produksi maksimal. Hasil diskusi ini kemudian diterapkan oleh petani rumput lain sehingga mereka mencapai keberhasilan bersama baik dilakukan sesama dalam satu kelompok maupun kelompok lainnya.

Kegatan diskusi yang dilakukan oleh petani rumput laut di Kecamatan Mandalle dilakukan baik secara formal maupun informal. Dalam bentuk formal biasanya jika bertepatan dengan kegiatan penyuluhan serta informal adalah dengan melakukan diskusi tentang budidaya rumput laut disela-sela waktu luang pada saat istirahat dan/atau saling mengunjungi ke rumah masing-masing untuk mendiskusikan permasalahan budidaya rumput laut yang sedang mereka jalankan.

KESIMPULAN

  • Strategi SO yang digunakan adalah memanfaatkan seluruh potensi laut yang dimiliki menjadi usaha budiaya rumput laut, pengolahan, menerapkan metode yang sesuai, mencari peluang pasar yang lebih besar serta memanfaatkan sumber tenaga kerja keluarga secara optimal
  • Strategi ST  yang digunakan  adalah meningkatkan produksi dengan melakukan budidaya rumput laut tepat waktu dan metode untuk menghindari penyakit ais-ais sert meningkatkan pengetahuan dan keterampilan budidaya rumput laut di tingkat petani
  • Strategi WO  yang digunakan dengan meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian dan pemerintah untuk mendapatkan bibit tahan penyakit, berbagai sumber permodalan meningkatkan kinerja kelompok
  • Strategi WT  yang digunaka adalah memanfaatkan dukungan pemerintah serta memperbanyak mengikuti penyuluhan dan/atau pelatihan budiaya rumput laut

DAFTAR PUSTAKA

Istini, S. dan Suhaimi.1998. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut, Lembaga Oseanologi Nasional, Jakarta.

Hidayati, W. 2009. Analisis struktur, Perilaku dan Keragaan Pasar Rumput Laut Eucheuma cottoni : Kasus di Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mansyu, K. Pengelolaan Sumberdaya Pulau Lingayan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Patang, Hasniar. A.P.S. Idris. 2010. Laporan Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) Kelompok Petani Rumput Laut. Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Suwandi, 1992, Isolasi dan Identifikasi Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii, Lembaga Penelitian Universitas Sumatra Utara, Medan

JURNAL: STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN (KASUS WILAYAH KEPULAUAN PANGKEP)

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN
(KASUS WILAYAH KEPULAUAN PANGKEP)

STRATEGY OF FISHERIES MANAGEMENT
(THE CASE PANGKEP ISLANDS OF REGION)

Patang
Staf Pengajar pada Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknik
Universitas Negeri Makassar
Alamat: Kampus UNM Parangtambung Lt. 1 Gedung Teknol Fakultas Teknik, UNM
Tlp. 0411-864935 Ps.120, e-mail: ptpft_unm@yahoo.com

ABSTRAK

Kecamatan Liukang Kalmas dan Tangaya memiliki potensi laut yang sangat besar, namun pemanfaatan dan hasilnya belum memberikan pengaruh yang signifikan kepada Kabupaten Pangkep, bahkan ada kecenderungan hasilnya keluar dari daerah Pangkep.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengelolaan perikanan di Kabupaten Pangkep khususnya di Kecamatan Liukang Tangaya dan Liukang Kalmas Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2012. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan dan sekunder dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara terstruktur dan metode pustaka. Selanjutnya, data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan strategi pengelolaan dan pengembangan perikanan yang dapat diterapkan di Kecamatan Liukang Kalmas dan Liukang Tangaya Kabupaten Pangkep yaitu pemanfaatan sumberdaya laut secara optimal, menghindari eksploitasi laut secara berlebihan, penangkapan ikan di daerah  potensial dengan alat tangkap yang ramah lingkungan, diversifikasi usaha, peningkatan pengetahuian, keterampilan dan kapasitas nelayan, pengaturan tata kelola laut, penggunaan sarana dan prasarana secara optimal dan teknologi tepat guna, pemanfaatan zona penangkapan, serta memperluas akses permodalan dan pasar.

Kata kunci: Strategi, pengelolaan, perikanan

ABSTRACT

Subdistrict Liukang Kalmas and Tangaya has a huge marine potential, but the use and the results are not yet a significant influence to Pangkep, there is even a tendency Pangkep result out of the area.

This study aims to determine strategies of fisheries management, especially in the District Pangkep Liukang Tangaya and Liukang Kalmas Pangkep. This study was conducted in July-September 2012. The data collected in this study consists of secondary and primary data and the methods of collecting data through observation, structured interviews and a literature method. Furthermore, the data collected were processed and analyzed with descriptive analysis and SWOT analysis.

The results showed fisheries management and development strategies that can be implemented in District Liukang Kalmas and Liukang Tangaya Pangkep optimal utilization of marine resources, avoid excessive exploitation of the sea, fishing in the area with the potential of environmentally friendly fishing gear, diversification, increased knowledge, skills and capacity of fishing, ocean governance arrangements, use of facilities and infrastructure in an optimal and appropriate technology, the use of arrest zone, as well as expand access to capital and markets.

Keywords: strategy, management, and fisheries

PENDAHULUAN

Industri perikanan tangkap di Indonesia merupakan industri yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari potensi sumberdaya perikanan yang terkandung di wilayah perairan nasional dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencapai lebih dari 6 juta ton/tahun. Potensi yang berlimpah tersebut juga didukung oleh keanekaragaman biota laut yang mencapai ribuan spesies. Namun, pemanfaatan potensi sumberdaya yang melimpah tersebut belum optimal, khususnya untuk perairan samudera. Hal ini dikarenakan terbatasnya ukuran kapal yang digunakan untuk menangkap ikan. Kapal merupakan sarana utama yang diperlukan untuk melakukan kegiatan perikanan, seperti pengangkutan, penangkapan ikan, dan penelitian (Rumanti, 2010).

Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) dicirikan dengan wilayah perairannya lebih luas dibandingkan daratannya dengan perbandingan 1 berbanding 17. Kabupaten Pangkep memiliki 117 pulau dan hanya 80 diantara yang berpenghuni, terbagi dalam 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tuppabiring, Kecamatan Liukang Kalmas dan Liukang Tangayya. Wilayah laut di Kabupaten Pangkep lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratannya. Oleh sebab itu, jika wilayah laut ini dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, maka akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Pangkep. Dari 12 kecamatan yang berada di Kabupaten Pangkep, maka terdapat kecamatan yang memiliki wilayah laut yang sangat luas bahkan berbatasan dengan wilayah terluar di Kabupaten Pangkep yaitu Kecamatan Liukang Tangaya dan Liukang Kalmas.

Masyarakat di dua kecamatan ini dalam berkomunikasi dengan dunia luar khususnya ibu kota Pangkep dan Makassar telah memanfaatkan sarana transportasi laut berupa kapal perintis bantuan dari Kementerian Perhubungan RI. Kapal Perintis yang akan melayani masyarakat kedua kecamatan terdepan di Kabupatan Pangkep berukuran 350 dwt dengan daya tampung kurang lebih 90 penumpang dan 70 ton barang. Kapal perintis ini telah didesign khusus untuk melayani rute di Kecamatan Liukang Kalmas dan Tangaya termasuk ketahanan menghadapi gelombang laut antara 1-2 meter dengan kondisi perairan yang banyak mengandung karang.

Penduduk Kabupaten Pangkep yang menetap di pulau-pulau kecil umumnya menggeluti usaha pemanfaatan sumberdaya laut, baik sebagai nelayan penangkap maupun pembudidaya. Lokasi penangkapan mereka berupa areal yang disebut taka yakni terumbu karang yang hidup di perairan yang relatif dangkal (reef patch). Nelayan dari daerah lain seperti Makassar, Sulawesi Barat, Bali, NTB, NTT, Madura, Sinjai, Takalar, seringkali beroperasi di wilayah kepulauan Liukang Tangaya.

Para nelayan pendatang tersebut menggunakan berbagai macam alat tangkap seperti, rumpon, purse seine (gae), pancing, bom, bius dan pukat, untuk mendapatkan hasil laut.  Sementara itu, jumlah alat tangkap ikan laut yang banyak digunakan nelayan lokal jaring insang tetap 991 unit, alat tangkap pancing 347 unit, dan pukat cincin 115 unit dan alat tangkap lainnya. Jenis ikan yang ditangkap antara lain ikan torani, lobster, kerapu, sunu, napoleon, katambak, tendro, teri, bawal hitam, gurita, tuna, cakalang, cucut, kerang-kerangan, baronang, ekor kuning, rapporappo dan ikan layang.

Potensi perikanan Kabupaten Pangkep terdiri atas hasil tangkapan perikanan laut mencapai 7.944,3 ton dan budidaya rumput laut 7.174 ton. Adapun jenis ikan di perairan Pangkep adalah peperek, gerot-gerot, kakap merah, kerapu, lencam, cucut, pari, layang, selar, kuwe, tetengkek, tenggiri, belanak, teripang, tembang, lamuru, kembung, gulama, cakalang, rajungan, udang putih, cumi-cumi, bawal putih, senanging, udang (dogol, windu, kipas), japuh, terubuk, tuna, teri, dan lain-lain.

Mengingat Kecamatan Liukang Kalmas dan Liukang Tangaya memiliki potensi perikanan yang cukup besar, maka diperlukan strategi yang baik dalam pengelolaan dan pengembangannya.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengelolaan perikanan di Kabupaten Pangkep khususnya di Kecamatan Liukang Tangaya dan Liukang Kalmas Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Liukang Tangaya dan Liukang Kalmas Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia pada bulan Juli-Oktober 2012. Penentuan lokasi ini karena kedua kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan dan sekunder dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara terstruktur dan metode pustaka. Selanjutnya, data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis SWOT yang terdiri atas Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang) dan Threat (ancaman) (Rangkuti, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa Aspek  Sektor Kelautan dan Perikanan

Terumbu karang

Terumbu karang merupakan suatu ekosistem pantai yang banyak manfaatnya, selain berfungsi sebagai pelindung pantai dari gempuran ombak, juga berfungsi sebagai tempat hidup dan mencari makan berbagai jenis ikan. Namun demikian sejalan dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan dan sulitnya mata pencaharian di darat telah memaksa nelayan untuk melakukan penangkapan ikan dengan cara menggunakan bahan peledak. Akibatnya banyak karang yang hancur, dan ikan-ikan kehilangan tempat tinggal dan tempat mencari makan. Selain itu pemanfaatan terumbu karang sebagai bahan bangunan juga merupakan andil rusaknya 73 terumbu karang (Edward dan Tarigan, 2003). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang yang hidup di ketiga desa yaitu Desa Lohia, Napabalano dan Motewe berkisar 0-25% atau dikatakan dalam kondisi rusak dan miskin, namun kondisi hidrologi masih sesuai sehingga dapat dikatakan bahwa kerusakan dan miskinnya terumbu karang di perairan Raha bukan disebabkan kondisi hidrologinya.

Pendekatan konservasi dalam menetapkan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Pangkep adalah didasarkan pada tingginya angka kerusakan terumbu karang. Pada tahun, COREMAP melaporkan kondisi terumbu karang di Kabupaten Pangkep 74,26% dalam kondisi rusak dan hanya 25,74% dalam kondisi baik dari total luas keseluruhan terumbu karang sebesar 27.027,71 ha. Kondisi ini sangat memprihatinkan, olehnya itu diperlukan upaya maksimal dan secepat mungkin dalam mengatasi masalah tersebut, sebab bila tidak, bukan saja kita kehilangan sumber keanekaragaman plasma nutfah, ekosistem pendukung kehidupan dan penyangga sumberdaya pangan, tetapi juga hampir sekitar 53.355 jiwa lebih terancam kehilangan mata pencaharian.

Over fishing dan Stock Ikan

Produksi perikanan tangkap dari perairan pantai di Kabupaten Pangkep cenderung menunjukan gejala over fishing (kelebihan tangkapan) yang ditunjukan dengan penurunan produksi ikan tangkapan. Selain itu, dengan keberadaan stok ikan yang semakin menipis memaksa nelayan untuk memperluas daerah penangkapannya sampai melintasi teritorial lain bahkan sampai lintas propinsi yang terkadang menimbulkan konflik kepentingan dengan nelayan setempat.

Pengelolaan kelautan dan perikanan saat ini sudah sangat berkembang dengan cepat, jika hal ini tidak diatur secara bijak akan menimbulkan masalah pengelolaan dimasa kini dan yang akan datang. Permasalahan yang dihadapi sektor kelautan dan perikanan saat ini adalah Illegal fishing. Unreported, dan Unregulated (IUU Fishing) permasalahan ini ditimbulkan karena masih rendahnya sistem pengawasan dan pengendalian terhadap sektor kelautan dan perikanan. Jika permasalahan ini berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi negara (Mochammad, 2006).

Usaha Perikanan

Sebagian besar pelaku usaha perikanan tangkap adalah nelayan kecil dengan menggunakan motor tempel yang daya jelajahnya sempit dan kemampuan tangkapnya relatif kecil dibandingkan dengan biaya produksinya. Dampak yang diakibatkan adalah tidak seimbangnya biaya produksi penangkapan ikan dengan nilai produksi yang diperoleh. sehingga tingkat kesejahteraan nelayan relatif tidak meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan hasil penelitian Ety (2002) yang melakukan analisis SWOT terhadap usaha perikanan di Kabupaten Bogor menyatakan strategi yang dapat dikembangkan adalah 1) pemanfaatan potensi dalam peningkatan produksi untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun luar daerah dan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, 2) pengembangan usaha perikanan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada, serta 3) meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesadaran masyarakat untuk melindungi sumberdaya perikanan. Selanjutnya, menurut Anggia (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi usaha perikanan tangkap dapat dilihat melalui lima aspek yaitu aspek teknis, aspek produktivitas, aspek pemasaran, aspek sosial dan aspek finansial.

Nelayan dari daerah lain yang menangkap ikan di Kabupaten Pangkep

Penduduk Kabupaten Pangkep yang menetap di pulau-pulau kecil umumnya melakukan usaha pemanfaatan sumberdaya laut, baik sebagai nelayan penangkap maupun pembudidaya. Lokasi penangkapan mereka berupa areal yang disebut taka yakni terumbu karang yang hidup di perairan yang relatif dangkal (reef patch). Nelayan dari daerah lain seperti Makassar, Sulawesi Barat, Bali, NTB, NTT, Madura, Sinjai, Takalar, seringkali beroperasi di wilayah kepulauan Liukang Tangngayya. Para nelayan pendatang tersebut menggunakan berbagai macam alat tangkap seperti, rumpon, gae, pancing, bom, bius dan pukat, untuk mendapatkan hasil laut.

Sementara itu, jumlah alat tangkap ikan laut yang banyak digunakan nelayan lokal jaring insang tetap 991 unit, alat tangkap pancing 347 unit, dan pukat cincin 115 unit dan alat tangkap lainnya. Jenis ikan yang ditangkap antara lain ikan torani, lobster, kerapu, sunu, napoleon, katambak, tendro, teri, bawal hitam, gurita, tuna, cakalang, cucut, kerang-kerangan, baronang, ekor kuning, rapporappo dan ikan layang.

Industri pengolahan ikan

Sampai saat ini industri pengolahan ikan di wilayah pulau-pulau termasuk di Kecamatan Liukang Kalmas dan Tangaya masih belum optimal, padahal jika dilaksanakan secara optimal usaha perikanan ini dapat memberikan pendapatan dan kesejahteraan yang tinggi kepada para nelayan.

Jejaring sosial (social networking) tingkat nelayan dan kelompok nelayan

Jejaring sosial atau social networking adalah suatu bangunan/model/struktur sosial yang dibentuk dari ikatan-ikatan sosial baik pada tingkatan individual atau kelompok/ ataupun kegiatan lain yang terkait. Dalam Jejaring sosial ini terdapat hubungan relasional yang khas (spesifik). Kekhasan ini dapat ditentukan oleh kesamaan / kesamaan seperti nilai, visi, misi, tujuan, pekerjaan dan sebagainya. Dalam jejaring sosial, individu atau kelompok merupakan simpul-simpul yang satu dengan lainnya saling terkait.

Bentuk jaringan sosial kelompok nelayan adalah suatu bangunan/struktur sosial yang didalamnya terdapat ikatan atau simpul-simpul hubungan baik hubungan sesama nelayan ataupun antara kelompok nelayan maupun  lembaga lain yang memiliki keterkaitan dalam bidang perikanan. Oleh karena itu bila dirinci, jaringan sosial itu ini terdiri dari hubungan/relasi antara nelayan dengan nelayan, nelayan dengan kelompok nelayan, kelompok nelayan dengan kelompok nelayan lain serta kelompok nelayan dengan lembaga lain yang terkait.

Ditinjau dari posisi atau tingkat hubungan, antar relasi ini dapat bersifat hubungan horisontal (sejajar) dan hubungan yang sifatnya vertikal (atas-bawah). Hubungan sejajar terjadi bila ada kesamaan posisi tawar antar pelaku relasi dalam jejaring tersebut. dan relasi vertikal terjadi ketika ada perbedaan posisi tawar diantara mereka.

Jejaring sosial kelompok nelayan menjadi penting perannya dalam pemberdayaan masyarakat nelayan.  Fungsi tersebut antara lain meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tentang perikanan melalui proses pembelajaran bersama, meningkatkan kinerja individu maupun bersama, meningkatkan kemampuan untuk mengatasi masalah secara bersama-sama, menghasilkan pemikiran-pemikiran baru / inovasi, serta memperkuat modal dalam berusaha.

Sentra Kegiatan Kelautan dan Perikanan

Salah satu isu strategis tentang sarana dan prasarana infrastruktur wilayah dan permukiman yang menunjang Kabupaten Pangkep utamanya pada daerah-daerah pesisir maupun pulau-pulau (desa tertingggal) adalah terbatasnya penanganan sarana dan prasarana transportasi, lemahnya peraturan sumberdaya alam dan kelautan terutama sarana dan prasarana penataan ruang serta rendahnya fasilitas untuk pengembangan ekonomi sosial masyarakat.

Menurut Nova (2011) Rumusan strategi berdasarkan urutan prioritas untuk mengelola perikanan yang berbasis di Kenjeran adalah:, (1) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (2) mengembangkan kelembagaan dan organisasi pengelolaan perikanan tangkap, (3) meningkatkan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan perikanan tangkap, (4) membuat kebijakan untuk pengaturan pengelolaan perikanan tangkap, (5) meningkatkan pengawasan kegiatan penangkapan ikan, (6) meningkatkan pengawasan daerah pesisir dan (7) mengendalikan armada perikanan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan.

Menurut Riana (2002), alternatif strategi pengembangan sektor perikanan adalah meningkatkan dan mempermudah akses masyarakat terhadap teknologi, modal, pasar dan informasi pembangunan, pendayagunaan sumberdaya perikanan berdasarkan potensi, permintaan pasar dan daya dukung lingkungannya, peningkatan sumberdaya manusia dan keterampilan usaha, pengelolaan bisnis skala kecil dan penguasaan teknologi dengan melibatkan pemerintah, pengusaha, akademisi dan nelayan/petani ikan.

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kepulauan

Tingkat kesejahteraan merupakan taraf hidup yang berdasarkan keseimbangan pendapatan dan kebutuhan. Hampir sebagian nelayan kita masih hidup dibawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari satu juta rupiah per kapita per bulan. Jika dilihat dalam konteks Millenium Development Goal, pendapatan sebesar ini sudah termasuk dalam extreme poverty. Sebuah ironi kehidupan masyarakat pesisir Kabupaten Pangkep, yakni hidup miskin ditengah sumberdaya perikanan yang melimpah di sekitarnya. Berbagai faktor kemudian menjadi sebab kemiskinan ini, tingkat pendidikan, kepemilikan alat produksi, manajemen keuangan rumah tangga, teknologi rendah hingga dampak sistemik dari kemiskinan.

Secara keselurahan, masyarakat nelayan masih sangat identik dengan kemiskinan. Hal ini harus menjadi perhatian serius seluruh stakeholder yang ada, dimana di perlukan sebuah konsepsi yang jelas dan konsisten dalam pengurangan angka kemiskinan di kabupaten Pangkep khususnya di wilayah kecamatan kepulauan.

Sejalan dengan pembangunan yang sedang dan sudah dilakukan di seluruh wilayah pantai Indonesia, maka kerusakan pantai dari hari ke hari semakin terasa akibatnya. Penurunan kualitas lingkungan atau ekosistem makin terasa dan juga berdampak baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap segi-segi kehidupan ekonomi, sosial dan budaya (Sukojo, 2003).

Penangkapan ikan tidak ramah lingkungan (PITRal)

Salah satu isu faktual dan penting dalam hubungannya dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat adalah penangkapan ikan tidak ramah lingkungan. Aktivitas ini merupakan penyebab utama kerusakan dan kehancuran ekosistem terumbu karang dimana menggunakan bahan peledak dan bius (Potassium Cyanide) untuk menangkap ikan. Kegiatan PITRal di kepulauan Spermonde (Pangkep) bukan lagi menjadi sesuatu yang asing. Berdasarkan data DFW (Destructive Fishing Watch) menyatakan bahwa PITRal membuat kawasan ini menjadi sangat mengkhawatirkan bahkan pada banyak pulau kondis terumbu karangnya sudah sangat buruk.

Kondisi penegakan hukum yang sangat lemah mendukung keberlangsungan kegiatan ini. Banyak kasus-kasus PITRal yang di tangani aparat penegak hukum tidak sampai ke meja pengadilan, bahkan bukan menjadi rahasia lagi bahwa banyak oknum aparat yang menjadi becking kegiatan ini. Situasi ini penting untuk menjadi perhatian seluruh stakeholder untuk lebih dan sangat serius dalam penanganan isu ini.

Kualitas sumberdaya manusia rendah

Kualitas sumberdaya manusia yang rendah di wilayah pesisir ditentukan oleh kualitas pendidikan di masyarakat baik itu pendidikan formal ataupun non-formal. Rendahnya pendidikan masyarakat ini juga secara tidak langsung berpengaruh pada tingkat kesehatan. Peningkatan sektor pendidikan dan kesehatan selama ini menjadi sulit dilakukan mengingat kurangnya sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang tersedia. Dimana hal ini sangat terasa di pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep. Jumlah tersebut dominan berada di wilayah pesisir dan Pulau-pulau kecil.

Fakta lain yang berkontribusi pada rendahnya kualitas SDM adalah banyak pulau-pulau berpenghuni yang hanya memiliki sekolah SD dengan jumlah guru yang sangat tidak memadai. Sebahagian guru-guru yang awalnya diangkat untuk bertugas di pulau-pulau kemudian dimutasikan kembali ke daratan utama; sedangkan guru-guru yang tidak dimutasikan seringkali pula tidak bertugas dan berhenti bertugas dengan berbagai alasan. Kondisi ini diperburuk pula oleh kebiasaan masyarakat nelayan yang lebih menginginkan apabila anak anak mereka dapat ikut membantu melaut atau dalam mencari nafkah, tanpa menghiraukan pendidikan anak-anaknya.

Besarnya Tingkat Pencemaran Perairan

Pencemaran adalah proses masuknya zat-zat atau energi ke dalam lingkungan oleh aktifitas manusia secara langsung yang mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya akan membahayakan manusia, merusak lingkungan hayati (sumberdaya hayati) dan ekosistem serta mengurangi atau menghalangi kenyamanan dan penggunaan lain yang semestinya dari suatu sistem lingkungan.

Di kawasan pesisir Kabupaten Pangkep terutama yang dekat dengan muara dan merupakan daerah buangan limbah rumah tangga, kapal dan pabrik perusahaan. Di kawasan pesisir juga terdapat sarana pelabuhan dimana terparkir kapal nelayan yang membuang limbah-limbahnya langsung ke laut dan menyebabkan pencemaran. Kawasan kepulauan baik yang dekat dengan pesisir maupun yang terletak jauh dari daratan Liukang Tangayya dan Liukang Kalmas juga memberikan buangan sampah/limbah cukup besar ke daerah laut dan pesisir pulaunya.

Menghadapi persoalan ini perlu ada proses yang panjang dan berkelanjutan melalui upaya penyadaran akan arti penting pelestarian lingkungan,  masih banyaknya limbah cair dan padat dari proses kegiatan di pelabuhan dan tidak lancarnya saluran mengakibatkan bau yang tidak sedap, selain itu juga karena banyaknya kapal yang memperbaiki di dermaga maka banyak kayu-kayu yang berserakan di sekitar dermaga. Pada bulan-bulan mendekati bulan puasa, volume sampah meningkat sampai 40 m3 per hari, dengan jenis sampah organik yaitu daun. Semua limbah ini, jika tidak ditangani secara tepat akan menimbulkan kontaminasi terhadap produksi ikan serta mengakibatkan degradasi lingkungan pelabuhan sebagai akibat polusi (Ningsih, 2006).

Perubahan garis pantai dan tingginya tingkat abrasi dan akresi kawasan kepulauan

Perubahan garis pantai di sebuah pulau di pengaruhi oleh sedimentasi dan abrasi yang terjadi sebagai bagian dari proses gelogis di wilayah perairan. Sedimentasi merupakan pembentukan massa sedimen yang terendap pada daerah landai, sedangkan abrasi merupakan proses pengikisan dasar atau lapisan topografi pulau yang terjadi karena pola pergerakan arus laut. Kedua proses ini berlangsung hampir di seluruh bagian Kepulauan Kabupaten Pangkep baik di kecamatan terluar maupun di dekat dengan daratan utama. Abrasi banyak melanda kawasan pesisir ataupun kepulauan, kondisi ombak dan arus yang cukup ekstrim dan terjadi terus menerus akan menyebabkan perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai pada kondisi level tinggi akan mempengaruhi aktivitas masyarakat seperti yang terjadi di Pulau Kalukalukuang dan beberapa pulau lainnya di kecamatan Liukang Kalmas. Tingginya abrasi berdampak pada berhentinya fungsi sarana pelabuhan (dermaga), rusaknya kawasan pemukiman. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah.

Peranan infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan membantu penanggulangan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup, mendukung tumbuhnya pusat ekonomi dan meningkatkan mobilitas orang, barang dan jasa serta merendahkan biaya aktivitas investor dalam dan luar negeri. Persoalan infrastruktur sangat kompleks, melibatkan banyak disiplin ilmu.

Sentra produksi perikanan

Sentra produksi perikanan yang unggul akan melalui tahap penangkapan, pengolahan dan produksi. Didalam tahap ini mesti mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi naik turunnya produksi peraikan. Dinamika tersebut diuraikan dalam bentuk isu pokok permasalahan sebagai berikut:

Pengolahan

  1. Minimnya inovasi di tingkat masyarakat dan nelayan untuk diversifikasi produk dalam rangka peningkatan nilai tambah hasil tangkapan atau hasil panen.
  2. Kapasitas masyarakat pesisir yang masih lemah dalam mengakses potensi pasar perikanan secara global.
  3. Keterbatasan pengembangan pengolahan hasil perikanan yang belum menyentuh teknologi. Hal ini terlihat dari belum adanya pengolahan hasil tangkapan modern yang bertujuan ekspor di tingkat lokal sehingga tidak secara signifikan memberi sumbangsih pada Pendapatan Asli Daerah Pangkep (PAD).
  4. Berkurangnya mutu ikan mulai disebabkan karena proses penangkapan, penanganan ikan diatas kapal hingga pada saat kapal bongkar.

Penggunaan alat tangkap yang tidak merujuk pada code of conduct responsible fisheries menyebabkan ikan yang ditangkap mengalami kerusakan fisik dan banyak ikan yang ditangkap dengan ukuran yang tak layak tangkap. Proses penanganan hasil tangkapan di kapal yang belum profesional sangat berpotensi merusak mutu hasil tangkapan, hal ini dimungkinkan pemberian es dan proses pembekuan dilakukan setelah melewati fase igormortis (Ningsih, 2006).

Pemasaran

  1. Rendahnya tingkat harga yang ditawarkan oleh pengumpul di sebabkan oleh akses pasar yang rendah dan kemudahan pemasaran oleh nelayan
  2. Dominasi nelayan pemodal masih sangat tinggi, hal ini melemahkan posisi tawar nelayan. Pola seperti ini berdampak pada ekploitasi berlebihan pada sumberdaya, lemahnya jangkauan nelyan pada target pasar yang lebih tinggi.
  3. Daya dukung sarana dan prasarana pemasaran produksi perikanan (tangkap dan budidaya) masih rendah.
  4. Industri pemasaran belum memiliki kapasitas dalam memenuhi supply change (rantai pasok) distribusi produksi perikanan.

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats)
Eksternal
Internal
Peluang:
  1. Potensi hasil tangkapan perikanan laut cukup tinggi
  2. Keanekaragaman hayati ikan tangakan nelayan
  3. Wilayah penangkapan ikan yang beraneka ragam
  4. Potensi budidaya ikan di laut dan rumput laut
  5. Pengembangan industri pengolahan ikan
Ancaman:
  1. Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (bius, dan lain-lain)
  2. Over fishing
  3. Kepunahan spesies ikan tertentu
  4. Nelayan dari daerah lain yang menangkap di perairan Pangkep
Kekuatan:
  1. Pengalaman nelayan
  2. Masyarakat maritim
  3. Mata pencaharian utama nelayan
  4. Sumber tenaga kerja yang murah
Strategi : SO
  1. Pemanfaatan potensi laut secara optimal berdasarkan pengalaman nelayan
  2. Penangkapan ikan di daerah-daerah potensial
  3. Diversifikasi usaha perikanan
  4. Pemanfaatan keluarga sebagai sumber tenaga kerja secara optimal
  5. Meningkatkan kemampuan nelayan dalam mengelola usahanya
Strategi : ST
  1. Penangkapan ikan yang ramah lingkungan
  2. Memanfaatkan laut sebagai sumber mata pencaharian dengan pengelolaan yang arif dan bijaksana
  3. Menghindari eksploitasi laut yang berlebihan
  4. Menjaga serta tidak menangkap ikan yang terancam kepunahan
  5. Perlunya pengaturan tata kelola laut.
Kelemahan:
  1. Produktifitas, efisiensi usaha nelayan dan kualitas hasil tangkapan rendah
  2. Dominasi armada penangkapan skala kecil
  3. Sarana dan prasarana produksi yang masih terbatas
  4. Keterampilan dan penguasaan teknologi oleh nelayan masih lemah
  5. Akses pasar masih terbatas
  6. Nelayan sulit untuk mendapatkan kredit dari perbankan/ lembaga keuangan
  7. Tidak adanya insentif moneter bagi nelayan
  8. Rantai tata niaga perikanan cenderung merugikan nelayan
  9. Sarana dan prasarana transportasi yang tersedia di kecamatan kepulauan Kabupaten Pangkep sangat terbatas
  10. Industri pengolahan ikan masih terbatas
  11. Kemitraan dengan pihak ketiga masih terbatas
  12. Aspek permodalan dan investasi
  13. Rantai pemasaran yang belum berpihak kepada nelayan
  14. Lembaga ekonomi nelayan masih lemah
  15. Lembaga permodalan masih terbatas
  16. Mata pencaharian nelayan yang tradisional
  17. Eksploitasi lingkungan laut dan pesisir
  18. Pendidikan nelayan umumnya masih rendah
Strategi : WO
  1. Peningkatan produksi dan kualitas hasil tangkapan.
  2. Perlunya peningkatan teknologi pada armada penangkapan ikan seperti ruang pendingin serta es yang memadai
  3. Peningkatan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana bidang penangkapan dan pengolahan ikan.
  4. Peningkatan akses pasar, akses permodalan dan rantai tata niaga yang berpihak kepada kepentingan nelayan
  5. Peningkatan sarana dan prasarana pengangkutan hasil tangkapan dan pengolahan ikan
  6. Peningkatan jumlah industri pengolahan ikan
  7. Peningkatan kemitraan usaha dengan pihak terkait
  8. Meningkatkan jumlah sumber permodalan bagi nelayan dan pelaku bisnis bidang perikanan lainnya
  9. Melakukan penangkapan ikan tidak secara berlebihan
  10. Peningkatan kualitas pengetahuan dan keterampilan nelayan
  11. Peningkatan kerjasama melalui koperasi kelompok nelayan
  12. Perluasan akses jejaring sosial kelompok nelayan dengan pihak luar
  13. Pembenahan struktur organisasi kelompok nelayan
Strategi : WT
  1. Pemanfaatan laut sebagai sumber mata pencaharian secara baik
  2. Pemanfaatan zonasi yang telah dibuat
  3. Menjaga dan ikut melindungi bibit ikan serta ikan yang terancam kepunahan
  4. Meningkatkan kerjasama dengan nelayan lain serta lembaga lain untuk meningkatkan hasil tangkapan
  5. Memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada secara optimal
  6. Meningkatkan kordinasi antara nelayan dengan nelayan dan pemerintah daerah
  7. Meyakinkan sumber permodalan (bank) bahwa usaha perikanan dapat memberikan keuntungan yang besar
  8. Meningkatkan akses pasar yang lebih luas.
  9. Meningkatkan jumlah pelatihan dan penyuluhan bagi nelayan dan pelaku bisnis perikanan lainnya.
  10. Peningkatan peran dan fungsi lembaga terkait (dinas, LSM dan lembaga lainnya) dalam peningkatan taraf hidup nelayan.
  11. Lebih memperbanyak diversifikasi usaha bagi nelayan
  12. Menjalin kerjsama dengan sesama nelayan dari wilayah lain.

KESIMPULAN

Strategi pengelolaan dan pengembangan perikanan di Kecamatan Liukang Kalmas dan Liukang Tangaya yaitu pemanfaatan sumberdaya laut secara optimal, menghindari eksploitasi laut secara berlebihan, penangkapan ikan di daerah  potensial dengan alat tangkap yang ramah lingkungan, diversifikasi usaha, peningkatan pengetahuian, keterampilan dan kapasitas nelayan, pengaturan tata kelola laut, penggunaan sarana dan prasarana secara optimal dan teknologi tepat guna, pemanfaatan zona penangkapan, serta memperluas akses permodalan dan pasar.

PUSTAKA

Anggia, R. T. 2010. Analisis Usaha Perikanan Tangkap dan Kemungkinan Pengembangannya di Sadeng, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62894

Dzuhri, Y. A. 2001. Perangkat lunak sistem informasi perikanan. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12471

Edward dan Z. Tarigan. 2003. Pemantauan kondisi Hidrologi di Perairan Raha Pulau Muna Sulawesi Tenggara Dalam Kaitannya Dengan kondisi Terumbu Karang. Makara, Sains, Vol. 7, No. 2, Agustus 2003.

Ety, N. 2002. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan Kabupaten Bogor provinsi jawa barat. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/22121

Mochammad, R. 2006. Strategi dan prosedur monitoring, controling dan surveillance (MCS) Sumberdaya Ikan. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51630

Ningsih, T. 2006. Strategi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rohmatu, S. F. 2012. Pengelolaan sumberdaya ikan layur (Lepturacanthus savala, Cuvier 1829) di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61011

Nova, M. V. 2011. Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Jawa Timur. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/52214

Nova, M. V. , 2011. Fisheries management policy in East Java. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/52214

Rangkuti,  F. 2006. Analisis SWOT. Analisis SWOT.Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama , Jakarta

Riana, A. D. 2002. Peranan sektor perikanan dalam pembangunan wilayah dan strategi pengembangannya dalam rangka otomisasi daerah Kabupaten Bone provinsi sulawesi Selatan. Skripsi. Program studi sosial ekonomi perikanan jurusan sosial ekonomi perikanan. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan. Institut Pertanian bogor. Bogor.

Rumanti, K. V. 2010. Strategi pengembangan industri galangan kapal tradisional dalam mendukung pengembangan industri perikanan tangkap di Indonesia. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53956

Rumanti, K. V. , 2010. The development strategy of traditional shipbuilding industry in supporting the development of fisheries industry in Indonesia. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/53956

Sukojo, B. M. 2003. Penggunaan Metode Analisa Ekologi dan Penginderaan Jauh untuk Pembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai. Makara, Sains, Vol. 7, No. 1,  April  2003.

JURNAL: KOMPOSISI SPESIES, POLA SEBARAN DAN KERAPATAN TEGAKAN VEGETASI PADANG LAMUN (SEAGRASS BEDS.) DI PESISIR PANTAI KABUPATEN PANGKEP

KOMPOSISI SPESIES, POLA SEBARAN DAN KERAPATAN TEGAKAN VEGETASI PADANG LAMUN (SEAGRASS BEDS.) DI PESISIR PANTAI KABUPATEN PANGKEP

SPECIES COMPOSITION, DISTRIBUTION OF PATTERN AND STRIGHTENED CLOSENESS VEGETATION FIELD PONDERS (SEAGRASS BEDS.) COAST BEACH AT PANGKEP OF REGENCY

Patang
Staf Pengajar Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies, pola sebaran dan kerapatan tegakan vegetasi padang lamun (Seagrass Beds.) di pesisir pantai Kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2009 di sekitar Pesisir Pantai Kabupaten Pangkep.

Penentuan lokasi Penelitian berdasarkan perbedaan kerasteristik lingkungan pada masing-masing lokasi penelitian. Sebelum dilakukan pengambilan data lamun, maka terlebih dahulu dilakukan transek. Lamun sampling dengan menggunakan frame kawat berukuran 1 m x 1 m.

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman (E’), yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Nilai keseragaman jenis ini berkisar  antara 0 sampai 1. Dominasi jenis dihitung dengan menggunakan rumus menurut Krebs (1989 dalam Jaelani, 2006). Kesamaan jenis antara dua habitat dihitung dengan menggunakan rumus Jaccard Coefficient of community (Browel et al. 1990 dalam Jaelani, 2006). Analisis data penelitian menggunakan analysis of variance (Anova) dan bila Fhit lebih besar dari Ftabel, maka dilanjutkan dengan Uji LSD (Bengen, 2000 dalam Jaelani 2006).

Hasil penelitian menunjukkan Hasil perhitungan indeks keanekaragaman lamun (H’) tertinggi diperoleh di lokasi A sebesar 0,9859, menyusul lokasi B sebesar 0,9527, lokasi C sebesar 0,7831 dan lokasi D sebesar 0,7402. Selanjutnya, hasil perhitungan indeks keseragaman (E’) diperoleh nilai tertinggi pada lokasi A sebesar 0,9467, menyusul lokasi B sebesar 0,8312, lokasi D sebesar 0,8196 dan lokasi C sebesar 0,7831. Hasil perhitungan diperoleh indeks dominansi (C’) tertinggi di lokasi B sebesar 0,9433, menyusul lokasi A sebesar 0,9235, lokasi C sebesar 0,9164 dan lokasi D sebesar 0,8821. Komunitas lamun pada  masing-masing lokasi penelitian terdiri dari tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi.. Tiga spesies lamun yang ditemukan  adalah Enhalus acoroides, C. serrulata dan T. hemprichii. Dari ketiga spesies tersebut, spesies yang paling dominan adalah Enhalus acoroides, menyusul C. serrulata dan T. hemprichii. Persentase penutupan masing-masing spesies lamun tidak bervariasi pada setiap lokasi penelitian, dimana semua lokasi penelitian didominasi oleh lamun jenis Enhalus acoroides. Penutupan Enhalus acoroides rata-rata sebesar 29,4%, diikuti C. serrulata sebesar 11,8% dan T. hemprichi sebesar 7,35%. Hasil Correspondence Analysis tiga tipe lamun menyebar pada 10 titik observasi dan menunjukkan sebaran lamun menyebar pada kedua sumbu (dimensi 1 dan 2).

Kata Kunci: lamun, komposisi, sebaran dan kerapatan

ABSTRACT

This research aims to detect species composition, distribution pattern and strightened closeness vegetation field ponders (Seagrass Beds.) at regency coast beach Pangkep. This research is carried out in April until August 2009 around regency coast beach Pangkep.

The reserach location determination based on difference cerasteristic environment in each research location. Before done data taking ponders, so beforehand done transect. ponder sampling by using frame wire measures 1 m x 1 m.

The research result shows variety index calculation result ponders (H) highest got at location A as big as 0,9859, follow location B as big as 0,9527, locations C as big as 0,7831 and location D as big as 0,7402. Furthermore, uniformity index calculation result (E) is got highest value in location A as big as 0,9467, follow location B as big as 0,8312, locations D as big as 0,8196 and location C as big as 0,7831. Calculation result is got index dominant (C) highest at location B as big as 0,9433, follow location A as big as 0,9235, locations C as big as 0,9164 and location d as big as 0,8821. Communities ponders in each research location consists of three species ponder with densities varies. Three species ponder that found Enhalus acoroides, C. serrulata and T. hemprichii. From third species, species dominantest Enhalus acoroides, follow C. serrulata and T. hemprichii. Closing percentage each species ponders doesn't vary in every research location, where all research locations dominated by ponder kind Enhalus acoroides. closing Enhalus acoroides average as big as 29,4%, followed C. serrulata as big as 11,8% and T. hemprichi as big as 7,35%. Result correspondence analysis three types ponders to scattered in 10 observations points and show distribution ponder to scattered in second axis (dimension 1 and 2).

Key word: Ponder, composition, distribution and closeness

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbesar di dunia dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. dengan demikian, wilayah pesisir yang terdapat di perairan Indonesia juga sangat luas. Selain hutan mangrove dan terumbu karang, di wilayah pesisir Indonesia terdapat juga ekosistem padang lamun (Supriharyono, 2000).

Padang lamun adalah kumpulan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal (Nybakken, 1988). Padang lamun mempunyai daun-daun yang panjang dan tipis mirip pita dan mempunyai saluran air serta bentuk pertumbuhannya monopodial dari rhizome. Anggapan pada mulanyabahwa padang lamun merupakan kelompok tumbuh-tumbuhan yang homogen, namun sebenarnya mempunyai keanekaragaman spesies (Purwanto dan Putra, 1994). Selanjutnya, Kiswara (1983, dalam Jaelani 2006) menambahkan bahwa beberapa spesies penyusun padang lamun memiliki bentuk daun yang berbeda-beda yaitu ada yang berbentuk panjang dan sempit, panjang berbentuk pita, bulat dengan ujung yang runcing, panjang dan kaku, berbentuk elips, bulat telur dan rapuh tanpa saluran udara.

Di Indonesia, penelitian mengenai komunitas ikan di padang lamun dipelopori oleh Hutomo dan Martosewojo (1977). Kemudian intensitas kajian ilmiah tentang ekosistem lamun berkembang terus dari tahun ke tahun, terutama di perairan Kepulauan Seribu dan Teluk Banten (Jaelani, 2006).

Di Indonesia, termasuk Sulawesi Selatan dengan semakin majunya perkembangan pembangunan, tidak menutup kemungkinan terjadinya kegiatan di wilayah pesisir yang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap biota pesisir, termasuk padang lamun. Secara faktual, pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat Pangkep cukup signifikan dengan adanya berbagai industri besar, seperti PT. Semen Tonasa serta dapat mengakselerasi pertumbuhan penduduk yang demikian pesat. Lebih lanjut, limbah industri dan limbah domestik dapat memberikan dampak negatif terhadap ekosistem-ekosistem yang terdapat di sekitar pesisir pantai Pangkep, dan satu diantaranya adalah padang lamun.

Pengelolaan wilayah pesisir menjadi sangat penting demi terpeliharanya ekosistem pesisir. Berbagai jenis ikan dan biota lain banyak hidup di sekitar padang lamun. Oleh sebab itu, pemeliharaan ekosistem padang lamun menjadi sangat penting untuk dilakukan demi terpeliharanya berbagai jenis ikan maupun jenis biota lainnya.

Menurut Alamsyah (1999), pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktivitas di daratan (land-based-pollution) maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi spesies, pola sebaran dan kerapatan tegakan vegetasi padang lamun (Seagrass Beds.) di pesisir pantai Kabupaten Pangkep.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah explanatory research yang merancang penelitian untuk mendapat informasi mengenai komposisi spesies, pola sebaran dan kerapatan vegetasi lamun dan spesies ikan di Pesisir Pantai Kabupaten Pangkep. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2009 di sekitar Pesisir Pantai Kabupaten Pangkep.

Penentuan lokasi Penelitian berdasarkan perbedaan kerasteristik lingkungan pada masing-masing lokasi penelitian. Pada lokasi A terletak di sekitar Pelabuhan Biringkassi (Pelabuhan PT. Semen Tonasa) yaitu pada titik kordinat 4o 51’ Lintang Selatan (LS) dan 119o30’ Bujur Timur (BT). Lokasi B berada di sekitar Pulau Salemo (lokasi ini agak jauh dari pantai) pada kordinat 4o 42’ Lintang selatan (LS) dan 119o 29’ Bujur Timur (BT). Lokasi C berada di sekitar Pelabuhan Labakkan pada kordinat 4o 43’ Lintang selatan (LS) dan 119o 31’ Bujur Timur (BT).  Lokasi D terletak pada titik kordinat 4o 38’ Lintang selatan (LS) dan 119o 33’ Bujur Timur (BT), dan lokasi ini terletak dekat dengan pantai dan pada bagian atasnya terdapat aktivitas pertambakan dan hutan mangrove.

Sebelum dilakukan pengambilan data lamun, maka terlebih dahulu dilakukan transek. Tiga garis transek yang berjarak 200 m antar garis transek mengarah dari bagian dangkal ke arah tubir karang yang lebih dalam. Setiap garis transek ditentukan titik pengambilan data lamun dengan jarak 20 m. Lamun sampling dengan menggunakan frame kawat berukuran 1 m x 1 m. Lamun yang berada  di dalam frame di panen dan dipisahkan berdasarkan masing-masing jenis, kemudian dihitung jumlahnya. Jumlah tegakan dihitung berdasarkan luas frame, sedangkan luas persentase penutupan lamun dihitung berdasarkan luas 50 x 50 m2 frame yang disekat 10 x 10 cm2 (English et al., 1994 dalam Jaelani, 2006).

Untuk mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman (E’), yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah individu anatara spesies  (semakin merata penyebarannya), maka semakin besar derajat keseimbangan. Hal ini pun akan meningkatkan indeks keanekaragaman karena indeks Shannon-Wiener mengandung baik jumlah spesies maupun keseragaman jumlah individu antara spesies (Krebs, 1989 dalam Jaelani, 2006).

Nilai keseragaman jenis ini berkisar  antara 0 sampai 1. semakin kecil nilai tersebut (mendekati nol), maka semakin kecil keseragaman yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis tidak sama dan kecenderungan populasi tersebut didominasi oleh satu jenis tertentu. Sebaliknya, jika nilai keseragaman tinggi (mendekati 1), maka dapat dikatakan bahwa populasi menyebar merata dan tidak ada jenis tertentu yang dominan.

Dominasi jenis dihitung dengan menggunakan rumus menurut Krebs (1989 dalam Jaelani, 2006). Kesamaan jenis antara dua habitat dihitung dengan menggunakan rumus Jaccard Coefficient of community (Browel et al. 1990 dalam Jaelani, 2006). Sebaran komunitas lamun pada masing-masing stasiun penelitian dan keterkaitannya dengan kerasteristik parameter fisika-kimia substrat dan parameter fisika-kimia perairan dianalisis dengan menggunakan Corespondance Analysis (Legendre dan Legenre, 1998 dalam Jaelani 2006).

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata jumlah tegakan sepesies lamun dan jumlah spesies selama penelitian (spasio-temporal) menggunakan analysis of variance (anova) dan bila Fhit lebih besar dari Ftabel, maka dilanjutkan dengan Uji LSD (Bengen, 2000 dalam Jaelani 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komoditas Padang Lamun

Jumlah Spesies dan kepadatan Vegetasi Lamun

Di perairan pesisir pantai Kabupaten Pangkep terdapat beberapa pulau-pulau dan karang yang dapat menjadi peredam arus dan ombak. Kondisi tersebut menyebabkan perairan pantai Kabupaten Pangkep relative tenang dan memungkinkan ditumbuhi beberapa jenis lamun.

Komunitas lamun pada  masing-masing lokasi penelitian terdiri dari tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi.. Tiga spesies lamun yang ditemukan  adalah Enhalus acoroides, C. serrulata dan T. hemprichii.

Lokasi A terletak di sekitar Pelabuhan Biringkassi mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar berpasir dan berlumpur. Di sepanjang rataan terumbu ditumbuhi lamun. Jumlah tegakan lamun yang ada di sekitar pelabuhan menunjukan sudah agak jauh dari pelabuhan yaitu sekitar 500 m. Meskipun jumlah tegakan lamun relatif jarang, namun terlihat speisies Enhalus acoroides mendominasi pada setiap titik transek. Kepadatan tegakan Enhalus acoroides terendah 9 rumpun/m2  dan tertinggi 23 rumpun/m2 dengan rata-rata 16,8 rumpun/m2 dan C. serrulata berkisar antara 3-9 rumpun/m2  dengan kepadatan rata-rata 5,8 rumpun/m2 serta T. hemprichii dengan kisaran 3-7 rumpun/m2 dengan rata-rata 4,2 rumpun/m2.

Lokasi B terletak di sekitar Pelabuhan Labakkang mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar lumpur dan agak berpasir. Jarak antara pelabuhan dan padang lamun masih relatif berdekatan. Padang lamun di lokasi ini juga didominasi oleh spesies Enhalus acoroides dengan kepadata rata-rata 19,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 12-27 rumpun/m2 , diikuti C. serrulata dengan jumlah tegakan 4-12 rumpun/m2  dengan rata-rata 7,6 rumpun/m2 serta T. Emprichii dengan jumlah tegakan 3-7 rumpun/m2 dan rata-rata 4,8 rumpun/m2.

Lokasi C terletak di sekitar hutan mangrove di Kecamatan Ma’rang dengan kondisi perairan pantai bersubstrat dasar lumpur agak berpasir. Pada lokasi ini juga dekat dengan salah satu muara sungai kecil sehingga di lokasi ini mudah terkontaminasi dengan air tawar yang pada akhirnya mempengaruhi fluktuasi salinitas. Dasar perairan berlumpur dengan dominasi vegetasi lamun Enhalus acoroides rata-rata sebesar 19,4 rumpun/m2  dengan jumlah tegakan berkisar 13-28 rumpun/m2, diikuti C. serrulata rata-rata sebesar 7,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 5-11 rumpun/m2 serta T. emprichii rata-rata sebesar 6,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 3-11 rumpun/m2.

Lokasi D terletak di sekitar Pulau Salemo mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar berpasir agak berlumpur. Pertumbuhan lamun pada lokasi tersebut terlihat lebih padat dibandingkan dengan lokasi lainnya. Vegetasi lamun di lokasi ini di dominasi oleh Enhalus acoroides rata-rata sebesar 32,4 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 29-41 rumpun/m2 diikuti C. serrulata rata-rata sebesar 26,2 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 20-32 rumpun/m2 serta T. emprichii  rata-rata sebesar 13,6 rumpun/m2 dengan jumlah tegakan 12-25 rumpun/m2.

Distribusi masing-masing spesies lamun di lokasi penelitian memperlihatkan Enhalus acoroides mempunyai sebaran yang luas di perairan pesisir pantai Kabupaten Pangkep. Hal ini terlihat dengan jelas bahwa Enhalus acoroides secara konsisten ditemukan pada titik-titik transek di empat lokasi penelitian dengan jumlah tegakan yang terbesar.

Menurut Arifin (2001) pada lingkungan yang tidak terganggu, aliran nutrien terlarut dari mangrove telah meningkatkan produktivitas primer pada lamun. Dalam keadaan ini aliran dari darat ke laut menjadi faktor yang kritis. Seringkali terlihat terumbu karang menjadi rusak karena kerusakan sistem-sistem lain dan sebaliknya.

Jumlah Spesies dan Kepadatan Vegetasi

Di perairan pesisir Kabupaten Pangkep terdapat beberapa pulau kecil dimana pulau-pulau tersebut masih ditumbuhi terumbu karang yang dapat menjadi salah satu peredam ombak. Kondisi tersebut menyebabkan perairan pesisir pantai Kabupaten Pangkep relatif tenang dan memungkinkan ditumbuhi beberapa jenis lamun. Namun demikian, dengan semakin meningkatnya aktivitas di pesisir pantai, maka lambat laun komunitas padang lamun menjadi terdesak dan cenderung mengalami kerusakan.

Komunitas lamun pada lokasi penelitian terdiri atas tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi. Ketiga spesies lamun tersebut adalah Enhalus acoroides, C. serrulata, dan T. hemprichi.

Tabel 1. Jenis dan jumlah padang lamun selama penelitian
Lokasi A E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
20 6 4
19 9 3
23 3 7
9 7 3
13 4 5
Rata-Rata 16,8 5,8 4,4
Lokasi B E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
22 8 3
23 12 5
27 9 6
12 4 7
14 5 3
Rata-Rata 19,6 7,6 4,8
Lokasi C E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
22 9 4
19 6 3
28 11 6
13 7 9
15 5 11
Rata-Rata 19,4 7,6 6,6
Lokasi D E. Acoroides C. serrulata T. Emprichii
34 28 7
29 20 17
33 21 7
25 32 25
41 30 12
Rata-Rata 32,4 26,2 13,6

Pada Tabel 1 menunjukan bahwa semua lokasi terdapat ketiga spesies lamun yang ditemukan. Lokasi A terletak dengan Pelabuhan Biringkassi Kecamatan Bungoro yang merupakan pelabuhan pengangkutan semen PT. Semen Tonasa mempunyai perairan pantai bersubstrat dasar lempung berdebu dan sedikit berlumpur. Di sepanjang rataan terumbu karang ditumbuhi beberapa jenis lamun, tetapi sekitar pelabuhan sampai pada jarak ± 150 m sudah tidak ditemukan lagi tumbuhan lamun. Spesies lamun yang mendominasi lokasi A adalah Enhalus acoroides pada setiap titik transek. Kepadatan tegakan Enhalus acoroides terendah 9 rumpun m-2 dan dan tertinggi 23 rumpun m2 dengan rata-rata 16,8 rumpun m-2. C. serrulata berkisar antara 3 – 9 rumpun m-2 dengan kepadatan rata-rata 5,8 rumpun m-2, serta T. hemprichi dengan kepadatan rata-rata 4,4 rumpun m-2 dengan kisaran 3 – 7 rumpun m-2 (Gambar 1).

Gambar 1. Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi A

Lokasi B terletak di sekitar Pelabuhan Labakkang yang agak dekat dengan pemukiman penduduk memiliki substrat dasar berdebu dan sedikit agak liat. Di lokasi ini tumbuhan lamun masih tumbuh di sekitar pelabuhan dengan jarak sekitar 50 m, meskipun lamun yang ada juga sudah mulai berkurang dan mengalami desakan akibat aktivitas pembangunan Tempat Pendaratan Ikan di sekitar pelabuhan tersebut serta semakin banyaknya perahu-perahu nelayan yang digunakan sebagai alat angkut dari satu pulau ke pulau lainnya. Padang lamun di lokasi ini juga didominasi Enhalus acoroides dengan kepadatan rata-rata 19,6 rumpun m-2 dengan kisaran 12 – 27 rumpun m-2 diikuti C. serrulata dengan kisaran 4 – 12 rumpun m-2 dengan rata-rata 7,6 rumpun m-2, serta T. hemprichi dengan rata-rata 4,8 rumpun m-2 dengan kisaran 3 – 7 rumpun m-2 (Gambar 2).

Gambar 2.  Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi B

Lokasi C yang terletak di sekitar hutan mangrove atau di depan hutan mangrove dan terdapat disekitarnya sungai kecil sehingga lokasi ini cukup terpengaruh oleh sumber air tawar yang dapat berpengaruh terhadap fluktuasi salinitas dan lokasi pertambakan milik masyarakat. Substrat dasar perairan lempung berdebu dan sedikit liat karena dekat dengan hutan mangrove. Jenis lamun yang mendominasi lokasi ini adalah enhalus acoroides dengan kisaran 13 – 28 rumpun m-2 dengan rata-rata 19,4 rumpun m-2, serta T. hemprichi dengan kisaran 3 – 11 rumpun m-2 dengan rata-rata 6,6 rumpun m-2.

Gambar 3. Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi C

Lokasi D yang terletak di sekitar Pulau Salemo dan agak jauh dari pesisir pantai memiliki substrat dasar lempung liat berpasir. Jenis lamun yang mendominasi lokasi ini juga Enhalus acoroides dengan kisaran 25 – 41 rumpun m-2 dan rata-rata 32 rumpun m-2, diikuti jenis C. serrulata dengan kisaran 20 – 32 rumpun m-2 dan rata-rata 26,2 rumpun m-2, dan T. hemprichi dengan kisaran 7 – 25 rumpunm-2 dan rata-rata 13,6 rumpun m-2 (Gambar 4).

Distribusi masing-masing spesies lamun di lokasi penelitian memperlihatkan Enhalus acoroides mempunyai sebaran yang luas di perairan pantai Kabupaten Pangkep, diikuti oleh jenis C. serrulata dan T. hemprichi.

Penutupan Vegetasi lamun

Gambar 4.  Jumlah spesies lamun yang ditemukan di lokasi D

Persentase penutupan masing-masing spesies lamun tidak bervariasi pada setiap lokasi penelitian, dimana semua lokasi penelitian didominasi oleh lamun jenis Enhalus acoroides. Penutupan Enhalus acoroides rata-rata sebesar 29,4%, diikuti C. serrulata sebesar 11,8% dan T. hemprichi sebesar 7,35%.

Tingginya nilai penutupan Enhalus acoroides di semua lokasi penelitian berkaitan dengan daya adaptasi yang baik terhadap perubahan kekeruhan yang tinggi. Hutomo (1985, dalam Jaelani, 2006) menyatakan semakin tinggi penutupan spesies lamun pada suatu kawasan, maka spesies lamun tersebut cocok dengan habitatnya.

Gambar 5. Penutupan beberapa spesies lamun di lokasi penelitian

Sebaran Spesies Lamun

Hasil Correspondence Analysis tiga tipe lamun yang menyebar pada 10 titik observasi menunjukkan sebaran lamun menyebar pada kedua sumbu (dimensi 1 dan 2). Pada sumbu 1 positif menunjukkan adanya asosiasi yang lebih kuat antara C. serrulata  dan T. Emprichi, pada sumbu negati menunjukkan adanya asosiasi yang erat antara spesies Enhalus acoroides dan C. serrulata. Pada sumbu 2 positif menunjukkan adanya asosiasi yang erat antara spesies Enhalus acoroides dan T. Emprichi, sedngkan pada sumbu2 negatif juga  menunjukkan adanya asosiasi yang lebih kuat antara spesies Enhalus acoroides dan T. Emprichi.

KESIMPULAN

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman lamun (H’) tertinggi diperoleh di lokasi A sebesar 0,9859, menyusul lokasi B sebesar 0,9527, lokasi C sebesar 0,7831 dan lokasi D sebesar 0,7402. Selanjutnya, hasil perhitungan indeks keseragaman (E’) diperoleh nilai tertinggi pada lokasi A sebesar 0,9467, menyusul lokasi B sebesar 0,8312, lokasi D sebesar 0,8196 dan lokasi C sebesar 0,7831. Hasil perhitungan diperoleh indeks dominansi (C’) tertinggi di lokasi B sebesar 0,9433, menyusul lokasi A sebesar 0,9235, lokasi C sebesar 0,9164 dan lokasi D sebesar 0,8821.

Komunitas lamun pada  masing-masing lokasi penelitian terdiri dari tiga spesies lamun dengan kepadatan bervariasi.. Tiga spesies lamun yang ditemukan  adalah Enhalus acoroides, C. serrulata dan T. hemprichii. Dari ketiga spesies tersebut, spesies yang paling dominan adalah Enhalus acoroides, menyusul C. serrulata dan T. hemprichii. Persentase penutupan masing-masing spesies lamun tidak bervariasi pada setiap lokasi penelitian, dimana semua lokasi penelitian didominasi oleh lamun jenis Enhalus acoroides. Penutupan Enhalus acoroides rata-rata sebesar 29,4%, diikuti C. serrulata sebesar 11,8% dan T. hemprichi sebesar 7,35%. Hasil Correspondence Analysis tiga tipe lamun menyebar pada 10 titik observasi dan menunjukkan sebaran lamun menyebar pada kedua sumbu (dimensi 1 dan 2).

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, R. B. 1999. Kebijaksanaan, Stretgi, dan Program Pengendalian Pencemaran Dalam Pengelolaan Pesisir dan Laut. Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut. Jurusan Teknologi Lingkungan, ITB. Bandung

Hutomo, M and Martosewojo. 1977. The Fishes of Seagrass Community on the West Side of Burung Island and Their Variation in Abudance. Mar. Res. Indonesia 17: 147-172

Jaelani. 2006. Telaah Spasio-Temporal Komunitas Ikan Padang Lamun (Seagrass Beds) di Perairan Pantai Kota Bontan Kalimantan Timur. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. Jakarta

Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang.  Djambatan. Jakarta
Download Jurnal