KAJIAN PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GARAM TERHADAP
KUALITAS
IKAN BANDENG (Chanos
chanos sp.) ASIN KERING
THE STUDY GIVING SALT VARIOUS DOSES
OF
MILKFISH (Chanos Chanos sp.) SALTED DRY QUALITY
MILKFISH (Chanos Chanos sp.) SALTED DRY QUALITY
Oleh :
1)
Patang
dan 2) Yunarti
1)
Staf
Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar
2)
Staf
Dosen Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
ABSTRAK
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis garam terhadap kualitas ikan
bandeng asin kering. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Juni-Juli 2014, dengan bahan baku
berupa ikan bandeng yang dikeringkan dengan alat pengering (dry room).
Sebelum
dikeringkan, ikan disiangi dan dicuci dengan menggunakan air bersih dan diberi
garam berdasarkan perlakuan yang dicobakan yaitu 9%, 18%, 27% dan kontrol (tanpa
garam). Untuk menguji kualitas ikan asin, dilakukan pengujian secara
organoleptik. Metode
uji organoleptik ikan asin kering dipakai standar uji skoring (scoring test)
yaitu dengan menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka
9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Hasil uji selanjutnya dianalisis dengan
analisis deskriptif.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap ikan asin bandeng yang
diberi perlakuan pemberian garam, maka hasil terbaik adalah pemberian garam
sebesar 27% menyusul tanpa pemberian garam (kontrol), pemberian garam sebesar
18% dan pemberian garam sebesar 9%.
Kata kunci :
bandeng, garam, ikan asin
ABSTRACT
This
study aims
to determine the effect of various doses of salt
on the quality of dried salted fish. This study
was conducted in June-July 2014, with the raw
materials of fish were dried with a dryer. Before drying, the fish weeded and
washed with clean water and given a salt
based treatment tested
is 9%, 18%,
27% and control
(without salt). To
test the quality of salted
fish, organoleptic testing. The test method used dried salted
fish organoleptic test scoring standards
(scoring test) is
by using a visual analogue scale of
1 (one) as the lowest value
and the number 9 (nine)
for the highest score. The test results were then analyzed with descriptive analysis.
The
results showed
that the organoleptic test based on milkfish salted fish
treated with salt giving, the best result
is the provision of salt by 27% following
the giving saline without (control), the
provision of salt by 18% and 9% salt giving.
Key words:
milkfish,
salt,
salted
fish
PENDAHULUAN
Ikan merupakan
salah satu sumber protein yang sangat dibuthkan
oleh manusia. Kandungan protein ikan sangat tinggi dan kadar lemaknya lebih
rendah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani yang lain. Selain itu,
harga ikan juga relative lebih murah. Sehingga
ikan menjadi menu makanan yang sangat disukai oleh masyarakat pada umumnya.
Selain itu, ikan juga memiliki kekurangan yaitu lebih mudah rusak dan memiliki
daya tahan penyimpanan yang tidak lama pada suhu
ruang. Sehingga diperlukan sebuah proses pengolahan lebih lanjut agar dapat
memperpanjang daya simpannya (Nurjani dkk,
2009).
Salah satu
produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng.
Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak
dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat. Selain itu, harganya juga
terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai
ikan berprotein tinggi dan berkadar lemak rendah (Susanto, 2010). Ikan bandeng
yang dikonsumsi masyarakat dapat berupa ikan segar, ikan hasil olahan dan ikan
hasil awetan.
Pengawetan ikan
dapat dilakukan secara tradisional maupun secara modern. Pengawetan ikan
tradisional di Indonesia meliputi pengasinan, pemindangan, pembuatan peda,
terasi, dan petis. Pembuatan ikan asin merupakan pengawetan yang paling sederhana
dengan biaya yang murah (Anonim, 2003). Pengasinan merupakan suatu cara
pengolahan ikan dengan hasil produk berupa ikan asin (Rosmiati et al. 2003). Cara ini telah umum
dilakukan dengan tujuan agar ikan lebih awet atau tahan lama. Menurut Huss (1994),
pengasinan adalah suatu proses pengolahan ikan dengan cara memberikan garam
sehingga mempunyai kandungan garam sangat tinggi (NaCl yang jenuh pada fase
masih mengandung air) yang kemudian dikeringkan.
Dewasa ini
banyak dijumpai teknik penggaraman ikan yang beragam. Akan tetapi tidak semua
teknik penggaraman tersebut menghasilkan produk yang bagus dan terjamin
mutunya. Hal ini karena tidak adanya takaran yang pasti untuk jumlah bahan
bahan yang digunakan. Selain itu, masyarakat kurang mengetahui dasar dasar ilmu
dalam proses penggaraman ikan ini (Nurjani dkk,
2009).
Proses
penggaraman pada ikan dapat dilakukan melalui penggaraman basah maupun kering. Penggaraman
kering adalah proses pengawetan ikan dengan penambahan garam dan mengurangi
kadar air dalam tubuh ikan sampai titik tertentu
sehingga bakteri penyebab pembusukan tidak dapat tumbuh dan perkembang lagi
(Adawyah, 2007). Metode penggaraman kering ini menghasilkan ikan yang asin
sehingga hasilnya juga disebut dengan ikan asin. Teknik ini dinilai cukup bagus
karena prosesnya yang mudah dan sederhana, tetapi menghasilkan produk yang
tahan lama (Nurjani et al., 2009).
TUJUAN
PENELITIAN
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis garam terhadap kualitas ikan
bandeng asin kering.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian
(PTP) Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar pada bulan Juni-Juli 2014.
Bahan yang digunakan adalah ikan bandeng segar dan garam. Sedangkan pengeringan
ikan dilakukan dengan menggunakan alat pengering (dry room) yang terdapat pada
Program Studi PTP Fakultas Teknik UNM.
Sebelum
dikeringkan, ikan disiangi dan dicuci dengan menggunakan air bersih dan diberi
garam berdasarkan perlakuan yang dicobakan. Metode pemberian garam yang
digunakan adalah pemberian garam secara kering dengan menaburkan sejumlah garam
pada ikan, lalu didiamkan selama 2-3 jam. Selanjutnya, ikan dibilas dan siap
untuk dikeringkan di ruang pengering selama 3-5 hari.
Untuk
menguji kualitas ikan asin, dilakkan pengujian secara organoleptik. Analisis
organoleptik merupakan analisis terhadap suatu benda dengan menggunakan panca
indera manusia. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui sifat
organoleptik produk yang dihasilkan. Uji organoleptik ini menggunakan cara uji
penerimaan atau acceptance test atau preference test. Tujuan uji penerimaan
adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu
dapat diterima oleh masyarakat.
Uji
penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu
bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan
tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan
senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau kualitas yang dinilai. Sasaran alat
indera ditujukan terhadap kenampakan, bau, rasa, konsistensi dan jamur.
Metode uji
organoleptik ikan asin kering dipakai standar uji skoring (scoring test) yaitu
dengan menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9
(sembilan) untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk adalah 5 (lima)
artinya bila produk yang di uji memperoleh nilai sama/lebih kecil dari 5 maka
produk tersebut bermutu jelek/tidak layak di konsumsi (Badan Standardisasi
Nasional, 1994). Skala angka dan spesifikasi ikan asin kering dicantumkan dalam
score sheet organoleptik yang kemudian panelis langsung memberikan penilaian
pada score sheet tersebut. Hasil uji selanjutnya dianalisis dengan analisis
deskriptif.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Penambahan
Garam 9%
Pada Gambar 1
menunjukkan bahwa penambahan garam sebesar 9% memberikan hasil yang kurang baik
karena memiliki nilai antara 4,50-5,25 terkait dengan kenampakan, rasa,
konsistensi dan jamur pada ikan, kecuali bau memperoleh nilai 6,25 menurut SNI
1994.
Menurut Nurjani
et al., (2009) selama proses
penggaraman berlangsung, terjadi penetrasi garam kedalam tubuh ikan dan
keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Ikan yang
telah mengalami proses penggaraman akan mempunyai daya simpan tinggi karena
dapat menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroorganisme perusak. Cara
kerja garam dalam mengawetka ikan adalah menyerap cairan tubuh ikan dan
menyerap cairan dari tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri
terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan
mati. Garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh organize. Konsentrasi garam
yang rendah (1-3%), justru membantu pertumbuhan bakteri halofilik. Garam yang
berasal dari tempat tempat pembuatan garam di pantai mengandung cukup banyak
bakteri haloflik yang dapat merusak ikan kering. Beberapa bakteri dapat tumbuh
pada larutan garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red halophilic bacteria yang
menyebabkan warna merah pada ikan. Larutan garam juga menyebabkan proses
osmosis pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis sehingga
menyebabkan kematian bakteri. Penggaraman ikan biasanya diikuti dengan
pengeringan untuk menurunkan kadar air. Dengan demikian, pertumbuhan bakteri
semakin terhambat.
5,25
|
4,50
|
4,75
|
6,25
|
4,75
|
Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin
Bandeng Dengan
Penambahan Garam 9%
Penambahan
Garam 18%
Pada Gambar 2
menunjukkan bahwa dengan penambahan garam sebesar 18% pada pembuatan ikan asin
bandeng rata-rata panelis memberikan penilaian pada komponen kenampakan sebesar
6,50, bau sebesar 6,25, rasa sebesar 4,75, konsistensi sebesar 4,50 dan jamur
sebesar 5,25. Hal ini berarti bahwa dari seluruh komponen uji organoleptik,
hanya kenampakan dan bau yang memberikan hasil yang baik karena diatas nilai
rata-rata 5 (SNI, 1994), sedangkan komponen lainnya masih kurang baik. Wijatur (2009) dalam Suardi
(2011), menyatakan bahwa konsentrasi garam mempengaruhi tingkat kenampakan,
warna dan rasa akan tetapi tidak mempengaruhi aroma dan tekstur pada ikan
kembung (rasteriger sp) dengan fermentasi sepontan. Selanjutnya, Nurjani
et al., (2009) menyatakan garam yang
digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan.
5,25
|
4,50
|
4,75
|
6,25
|
6,50
|
Gambar 2. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin
Bandeng Dengan
Penambahan Garam 18%
Penambahan
Garam 27%
Pada
Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan garam sebesar 27% pada pembuatan ikan
bandeng asin rata-rata panelis memberikan penilaian terhadap kenampakan sebesar
6,40, bau sebesar 7,00, rasa sebesar 5,60, konsistensi sebesar 6,00 dan jamur
sebesar 6,40. Hal ini berarti bahwa dari seluruh komponen uji organoleptik yang
diamati panelis menunjukkan hasil yang baik karena berada diatas 5 (SNI, 1994).
Hal
ini berbeda dengan pendapat Suparno (1992) dalam Suardi (2011), yang menyatakan konsentrasi
garam yang baik untuk penggaraman pada ikan-ikan besar yaitu antara 20% - 25%,
untuk ikan yang berukuran sedang antara 15% - 20% dengan lama fermentasi selama
24 jam sedangkan untuk ikan dengan ukuran kecil sebanyak 5% - 20% dan lama
fermentasi selama 24 jam.
Lebih
lanjut Doddy (1998) dalam Suardi (2011) menyatakan dasar pengawetan ikan adalah untuk
mempertahankan ikan selama mungkin dengan menghambat atau menghentikan
aktivitas mikroorganisme pembusuk. Hampir semua cara pengawetan akan
menyebabkan berubahnya sifat-sifat ikan segar, baik itu dalam hal bau, rasa,
bentuk, maupun tekstur dagingnya. Berdasarkan caranya pengawetan ikan dapat
dibedakan menjadi 2 golongan yaitu golongan tradisional dan moderen. Cara
tradisional umumnya dilakukan oleh para nelayan dengan memakai alat dan bahan
yang sederhana dalam cara ini yang digunakan yaitu pengeringan, penggaraman,
pengasapan dan fermentasi. Cara moderen umumnya dilakukan oleh Industri yang
sudah menggunakan alat dan bahan yang sudah moderen, pengawetan secara moderen
dilakukan dengan pembekuan dan pengalengan,
Menurut
Budiman (2004) dalam Suardi (2011),
Secara umum pengertian penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang
bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam.
Garam yang digunakan adalah jenis garam dapur (NaCl), baik berupa kristal
maupun larutan. Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode
pengawetan tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain
seperti pengeringan ataupun dengan perebusan.
Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin
Bandeng Dengan
Penambahan Garam 27%
Tanpa
Penambahan Garam (Kontrol)
Pada
Gambar 4 menunjukkan bahwa pada
pembuatan ikan asin bandeng tanpa memberikan panambahan garam menunjukkan nilai
kenampakan rata-rata sebesar 7,00, bau sebesar 6,25, rasa sebesar 5,75,
konsistensi sebesar 4,75 dan jamur sebesar 5,25. Hal ini berarti bahwa untuk
semua komponen uji organoleptik hanyakonsistensi dan jamur yang bernilai kurang
baik karena memiliki nilai berada dibawah 5, sedangkan kenampakan, bau dan rasa
memiliki nilai diatas 5 (SNI, 1994).
Menurut
(Suparno, 1992 dalam Suardi (2011) pengeringan
ikan yang telah digarami adalah cara pengawetan ikan yang paling sederhana dan
murah dibandingkan cara pengawetan lainnya. Pengeringan ikan dapat dilakukan
dengan berbagai cara baik secara tradisional atau menggunakan sinar matahari
akan tetapi dengan cara ini memiliki beberapa masalah dikarenakan tergantung
terhadap matahari dan sering kali ikan diganggu oleh serangga dan juga sering
mengakibatkan ikan menjadi berjamur. Cara menggunakan alat pengering tenaga
surya (solar Dryer), dengan menggunakan alat ini proses pengerigan dapat lebih
cepat dan bebas pencemaran dari luar sehingga hasil lebih bersih, sehat dan
tidak terpengaruh olah hujan. Cara yang paling epektif adalah menggunakan alat
pengering mekanik yang dalam proses pengeringannya dapat di kendalikan, tidak
tergantung olah cuaca dan tingkat kekeringan lebih seragam, dalam proses
pengerigan menggunakan alat ini tidak boleh lebih dari 45ÂșC agar ikan tidak
terjadi pengkerakan dan matang.
Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin
Bandeng Tanpa
Penambahan Garam 9% (kontrol)
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil uji organoleptik terhadap ikan asin bandeng yang diberi perlakuan
pemberian garam, maka hasil terbaik adalah pemberian garam sebesar 27% menyusul
tanpa pemberian garam (kontrol), pemberian garam sebesar 18% dan pemberian
garam sebesar 9%. Hasil yang lebih baik dari ikan yang tidak diberi garam dari
pada ikan yang diberi garam dengan dosis 9% dan 18% diduga disebabkan oleh masa
perendaman garam yang relatif singkat yaitu hanya 2-3 jam sehingga garam belum
sepenuhnya menyerap keseluruh daging ikan bandeng.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan
dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Anonim. 2003. Teknologi dan
Pangan Agroindustri. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi
Pertanian Bogor IPB dengan Direktorat Suveylan dan Penyuluhan Keamanan Pangan
Deput Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahaya BPOM.Bogor; 111.
Badan Standardisasi Nasional,
1994. Metode Pengujian Mikrobiologi. Penentuan Angka Lempeng Total
SNI 01-2339-1991.
Huss, H.H. 1994. Assurance aof
Sea Food Quality. FAO Fisheries Technical Paper. 334. Rome. M-40 ISBN
92-5-103446-X, 169 pp.
Nurjani,
A., A. R. Simanjuntak., A. Yakinuddin., H. W. Febrianingrum., Hermansyah., dan
S. Mentari. 2009. Teknik Penggaraman Pindang Ikan Yang Baik dan benar. Teknik
Penggaraman Ikan Yang Baik dan Benar. Makalah. IPB, Bpgor.
Rosmiati,
T., S. Diana dan S. Astuty. 2003. Pengasinan Ikan Teri (Stelophorus spp.) dan kelayakan Usahanya di desa Karanghantu
Serang. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Padjadjaran,
bandung.
Suardi,
P. J. 2011. Penggaraman Basah pada Ikan layang (Decapterus rusalli). PWJIARD.
Susanto,
E. 2010. Pengolahan Bandeng (Chanos
chanos Forsk) Duri Lunak. Seri Materi Penyuluhan Bagi Masyarakat Pesisir.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.
Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan
GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin Kering Dalam Upaya Meningkatkan Keamanan
Pangan di Kabupaten Kendal. Tesis. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya
Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar