Kamis, 12 Maret 2015

ANALISIS TINGKAT KESEGARAN IKAN LAYANG (Decapterus sp.) PADA TEMPAT PELELANGAN IKAN RAJAWALI KOTA MAKASSAR



ANALISIS TINGKAT KESEGARAN IKAN LAYANG (Decapterus sp.) PADA TEMPAT PELELANGAN IKAN RAJAWALI KOTA MAKASSAR

ANALYSIS OF FRESHNESS OF KITE (Decapterus sp.) IN MAKASSAR  
RAJAWALI FISH AUCTION

Oleh :

1)     Patang

1)        Staf Pengajar Fakultas Teknik UNM Makassar

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan layang pada Tempat Pelelangan Ikan Rajawali Kota Makassar berdasarkan uji organoleptik. Bahan dalam penelitian ini adalah ikan layang yang diperoleh di Tempat Pelelangan Ikan Rajawali Kota Makassar. Ikan layang tersebut masih berada dalam kondisi belum mendapatkan penanganan khusus. Ikan selanjutnya diamati secara organoleptik yang meliputi bau, kenampakan mata, keadaan lendir dan permukaan badan, tekstur daging serta keadaan daging dan perut ikan.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tingkat kesegaran ikan yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan Rajawali Kota Makassar berdasarkan parameter bau, kenampakan mata, kenampakan insang, keadaan lendir dan permukaan badan serta tekstur daging dan keadaan perut menunjukkan ikan masih dalam kategori baik dan layak untuk dikonsumsi karena semua berada diatas tingkat kesegaran 50%. Demikian pula dengan rata-rata hasil pengamatan  masing-masing panelis menunjukkan nilai 73,63% dan juga berada diatas 50% dengan kisaran nilai 45,33% sampai 91,33%.
Kata kunci : kesegaran, ikan layang, pelelangan ikan

ABSTRACT
This study aims to determine the level of freshness of fish kite at the fish auction place Eagles Makassar by organoleptic tests. Material in this study were obtained at the flying fish Fish Auction Eagles Makassar. Kite fishing is still in a state of not getting special treatment. The next fish was observed in organoleptic which include odor, appearance of the eyes, mucus and surface state of the body, the texture of the meat as well as meat and fish maw circumstances.
Based on observations of the degree of freshness of fish obtained from the fish auction place Eagles Makassar based parameters odor, appearance of the eye, the appearance of gills, mucus and state agencies as well as the surface texture of the meat and the state of the abdomen showed fish still in the category of good and suitable for consumption because all are 50% above the level of freshness. Similarly, the average of the observations of each panel shows the value of 73.63% and well above the 50% value of 45.33% with a range of up to 91.33%.
Key word : freshness, kite, fish auction

PENDAHULUAN

Produk perikanan memiliki keunggulan komparatif dari bahan pangan hewani lain, yaitu mengandung protein yang relatif tinggi dan mengandung asam lemak tidak jenuh omega 3 yang dapat mencegah timbulnya penyakit atherosklerosis karena mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah sehingga mengurangi resiko timbulnya penyakit jantung serta membantu pertumbuhan kecerdasan otak anak (Sudihastuti, 2008). Namun demikian, ikan juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya mudah mengalami proses kemunduran mutu dan pembusukan, dimana hal ini terjadi setelah ikan ditangkap. Dengan demikian perlu penanganan yang cepat, tepat dan benar untuk menjaga kualitasnya sebelum dipasarkan dan sampai ke tangan konsumen (Susianawati, 2006). Tingkat kemunduran mutu ikan ditentukan sejak penangkapan, pengolahan sampai penyajian (Dassow 1963,  dalam Muldani, 1997)
Salah satu masalah yang sangat penting bagi industri, terlebih industri perikanan adalah mempertahankan mutu (Soekarto, 1990).
Kesegaran ikan tidak sulit diketahui. Cara yang paling mudah adalah dengan pengamatan secara vosual terhadap penampilan ikan dengan menggunakan metode 4 M yaitu melihat, meraba, menekan dan mencium (Yunizal dan Wibowo, 1998). Selanjutnya, Nogueras et al. (2002) menyatakan kesegaran ikan umumnya diukur dengan metode sensori berdasarkan perubahan penampakan, bau, warna, flavor dan tekstur.
Dalam menguji tingkat kesegaran ikan tersebut dapat dilakukan dengan cara organoleptik. Cara organoleptik adalah cara penilaian dengan hanya mempergunakan indera manusia (sensorik). Cara ini sangat cepat, mudar dan praktis untuk dikerjakan, tetapi ketelitiannya tergantung pada tingkat kepandaian orang yang melaksanakannya (Septiarini, 2008).

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan layang pada Tempat Pelelangan Ikan Rajawali Kota Makassar berdasarkan uji organoleptik.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2014 dan bertempat di Laboratorium Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar.
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah ikan layang yang diperoleh di Tempat Pelelangan Ikan Rajawali Kota Makassar. Ikan layang tersebut masih berada dalam kondisi belum mendapatkan penanganan khusus.
Ikan yang diperoleh dimasukkan dalam box dan diberi es. Setelah itu ikan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan score sheet yang telah disiapkan.
Dalam penelitian ini yang menjadi panelis penelitian adalah para guru SMK yang sedang melakukan pelatihan atau bimbingan tehnis di Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar sebanyak 9 (sembilan) orang.
Parameter uji organoleptik yang diamati pada penelitian ini meliputi bau, kenampakan mata, keadaan lendir dan permukaan badan, tekstur daging serta keadaan daging dan perut ikan.
Hasil penilaian panelis ditabulasi dan dilanjutkan dengan penilaian mutu dengan membandingkan hasil penilaian dan persyaratan yang ditetapkan. Hasil uji organoleptik dari panelis selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa dari enam parameter uji organoleptik yang meliputi bau ikan, kenampakan mata, kenampakan insang, keadaan lendir dan permukaan badan, tekstur daging serta keadaan daging dan perut yang diujikan terhadap ikan layang yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan Rajawali di Kota Makassar masih berada dalam kondisi segar dan layak untuk dikonsumsi karena semua parameter yang diujikan menjukkan nilai diatas 5. Selanjutnya, menurut Sloan et al. (1985) dalam Hanna (1992), dalam membeli ikan konsumen mengutamakan mutu dan kelayakan ikan yang diiringi dengan keselamatan, aroma serta kesegaran sebagai prioritas utama, sedangkan harga ditempatkan pada posisi kelima.


 

Gambar 1. Hasil analisis bobot dan skor pada semua parameter yang diamati

Bau
Hasil uji kesegaran ikan berdasarkan parameter bau dengan nilai bobot yang disyaratkan pada uji ini (20%) menunjukkan nilai bobot rata-rata sebesar 1,38 (69%) dengan skor rata-rata sebesar 7,22. Hal ini berarti berdasarkan parameter bau ikan yang diuji tersebut masih dalam kategori baik karena berada diatas 50%. Bau ikan yang diamati rata-rata masih seperti bau rumput laut dan berbau segar, dan menurut Soekanto (1985) ikan dengan kondisi demikian masih tergolong segar
Kenampakan Mata
Hasil uji kesegaran ikan berdasarkan parameter kenampakan mata dengan nilai bobot yang disyaratkan sebesar 16% menunjukkan nilai bobot rata-rata sebesar 0,69 (86,25%) dengan skor rata-rata sebesar 4,33. Hal ini berarti berdasarkan parameter kenampakan mata ikan yang diuji tersebut masih dalam kategori baik karena berada diatas kisaran 50%. Hal ini juga ditunjang hasil pengamatan secara organoleptik menunjukkan bola mata masih menonjol, cerah, mengkolap dan kornea selaput mata rata-rata masih jernih. Dengan demikian kondisi ikan tergolong masih segar (Taher, 2010)
Kenampakan Insang
Hasil uji kesegaran ikan berdasarkan parameter kenampakan insang dengan nilai bobot yang disyaratkan sebesar 16% menunjukkan nilai bobot rata-rata sebesar 0,52 (65%) dengan skor rata-rata sebesar 3,22. Hal ini berarti berdasarkan parameter kenampakan mata ikan yang diuji tersebut masih dalam kategori baik karena berada diatas kisaran 50%.  Hasil pengamatan organoleptik juga menunjukkan  insang masih berwarna merah cemerlang, bersih dan tanpa lendir sehingga kondisi ikan tersebut masih dalam kategori segar dan hal ini sejalan dengan pendapat Taher (2010).
Keadaan Lendir dan Permukaan Badan
Hasil uji kesegaran ikan berdasarkan parameter keadaan lendir dan permukaan badan dengan nilai bobot yang disyaratkan sebesar 16% menunjukkan nilai bobot rata-rata sebesar 0,73 (91,25%) dengan skor rata-rata sebesar 4,56. Hal ini berarti berdasarkan parameter kenampakan mata ikan yang diuji tersebut masih dalam kategori baik karena berada diatas kisaran 50%. 
Tekstur Daging
Hasil uji kesegaran ikan berdasarkan parameter kenampakan mata dengan nilai bobot yang disyaratkan sebesar 16% menunjukkan nilai bobot rata-rata sebesar 0,59 (73,75%) dengan skor rata-rata sebesar 3,67. Hal ini berarti berdasarkan parameter kenampakan mata ikan yang diuji tersebut masih dalam kategori baik karena berada diatas kisaran 50%.  Hasil pengamatan organoleptik menunjukkan tekstur ikan masih padat dan kenyal, sulit menyobek daging dan tulang belakang. Hal ini menunjukkan kondisi ikan masih segar dan sejalan dengan pendapat Taher (2010).
Keadaan Daging dan Perut
Hasil uji kesegaran ikan berdasarkan parameter keadaan daging dna perut dengan nilai bobot yang disyaratkan sebesar 16% menunjukkan nilai bobot rata-rata sebesar 0,52 (65%) dengan skor rata-rata sebesar 3,67. Hal ini berarti berdasarkan parameter kenampakan mata ikan yang diuji tersebut masih dalam kategori baik karena berada diatas kisaran 50%. 
Selanjutnya hasil pengamatan masing-masing panelis menunjukkan kisaran pengamatan antara 45,33% dan 91,33% dengan nilai rata-rata 73,63% yang berarti masih dalam kategori ikan yang diuji tingkat kesegarannya berdasarkan uji organoleptik masih segar karena juga diatas 50% (Gambar 2).
Rata-rata hasil pengamatan
 



Gambar 2. Hasil Uji Organoleptik Masing-masing Panelis

Hasil pengujian organoleptik parameter bau memiliki skor rata-rata sebesar 7,22, parameter kenampakan mata rata-rata sebesar 4,33, parameter kenampakan insang rata-rata sebesar 3,22, parameter keadaan lendir dan permukaan badan rata-rata sebesar 4,56, parameter tekstur daging rata-rata sebesar 3,67 dan parameter keadaan daging dan perut rata-rata sebesar 3,0. Dengan demikian, dari 6 parameter yang diuji hanya parameter keadaan daging dan perut yang memiliki nilai skor rata-rata yang rendah yang berada dikisaran 1-3 yang berarti bahwa ikan yang diuji tingkat kesegarannya masih berada dalam kategori segar dan layak untuk dikonsumsi. Menurut Sufianto (2004) ikan secara organoleptik ditolak atau dianggap tidak segar apabila memiliki nilai pengujian 1-3.
Ikan segar menurut SNI 01-2729-2006 adalah produk yang berasal dari perikanan dengan bahan baku ikan yang telah mengalami perlakuan pencucian, penyiangan atau tidak penyiangan, pendinginan dan pengemasan (Septiarini, 2008). Sedangkan menurut Stansby (1993) ikan segar memiliki ciri-ciri yaitu daging ikan padat elastis, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya, aroma atau baunya segar dan lunak seperti bau rumput laut, mata berwarna merah cerah serta kulit mengkilat dengan warna cerah. Selanjutnya, Murniyati dan Sunarman, 2000) menyatakan perubahan organoleptik ikan disebabkan karena melunaknya tekstur daging ikan. Pelunakan tekstur terjadi karena penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu polipeptida, asam amino dan amoniak yang dapat meningkatkan pH ikan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kesegaran ikan berdasarkan parameter bau, kenampakan mata, kenampakan insang, keadaan lendir dan permukaan badan serta tekstur daging dan keadaan perut menunjukkan ikan yang diperoleh dari pasar tradisional di Kota Makassar masih dalam kategori baik dan layak untuk dikonsumsi karena semua berada diatas tingkat kesegaran 50%. Demikian pula dengan rata-rata hasil pengamatan  masing-masing panelis menunjukkan nilai 73,63% dan juga berada diatas 50% dengan kisaran nilai 45,33% sampai 91,33%.
DAFTAR PUSTAKA

Hanna, J. 1992. Rapid Microbial Methods and Fresh Quality Assessment. Dalam Fish Processing Technology G. M. Hall (ed.). VCH Publisher, Inc.

Muldani, M. 1997. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah ((Oreochromus sp.) Segar Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Murniyati, A. S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Nogueras, S. B., Bover-Cid, S. Veciana-Nogues, Vidal-Carou, M. C. 2002. Chemical and Sensory Changers in Mediterranean Hake (Merluccius merluccius) Under Refrigeration (6-8oC) and Stored in Ice. J. Agric Food Chem 50:6504-6510.

Septiarini, T. 2008. Karakteristik Mutu Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersonii) di Kecamatan Manggar Kabupaten Belitung Timur. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekanto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.

Soekarto, S. T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press. Bogor.

Stansby, M. E. 1993. Industrial Fishery Technology. London. Reinhold Publ. Co Chapman and Hall Ltd.

Sudihastuti, D. 2008. Analisis Permintaan Konsumen Rumah Tangga Terhadap Ikan Laut Segar di Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sufianto, B. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Segar Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Susianawati, R. 2006. Kajian penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin Kering Dalam Upaya Peningkatan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal. Tesis. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Taher, N. 2010. Penilaian Mutu Organoleptik Ikan Mujair (Tilapia mosambica) Segar Dengan Ukuran yang Berbeda Selama Penyimpanan Dingin. Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume VI No. 1 April 2010.

Yunizal dan S. Wibowo. 1998. Penanganan Ikan Segar. Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Jakarta.

KAJIAN PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GARAM TERHADAP KUALITAS IKAN BANDENG (Chanos chanos sp.) ASIN KERING



KAJIAN PEMBERIAN BERBAGAI DOSIS GARAM TERHADAP KUALITAS
IKAN BANDENG (Chanos chanos sp.) ASIN KERING

THE STUDY GIVING SALT VARIOUS DOSES OF
MILKFISH (Chanos Chanos sp.) SALTED DRY QUALITY
Oleh :

1)      Patang dan 2) Yunarti

1)      Staf Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar
2)      Staf Dosen Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis garam terhadap kualitas ikan bandeng asin kering. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014, dengan  bahan baku berupa ikan bandeng yang dikeringkan dengan alat pengering (dry room).
Sebelum dikeringkan, ikan disiangi dan dicuci dengan menggunakan air bersih dan diberi garam berdasarkan perlakuan yang dicobakan yaitu 9%, 18%, 27% dan kontrol (tanpa garam). Untuk menguji kualitas ikan asin, dilakukan pengujian secara organoleptik. Metode uji organoleptik ikan asin kering dipakai standar uji skoring (scoring test) yaitu dengan menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Hasil uji selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap ikan asin bandeng yang diberi perlakuan pemberian garam, maka hasil terbaik adalah pemberian garam sebesar 27% menyusul tanpa pemberian garam (kontrol), pemberian garam sebesar 18% dan pemberian garam sebesar 9%.
Kata kunci : bandeng, garam, ikan asin

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of various doses of salt on the quality of dried salted fish. This study was conducted in June-July 2014, with the raw materials of fish were dried with a dryer.  Before drying, the fish weeded and washed with clean water and given a salt based treatment tested is 9%, 18%, 27% and control (without salt). To test the quality of salted fish, organoleptic testing. The test method used dried salted fish organoleptic test scoring standards (scoring test) is by using a visual analogue scale of 1 (one) as the lowest value and the number 9 (nine) for the highest score. The test results were then analyzed with descriptive analysis.
The results showed that the organoleptic test based on milkfish salted fish treated with salt giving, the best result is the provision of salt by 27% following the giving saline without (control), the provision of salt by 18% and 9% salt giving.
Key words: milkfish, salt, salted fish

PENDAHULUAN

Ikan merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibuthkan oleh manusia. Kandungan protein ikan sangat tinggi dan kadar lemaknya lebih rendah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani yang lain. Selain itu, harga ikan juga relative lebih murah. Sehingga ikan menjadi menu makanan yang sangat disukai oleh masyarakat pada umumnya. Selain itu, ikan juga memiliki kekurangan yaitu lebih mudah rusak dan memiliki daya tahan penyimpanan yang tidak lama pada suhu ruang. Sehingga diperlukan sebuah proses pengolahan lebih lanjut agar dapat memperpanjang daya simpannya (Nurjani dkk, 2009).
Salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berkadar lemak rendah (Susanto, 2010). Ikan bandeng yang dikonsumsi masyarakat dapat berupa ikan segar, ikan hasil olahan dan ikan hasil awetan.
Pengawetan ikan dapat dilakukan secara tradisional maupun secara modern. Pengawetan ikan tradisional di Indonesia meliputi pengasinan, pemindangan, pembuatan peda, terasi, dan petis. Pembuatan ikan asin merupakan pengawetan yang paling sederhana dengan biaya yang murah (Anonim, 2003). Pengasinan merupakan suatu cara pengolahan ikan dengan hasil produk berupa ikan asin (Rosmiati et al. 2003). Cara ini telah umum dilakukan dengan tujuan agar ikan lebih awet atau tahan lama. Menurut Huss (1994), pengasinan adalah suatu proses pengolahan ikan dengan cara memberikan garam sehingga mempunyai kandungan garam sangat tinggi (NaCl yang jenuh pada fase masih mengandung air) yang kemudian dikeringkan.
Dewasa ini banyak dijumpai teknik penggaraman ikan yang beragam. Akan tetapi tidak semua teknik penggaraman tersebut menghasilkan produk yang bagus dan terjamin mutunya. Hal ini karena tidak adanya takaran yang pasti untuk jumlah bahan bahan yang digunakan. Selain itu, masyarakat kurang mengetahui dasar dasar ilmu dalam proses penggaraman ikan ini (Nurjani dkk, 2009).
Proses penggaraman pada ikan dapat dilakukan melalui penggaraman basah maupun kering. Penggaraman kering adalah proses pengawetan ikan dengan penambahan garam dan mengurangi kadar air dalam tubuh ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri penyebab pembusukan tidak dapat tumbuh dan perkembang lagi (Adawyah, 2007). Metode penggaraman kering ini menghasilkan ikan yang asin sehingga hasilnya juga disebut dengan ikan asin. Teknik ini dinilai cukup bagus karena prosesnya yang mudah dan sederhana, tetapi menghasilkan produk yang tahan lama (Nurjani  et al., 2009).

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis garam terhadap kualitas ikan bandeng asin kering.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian (PTP) Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar pada bulan Juni-Juli 2014. Bahan yang digunakan adalah ikan bandeng segar dan garam. Sedangkan pengeringan ikan dilakukan dengan menggunakan alat pengering (dry room) yang terdapat pada Program Studi PTP Fakultas Teknik UNM.
Sebelum dikeringkan, ikan disiangi dan dicuci dengan menggunakan air bersih dan diberi garam berdasarkan perlakuan yang dicobakan. Metode pemberian garam yang digunakan adalah pemberian garam secara kering dengan menaburkan sejumlah garam pada ikan, lalu didiamkan selama 2-3 jam. Selanjutnya, ikan dibilas dan siap untuk dikeringkan di ruang pengering selama 3-5 hari.
Untuk menguji kualitas ikan asin, dilakkan pengujian secara organoleptik. Analisis organoleptik merupakan analisis terhadap suatu benda dengan menggunakan panca indera manusia. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui sifat organoleptik produk yang dihasilkan. Uji organoleptik ini menggunakan cara uji penerimaan atau acceptance test atau preference test. Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat.
Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensoris atau kualitas yang dinilai. Sasaran alat indera ditujukan terhadap kenampakan, bau, rasa, konsistensi dan jamur.
Metode uji organoleptik ikan asin kering dipakai standar uji skoring (scoring test) yaitu dengan menggunakan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) untuk nilai tertinggi. Batas penolakan untuk produk adalah 5 (lima) artinya bila produk yang di uji memperoleh nilai sama/lebih kecil dari 5 maka produk tersebut bermutu jelek/tidak layak di konsumsi (Badan Standardisasi Nasional, 1994). Skala angka dan spesifikasi ikan asin kering dicantumkan dalam score sheet organoleptik yang kemudian panelis langsung memberikan penilaian pada score sheet tersebut. Hasil uji selanjutnya dianalisis dengan analisis deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penambahan Garam 9%
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa penambahan garam sebesar 9% memberikan hasil yang kurang baik karena memiliki nilai antara 4,50-5,25 terkait dengan kenampakan, rasa, konsistensi dan jamur pada ikan, kecuali bau memperoleh nilai 6,25 menurut SNI 1994.
Menurut  Nurjani  et al., (2009) selama proses penggaraman berlangsung, terjadi penetrasi garam kedalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman akan mempunyai daya simpan tinggi karena dapat menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroorganisme perusak. Cara kerja garam dalam mengawetka ikan adalah menyerap cairan tubuh ikan dan menyerap cairan dari tubuh bakteri sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan dan mati. Garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh organize. Konsentrasi garam yang rendah (1-3%), justru membantu pertumbuhan bakteri halofilik. Garam yang berasal dari tempat tempat pembuatan garam di pantai mengandung cukup banyak bakteri haloflik yang dapat merusak ikan kering. Beberapa bakteri dapat tumbuh pada larutan garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red halophilic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan. Larutan garam juga menyebabkan proses osmosis pada sel sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis sehingga menyebabkan kematian bakteri. Penggaraman ikan biasanya diikuti dengan pengeringan untuk menurunkan kadar air. Dengan demikian, pertumbuhan bakteri semakin terhambat.

5,25
4,50
4,75
6,25
4,75


Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin Bandeng Dengan
Penambahan Garam 9%

Penambahan Garam 18%
Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa dengan penambahan garam sebesar 18% pada pembuatan ikan asin bandeng rata-rata panelis memberikan penilaian pada komponen kenampakan sebesar 6,50, bau sebesar 6,25, rasa sebesar 4,75, konsistensi sebesar 4,50 dan jamur sebesar 5,25. Hal ini berarti bahwa dari seluruh komponen uji organoleptik, hanya kenampakan dan bau yang memberikan hasil yang baik karena diatas nilai rata-rata 5 (SNI, 1994), sedangkan komponen lainnya masih kurang baik. Wijatur (2009) dalam Suardi (2011), menyatakan bahwa konsentrasi garam mempengaruhi tingkat kenampakan, warna dan rasa akan tetapi tidak mempengaruhi aroma dan tekstur pada ikan kembung (rasteriger sp) dengan fermentasi sepontan. Selanjutnya, Nurjani et al., (2009) menyatakan garam yang digunakan berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan.

5,25
4,50
4,75
6,25
6,50


Gambar 2. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin Bandeng Dengan
Penambahan Garam 18%
Penambahan Garam 27%
Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa penambahan garam sebesar 27% pada pembuatan ikan bandeng asin rata-rata panelis memberikan penilaian terhadap kenampakan sebesar 6,40, bau sebesar 7,00, rasa sebesar 5,60, konsistensi sebesar 6,00 dan jamur sebesar 6,40. Hal ini berarti bahwa dari seluruh komponen uji organoleptik yang diamati panelis menunjukkan hasil yang baik karena berada diatas 5 (SNI, 1994).
Hal ini berbeda dengan pendapat Suparno (1992)  dalam Suardi (2011), yang menyatakan konsentrasi garam yang baik untuk penggaraman pada ikan-ikan besar yaitu antara 20% - 25%, untuk ikan yang berukuran sedang antara 15% - 20% dengan lama fermentasi selama 24 jam sedangkan untuk ikan dengan ukuran kecil sebanyak 5% - 20% dan lama fermentasi selama 24 jam.
Lebih lanjut Doddy  (1998) dalam Suardi (2011) menyatakan dasar pengawetan ikan adalah untuk mempertahankan ikan selama mungkin dengan menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme pembusuk. Hampir semua cara pengawetan akan menyebabkan berubahnya sifat-sifat ikan segar, baik itu dalam hal bau, rasa, bentuk, maupun tekstur dagingnya. Berdasarkan caranya pengawetan ikan dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu golongan tradisional dan moderen. Cara tradisional umumnya dilakukan oleh para nelayan dengan memakai alat dan bahan yang sederhana dalam cara ini yang digunakan yaitu pengeringan, penggaraman, pengasapan dan fermentasi. Cara moderen umumnya dilakukan oleh Industri yang sudah menggunakan alat dan bahan yang sudah moderen, pengawetan secara moderen dilakukan dengan pembekuan dan pengalengan,
Menurut Budiman (2004) dalam Suardi (2011), Secara umum pengertian penggaraman adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengawetkan produk hasil perikanan dengan menggunakan garam. Garam yang digunakan adalah jenis garam dapur (NaCl), baik berupa kristal maupun larutan. Teknologi penggaraman biasanya tidak digunakan sebagai metode pengawetan tunggal, biasanya masih dilanjutkan dengan proses pengawetan lain seperti pengeringan ataupun dengan perebusan.






Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin Bandeng Dengan
Penambahan Garam 27%

Tanpa Penambahan Garam (Kontrol)
Pada Gambar  4 menunjukkan bahwa pada pembuatan ikan asin bandeng tanpa memberikan panambahan garam menunjukkan nilai kenampakan rata-rata sebesar 7,00, bau sebesar 6,25, rasa sebesar 5,75, konsistensi sebesar 4,75 dan jamur sebesar 5,25. Hal ini berarti bahwa untuk semua komponen uji organoleptik hanyakonsistensi dan jamur yang bernilai kurang baik karena memiliki nilai berada dibawah 5, sedangkan kenampakan, bau dan rasa memiliki nilai diatas 5 (SNI, 1994).
Menurut (Suparno, 1992 dalam Suardi (2011) pengeringan ikan yang telah digarami adalah cara pengawetan ikan yang paling sederhana dan murah dibandingkan cara pengawetan lainnya. Pengeringan ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara baik secara tradisional atau menggunakan sinar matahari akan tetapi dengan cara ini memiliki beberapa masalah dikarenakan tergantung terhadap matahari dan sering kali ikan diganggu oleh serangga dan juga sering mengakibatkan ikan menjadi berjamur. Cara menggunakan alat pengering tenaga surya (solar Dryer), dengan menggunakan alat ini proses pengerigan dapat lebih cepat dan bebas pencemaran dari luar sehingga hasil lebih bersih, sehat dan tidak terpengaruh olah hujan. Cara yang paling epektif adalah menggunakan alat pengering mekanik yang dalam proses pengeringannya dapat di kendalikan, tidak tergantung olah cuaca dan tingkat kekeringan lebih seragam, dalam proses pengerigan menggunakan alat ini tidak boleh lebih dari 45ÂșC agar ikan tidak terjadi pengkerakan dan matang.





Gambar 1. Hasil Uji Organoleptik Pembuatan Ikan Asin Bandeng Tanpa
Penambahan Garam 9% (kontrol)

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap ikan asin bandeng yang diberi perlakuan pemberian garam, maka hasil terbaik adalah pemberian garam sebesar 27% menyusul tanpa pemberian garam (kontrol), pemberian garam sebesar 18% dan pemberian garam sebesar 9%. Hasil yang lebih baik dari ikan yang tidak diberi garam dari pada ikan yang diberi garam dengan dosis 9% dan 18% diduga disebabkan oleh masa perendaman garam yang relatif singkat yaitu hanya 2-3 jam sehingga garam belum sepenuhnya menyerap keseluruh daging ikan bandeng.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Anonim. 2003. Teknologi dan Pangan Agroindustri. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian Bogor IPB dengan Direktorat Suveylan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Deput Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahaya BPOM.Bogor; 111.

Badan Standardisasi Nasional, 1994. Metode Pengujian Mikrobiologi. Penentuan Angka Lempeng Total SNI 01-2339-1991.

Huss, H.H. 1994. Assurance aof Sea Food Quality. FAO Fisheries Technical Paper. 334. Rome. M-40 ISBN 92-5-103446-X, 169 pp.

Nurjani, A., A. R. Simanjuntak., A. Yakinuddin., H. W. Febrianingrum., Hermansyah., dan S. Mentari. 2009. Teknik Penggaraman Pindang Ikan Yang Baik dan benar. Teknik Penggaraman Ikan Yang Baik dan Benar. Makalah. IPB, Bpgor.

Rosmiati, T., S. Diana dan S. Astuty. 2003. Pengasinan Ikan Teri (Stelophorus spp.) dan kelayakan Usahanya di desa Karanghantu Serang. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Padjadjaran, bandung.

Suardi, P. J. 2011. Penggaraman Basah pada Ikan layang (Decapterus rusalli). PWJIARD.

Susanto, E. 2010. Pengolahan Bandeng (Chanos chanos Forsk) Duri Lunak. Seri Materi Penyuluhan Bagi Masyarakat Pesisir. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang.

Susianawati, R. 2006. Kajian Penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin Kering Dalam Upaya Meningkatkan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal. Tesis. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Universitas Diponegoro, Semarang.